Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ada Ribut Kecil Di Simalungun

Tanaman padi lokal yang ditanam penduduk, terpaksa di musnahkan karena mengancam padi bibit unggul. rombongan camat siantar, simalungun, yang melaksanakan pemusnahan, dikeroyok penduduk. (krim)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA keributan sedikit, Sabtu 27 Mei lalu, di Kampung Tambun Sianjur, Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Sekitar 36 penduduk di sana, jam 14.30, menyerang rombongan Camat Ernis Siahaan. Mobil safari camat warna merah jambu itu dilempari batu. Kening camat terkena juga. Ucok Pardede, penyemprot hama turut jadi sasaran. Dia terpaksa dirawat di Rumah Sakit Umum Pematang Siantar. Seorang petugas penyuluhan dari Diperta Kabupaten Simalungun digenjot dadanya. Korban diopname di rumah sakit Pematang Siantar. Setelah pengeroyokan itu 3 di antara penyerbu, Harungguan Hutahayan, Harangan Tambunan dan Marisi Napitupulu ditangkap dan ditahan polisi Simalungun. Sementara itu sumber TEMPO di Kodak II/Sumatera Utara mengatakan, buntut dari pengeroyokan itu sudah ditahan 27 orang. "Dan di antaranya ada 2 orang eks tahanan PKI yang sudah dibebaskan." katanya. Belum diketahui apakah insiden ini memang ada latar belakang politik. Tapi peristiwa Simalungun tadi sudah dalam pembahasan antara Kadapol II/Sumatera Utara Brigjen Anton Soedjarwo dengan Pangdam II/Bukit Barisan Brigjen Ismail. Hari itu camat Siantar dan rombongan baru kembali dari sawah penduduk di kampung Tambun Sianjur. Mereka baru saja memusnahkan 9,5 hektar padi lokal yang ditanam penduduk. Padi itu dapat mengancam padi bibit unggul IR 32 dan IR 36 yang ditanam di sana seluas 1.622 hektar maka padi lokal (yang sudah dilarang ditanam tapi tak dipatuhi penduduk setempat) terpaksa disemprot untuk dimusnahkan. Akibat tindakan ini penduduk nan 36 orang tadi marah. Di tengah jalan mereka mencegat camat dan rombongannya. Dalam masa tanam barusan Bupati Simalungun BF Silalahi SH sudah memperingati petani daerah itu agar mereka menanam padi bibit unggul anti hama wereng. Jangan tanam bibit lokal seperti si Manis, si Cantik dan semacamnya. Ternyata peringatan ini tak diacuhkan. Menurut Kepala Diperta Simalungun, ir B. Sinulingga, dari hasil penelitian terhadap padi lokal telah dijumpai 5 sampai 10 hama wereng dalam setiap rumpunnya. Sedang pada padi IR 32 dan IR 36 hanya dijumpai satu hama coklat itu, dalam setiap rumpun. Khawatir hama tadi dapat memusnahkan padi varitas unggul yang 1.622 hektar, maka jalan satu-satunya adalah memusnahkan padi lokal yang ditanam menyisip tak jauh dari padi bibit unggul anti wereng itu. Sampai 31 Mei lalu yang belum dimusnahkan ada 3,5 hektar lagi. Dibantu Langsung Gara-gara ada ribut-ribut itu Bupati Silalahi juga terpaksa ke sana. Dia sudah menjanjikan: petani-peuni yang padinya dimusnahkan akan diganti dengan bibit varitas IR 32 dan IR 36. "Mereka kita bantu secara langsung dan sawah mereka akan dikerjakan bergotong royong untuk menghindari masa panen yang jauh," kata Silalahi. Selain dibantu memberi pupuk, kata bupati lagi, "bibit-bibit tadi akan ditabur saja di sawah." Setelah padi-padi lokal lenyap maka saat ini dibutuhkan biaya Rp 1,7 juta untuk mengkelola persawahan yang telah dimusnahkan. Biaya ini kedenarannya sedikit jika dibandingkan engan padi yang hendak diselamatkan di areal lebih 1.600 hektar itu yang dinilai sampai Rp 500 juta. Cuma, kenapa tindakan kekerasan tadi terpaksa dilakukan? Banyak yang menyesalkan sikap tersebut. "Diperta Simalungun atau petugas penyuluh gagal menggiring penduduk Tambun Sianjur agar patuh pada anjuran bupati," kata seorang penduduk. Malah ada yang mengatakan, "bibit unggul yang dibutuhkan petani justru selama ini sulit diperoleh dan tidak sepenuhnya disediakan dari sumbernya di Balai Benih." Dan setelah terjadi pemusnahan yang memancing emosi penduduk, memang agak aneh kedengarannya, petani juga yang disalahkan sebagai "tidak mematuhi anjuran pemerintah" untuk menanam bibit padi varitas unggul anti hama wereng atau VUAW itu. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumatera Utara kabarnya pernah menawarkan untuk mengadakan bibit unggul anti wereng. "Tapi ditolak Diperta," kata Mansen Purba, SH dari DPD HKTI. "Dan banyak bibit unggul yang dibagikan kepada petani justru berasal dari petani sendiri," tambahnya. Dia menilai insiden Simalungun tersebut karena "tidak berhasilnya petugas penyuluhan melaksanakan fungsinya." Sedangkan insiden-insiden seperti itu, menurut Mansen, sudah sering terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus