Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Buyarnya Suatu Mitos

Kisah operasi cahaya biru yang dilakukan oleh amerika dalam usahanya membebaskan sandera amerika di teheran, operasi tersebut mengalami kegagalan.

10 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAPA bisa gagal? Banyak orang Amerika yang ternganga ketika mendengar berita bahwa operasi 'Cahaya Biru' gagal. Selama ini mereka mempercayai mitos bhwa Amerika Serikat adalah super power. Dari pagi itu mereka menyaksikan Presiden Jimmy Carter agak lesu melalui siaran teve. Kolumnis koran Miami Herald, Charles Whited, menghubungkan kejadian di gurun Dasht-E-Kavir itu dengan kegagalan AS ketika melancarkan serbuan ke Teluk Babi tahun 1961. Ia menggambarkan perasaannya waktu itu: "Tiba-tiba mitos yang selalu kita pegang teguh -- diperkuat dengan sukses dalam berbagai konflik bersenjata sejak revolusi Amerika -- bahwa Tuhan selalu di pihak kita dan bahwa kekuatan AS tidak terkalahkan menjadi buyar." Presiden Carter menyebut kegagalan 25 April itu karena 'nasib buruk'. Sebelumnya ia begitu percaya bahwa para sandera bisa dipindahkan dengan selamat. Tapi pernyataan Carter ini tidak menjawab persoalan. Suatu rangkaian pertanyaan kemudian timbul. Terutama kalau betul maksud operasi tersebut semata-mata untuk menyelamatkan sandera. Mengapa heli yang turut dalam operasi itu hanya 8? Mengapa heli itu begitu mudah rusak? Operasi 'Cahaya Biru' yang bergerak dari Kapal Induk USS Nimitz, yang berada di laut Arab itu sebenarnya sudah lama dipersiapkan. Operasi itu didukung oleh 180 orang anggota pasukan komando yang sudah terlatih sebagai pasukan anti-teroris. Di antaranya 90 orang sudah berada di Teheran sebelum operasi itu dimulai. Sedang selebihnya ikut dalam penyerbuan yang gagal itu. Mereka adalah pasukan elite yang diambil dari keempat angkatan. Dan sudah dilatih sejak 2 tahun yang lalu di Fort Bragg yang juga menjadi Markas Bsar Pasukan Gerak Cepat AD-AS. Selama ini mereka dikenal dengan sebutan Tim Delta. Mereka menempati sebagian dari kompleks militer Fort Bragg yang mereka namakan Charlie's Angels. Nama ini diambil dari sebuah pertunjukan teve yang populer untuk menghormati Kolonel Charles Beckwith yang menjadi salah satu komandan unit dalam operasi 'Cahaya Biru' itu. Sebelum gagalnya operasi itu hampir tidak diketahui apa sebenarnya yang terjadi di kompleks Charlie's Angels itu. Hanya desas-desus sering terdengar bahwa di wilayah militer itu sedang dilatih pasukan anti-teroris. Dan ini baru terbuka dari laporan Fred Bost, seorang pensiunan sersan mayor yang menjadi penulis masalah militer pada The Fayetteville Times. Laporannya ga dimuat di Neu York Times. Sebagian satuan operasi, 'Cahaya Biru' dibentuk sekitar November 1977. Waktu itu pemerintah AS menyadari pasukannya kurang mampu untuk melakukan operasi penyelamatan. Sebagaimana yang pernah dilakukan pasukan komando Jerman Barat ketika membebaskan 89 orang sandera dari pesawat terbang yang dibajak di Mogadishu, Somalia. Dan untuk itu ditunjuk Kol. Charles Beckwith sebagai komandan karena pengalamannya dalam operasi Green Beret di Vietnam tahun 1965-66. Walaupun satuan ini berada di wilayah Angkatan Darat, Cahaya Biru tidak secara khusus berada di bawah kontrol mereka. "Ini adalah unit militer yang berada di bawah tanggungjawab Dewan Keamanan Nasional. Dan bekerja melalui nerartemen Pertahanan, di bawah program ketua Gabungan Kepala Staf," kita jurubicara Deplu Hodding Carter sebagai konfirmasi pada tahun 1978. Sebagai pasukan elite mereka dilatih seeara keras. Apalagi sebagian besar mereka datang dari Satuan Pasukan Khusus Angkatan Darat. Salah satu bentuk latihan mereka ialah kemampuan untuk lari dengan kecepatan tinggi sejauh 54 km. Menurut sebuah sumber militer, latihan serupa ini pernah menimbulkan kritik. Tapi ini tidak pernah diperhatikan Kol. Beckwith. Bahkan kepada anggota yang sudah menyelesaikan latihan terakhir ia selalu mengatakan, "kau harus membuktikannya lagi."' Para anggota pasukan ini punya tingkat inteligensia yang tinggi, kondisi fisik yang bagus dan bersedia menutup mulut. Sebelum mengikuti operasi di Iran itu mereka kabarnya sudah mendapat latihan di gurun pasir di bagian barat daya Amerika Serikat. Keadaan alamnya mirip dengan Iran. Mereka juga sudah melakukan 7 kali gladi resik. Itu berlangsung selama hampir 2 minggu sebelum hari-H operasi 'Cahaya Biru' itu. Begitu operasi berlangsung keadaan rupanya menjadi lain. Operasi 'Cahaya Biru' yang semula direncanakan akan memasuki Teheran pada pagi buta terpaksa dibatalkan Presiden Carter di pertengahan jalan. Karena 3 dari 8 pesawat helikopter RH-53 mengalami kerusakan (TEMPO, 3 Mei). Sumber Pentagon seperti yang dikutip New York Times menyebutkan bahwa ketika 6 pesawat sudah tiba di gurun Dasht-E-Kavir, terjadi perbantahan antara Kol. Beckwith dengan komandan utama operasi itu (namanya tidak disebutkan) serta beberapa perwira lainnya. Soalnya seorang perwira melaporkan bahwa 2 di antara 6 pilot heli dalam keadaan letih dan sakit, akibat mengalami terjangan angin gurun yang keras. Ia juga mempertanyakan apakah operasi ini bisa diteruskan. Kol Beckwith secara keras mendesak agar operasi ini diteruskan. Dan ini disetujui oleh Kol. Udara James Kyle, salah seorang komandan unit. Namun sewaktu akan lepas landas, terjadi tabrakan antara sebuah heli dengan pesawat Hercules C-1 30. Karena kejadian itu, Kol. Kyle memutuskan untuk cepat-cepat melakukan evakuasi setelah mendapat perintah pembatalan dari Washington. Di sini sekali lagi terjadi pertengkaran antara Beckwith dengan Kyle. Menurut sumber itu, Beckwith menghendaki agar kelima heli yang tinggal dihancurkan lebih dahulu. Namun Kyle menolak karena ingin buru-buru meninggalkan tempat itu. Tapi jurubicara Pentagon membantah semua berita ini. Ia mengatakan heli itu tidak dihancurkan karena bisa menimbulkan bahaya yang lebih besar akibat kebakaran dan ledakan dari amunisi yang ada di Hercules C-130. MENURUT sebuah sumber, rencana operasi penyelamatan itu akan dimulai dengan serbuan ke kompleks kedutaan-besar AS dan gedung Deplu Iran yang terpisah sekitar 1,5 km. Pasukan kormando yang sudah berada di Teheran secara bersamaan akan melakukan tugas tersebut. Sebelumnya hubungan listrik dan telepon ke kompleks itu akan diputuskan terlebih dahulu. Sementara itu pesawat tempur jet F-14 Tomcat yang bertolak dari USS Nimitz sudah akan melayang di udara Teheran untuk menjaga kemungkinan serbuan udara dari pihak Iran. Selain itu beberapa pesawat Hercules C-130 yang membawa persenjataan berat juga sudah akan berada di wilayah udara Teheran. Baik F-14 maupun C-130 baru akan bertindak bila tim penyerbu di darat mengalami kesulitan. Dan mereka juga akan segera bisa menumpas pesawat Iran yang akan mengudara setelah mengetahui operasi tersebut. Soalnya semua pesan komunikasi militer Iran akan disadap sehingga dalam detik yang sama pesawat AS bisa bergerak menuju sasaran. Dalam keadaan siap, terutama yang menyangkut operasi di udara, tim penyerbu darat akan memasuki kompleks kedutaan-besar dan gedung Deplu. Mereka akan menyemprotkan gas beracun ke arah kaum militan yang mengawal tempat itu. Begitu sandera dikeluarkan dari tempat mereka ditahan, pesawa heli -- yang sebelumnya bersembunyi di luar Kota Teheran -- akan mendarat di dalam kompleks itu. Dengan heli para sandera akan dibawa ke Posht-E-Badam, dekat gurun Dasht-E-Kavir yang terletak beberapa kilometer dari Tabas. Di situ ada lapang an terbang rahasia. Sementara itu pesawat F-14 akan membayangi perjalanan heli. Di Posht-E-Badam pesawat pengangkut C-130 sudah menunggu dan para sandera akan diangkut menuju Kapal Induk Nimit. Adanya lapangan terbang ini sebenarnya sudah diketahui Iran, ketika kaum revolusioner menangkap Mahmoud Jafarian, orang dekat Syah yang sudah dihukum mati setelah revolusi meletus. Jafarian semula bermaksud membakar peta lapangan terbang itu tapi ketahuan. Dia kemudian menjelaskan bahwa tempat itu dibangun CIA dengan sepengetahuan Syah. Setelah mengetahui hal itu, AU-lran mengusulkan agar lapangan itu dihancurkan. Karena mereka khawatir kalau di situ ada perlengkapan komunikasi yang bisa memberi isyarat kepada pesawat AS. Ironisnya ini tidak jadi mereka lakukan. Memang tanpa adanya lapangan terbang ini kemungkinan untuk menggunakan operasi udara secara besarbesaran agak sulit. Dalam operasi 'Cahaya Biru' peranan kekuatan udara tampaknya memang sangat menentukan. Pengisian minyak di udara memang tak jadi soal. Dalam operasi itu ikut serta pesawat tanker KC-135 yang diterbangkan dari Oman. Sedang untuk menembus radar Iran, lebih bukan soal lagi. Karena yang memasang radar itu adalah AS, mereka mengetahui pada ketinggian berapa radar tersebut tidak berfungsi. Begitupun operasi tersebut terputus di tengah jalan. Atau gagal. Namun reaksi orang Amerika tampaknya tidak menutup kemungkinan bagi Carter untuk mengulangi sekali lagi operasi semacam itu. Tentu tak sedikit yang mengejeknya. Misahlya, Ny. Zane Hall, ibu seorang sandera mengomentari kegagalan itu dengan mengatakan, "saya rasa Carter harus kembali ke Georgia untuk bertani kacang." Anehnya komentar ini sama dengan tajuk harian Al Qabas yang terbit di Kuwait - pada hari yang sama: "Satu-satunya korban dalam operasi itu adalah Carter. Ia harus mengundurkan diri dan kembali bertani kacang." Tapi Prof. Samuel P. Huntington, guru besar di Universitas Harvard berkomentar "Kenyataan bahwa AS tidak melakukan itu jauh-jauh hari menunjukkan bahwa kemungkinan sukses tidak terlalu tinggi. Tapi saya kira seluruh dunia akan memberikan pujian kepada AS karena teIah berusaha." Memang poll pendapat di AS beberapa hari sebelum Carter memutuskan dilaksanakannya operasi itu sudah menunjukkan bahwa sebagian besar menghendaki adanya tindakan militer terhadap Iran. Kegagalan ini memang merupakan pukulan buat Carter. Sebelum itu sudah ada yang menasihatinya agar tidak melakukan operasi ini, karena setelah Maret angin gurun sangat keras. Sementara Prof. Richard Frye, gurubesar studi tentang Iran di Universitas Harvard menyebutkan bahwa operasi itu merupakan tindakan yang bukan main tololnya. "Misi ini merupakan contoh lain dari sikap pemerintah Carter yang tidak bersedia berunding dengan Iran. Mereka hanya mau memberi ultimatum demi ultimatum," ujarnya. Kekecewaan orang Amerika dalam menghadapi krisis ini tampaknya cukup berdasar, terutama karena mereka sendiri tidak tahu dengan siapa harus berunding. Apakah dengan Presiden Bani Sadr, Dewan Revolusi, Ayatullah Khomeini atau mahasiswa militan? Atau dengan Parlemen yang akan dibentuk? Semuanya hampir tidak jelas, terutama tidak jelas siapa sebenarnya yang berkuasa. Sesuatu yang membedakan Iran dengan rezim lain di dunia. Tapi kekecewaan ini sebenarnya tak perlu jika AS juga memahami tuntutan mereka yaitu 'kembalikan Syah Iran'.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus