D~I mana-mana, di bekas negeri komunis ~di Eropa Timur, dalam sebuah pemilu multipartai bebas, partai komunisnya pasti keok. Tapi di Bulgaria, dalam pemilu putaran pertama Ahad pekan lalu, ditambah putaran kedua di Ahad kemarin, Partai Komunis Bulgaria yang ganti nama menjadi Partai Sosialis Bulgaria (PSB) menang. Perhitungan Senin pekan ini menghasilkan 211 kursi diraih PSB, sementara hanya 144 kursi diraih lawannya, yakni Kekuatan Persatuan Demokratik. Padahal, berdasarkan kesaksian pengamat internasional yang disponsori oleh Institut Demokrasi Nasional untuk Urusan Luar Negeri, pemilu berjalan jujur. Apa yang terjadi di Bulgaria, negeri berpenduduk sekitar 9 juta itu? Mungkin sejarah punya andil di sini. Di negeri ini antara komunisme dan nasionalisme tak pernah ada ganjalan. Sebagian besar rakyat masih berterima kasih kepada Rusia, yang memerdekakan Bulgaria dari jajahan Turki pada abad ke-19. Tak ada pilihan lain tampaknya bagi sebagian besar para orang-tua untuk memilih PSB. Lain dari itu, konsekuensi dijalankannya kapitalisme -- jika Kekuatan Persatuan Demokratik menan~g -- yakni adanya perbedaan kaya-miskin, pengangguran, pasar bebas yang mengakibatkan harga-harga bersaing sungguh asing bagi Bulgaria. Bisa dipahami bila rakyat memilih PSB, meski punya kenangan tak enak, daripada memilih konsekuensi yang tak pernah dikenal. Tapi dua hal itu mungkin sedikit abstrak. Yang jelas, dalam kampanye dan perdebatan di televisi, wakil-wakil PSB yang memang berpengalaman jauh lebih nampak pintar dan meyakinkan daripada wakil Kekuatan Persatuan Demokratik yang belum berpengalaman politik. Tak semuanya beres den~gan sebuah pemilu multipartrai yang bebas, memang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini