Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Buku Ketiga Tentang Penjara

Buku kepulauan Gulag III, bagian terakhir dari trilogi karangan Alexander solzhenitsyn, terbit di Amerika. pemenang hadiah nobel ini menceritakan usaha pelarian tahanan politik mencari kebebasan. (ln)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM buku Kepulauan Gulag I dan II, Alexander Solzhenitsyn menceritakan tentang kesengsaraan manusia-manusia yang dijerumuskan ke dalam penjara dan kamp kerja paksa Stalin. Di kedua buku itu si pengarang pemenang Hadiah Nobel itu lebih banyak menceritakan bagaimana manusia-manusia itu menyerah kepada derita dan siksaan yang mereka alami. Gulag III sebagai bagian terakhir dari trilogi tersebut terbit di Amerika belum lama ini. Tapi berlainan dengan Gulag I dan II, dalam Gulag III si pengarang mencoba untuk menceritakan bagaimana manusia-manusia itu mencoba melawan takdir, dengan bangkit mengadakan perlawanan. Periode yang digambarkannya berkisar dari sekitar tahun 1948, ketika para penghuni kamp kerja paksa mencoba melarikan diri, berkembang menjadi pemogokan dan akhirnya mencapai puncaknya dengan terjadinya pemberontakan besar-besaran. Buku itu diakhiri dengan menceritakan keadaan tahun 1956 tak lama setelah Stalin mati. Penuturan dalam Gulag III dimulai tahun 1948, karena timbulnya semacam perhitungan meleset para tahanan atas diri Stalin. Tahun itu untuk pertama kalinya "musuh-musuh rakyat" itu dipisahkan dari tawanan-tawanan kriminil. Lepas dari teror para pembunuh dan penjallat itu (disebut oleh para penguasa sebagai "sekutu kelas yang sesat"), maka para tahanan politik ini mendapat keberanian. Kebanggaan Bersamaan dengan peristiwa itu jumlah tahanan di kamp-kamp makin meningkat saja. Tentara Rusia yang dihukum sebab telah tertawan oleh Jerman dalam Perang Dunia yang baru saja berakhir juga dijebloskan ke dalam tahanan yang sama. Solzhenitsyn sendiri masuk ke kamp sekitar waktu itu. Ia bukan bekas tawanan Jerman, tetapi ditangkap polisi rahasia langsung dari front terdepan. Sebagai seorang perwira muda satuan artileri yang dadanya pernah disemati berbagai macam bintang kepahlawanan ia terpaksa harus dilemparkan ke dalam penjara. Ia telah menulis sepucuk surat bernada protes kepada Stalin. Bagian-bagian yang paling menarik dan penuh cerita kepahlawanan serta avonturisme adalah usaha-usaha untuk meloloskan diri. Setiap usaha buat meloloskan diri selalu menjadi kebanggaan tiap kamp, walaupun seringkali kepala, tangan atau salah satu bagian tubuh si pelarian datang kembali ke kamp sebagai "oleh-oleh" yang dibawa polisi pemburu yang melacak mereka. Pelarian-pelarian yang tertangkap kembali dan lolos dari maut pasti akan mencoba lagi. Seperti si tokoh legendaris Georgi Tenno, orang Estonia. Beberapa kali ia lolos dan selalu tertangkap kembali. Ketika rekan-rekannya menanyakan kepadanya apa yang dicarinya dalam pelarian itu, ia menjawab: "Tentu saja kebebasan. Aku mendambakan seharian penuh berjalan di padang rumput tundra tanpa sepotong rantai pun memberati kakiku," katanya. Di tahun 1952 Solzhenitsyn ikut serta dalam suatu pemogokan dalam kamp. Tahun 1953 Stalin mati, diikuti oleh jatuhnya "Kaisar Gulag" yang sehari-harinya menjabat sebagai kepala Polisi Rahasia Lavrenti Beria. Para tahanan mengadakan pemberontakan di kamp-kamp Kepulauan Gulag. Di Kengir, dekat Ekibutz dalam salah satu kamp terbesar para penghuni yang berjumlah 8000 orang, para tahanan berhasil menguasai kamp mereka selama 40 hari. Mereka hanya bisa ditindas setelah penguasa mendatangkan pasukan tank. Dalam Gulag I maupun II, Solzhenitsyn lebih banyak menceritakan bagaimana manusia Rusia menyerah pada perlakuan semena-mena. "Rantai paling kuat yang membelenggu mereka tak lain dari penyerahan diti secara total terhadap pembudakan atas diri mereka," demikian antara lain ia menyatakan. Ini terjadi, kata Zolzhenitsyn, karena " . . . kita tidak cukup cinta akan kemerdekaan kita . . . kita terlalu tergesa untuk menyerah dan penyerahan diri ini dilakukan dengan kegembiraan hati." Tapi dalam Gulag III, Solzhenitsyn meninjau kembali pandangannya. "Dalam waktu 60 tahun rejim komunis telah berdiri dan tak bisa dirobohkan. Ini bukan karena tak pernah ada perlawanan dari bawah. Bukan juga karena rakyat menyerah begitu saja kepada sistim ini. Itu disebabkan karena sistim komunis sangat kuat dan jauh di luar jangkauan ukuran manusia. Sesuatu yang orang-orang Barat sulit buat menggambarkannya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus