Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Surga Bagi Si Revolusioner

Iran tak gentar menghadapi ancaman aksi militer as berikutnya setelah kegagalan as dalam operasi cahaya biru. sikap iran dalam menghadapi peristiwa penyanderaan 20 orang staf kedutaan besar di london.(ln)

10 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAMPUKAH Iran menghadapi Amerika Serikat? Pertanyaan ini tiba-tiba menjadi relevan setelah AS mencobakan aksi militernya untuk membebaskan 50 sandera yang disekap mahasiswa militan selama 6 bulan itu. Gagal memang. Namun AS, menurut Menteri Pertahanan Harold Brown, tidak menyampingkan kemungkinan aksi militer berikutnya terhadap Iran. Bahkan Penasihat Keamanan Nasional Zbigniew Brzezinski mengatakan "kami tidak bisa tinggal diam dalam keadaan tidak pasti ini." Setelah gagalnya operasi 'Cahaya Biru' -- yang oleh Presiden Carter disebut sebagai misi kemanusiaan -- persoalan sandera itu tampaknya semakin sulit untuk diselesaikan. Apalagi para sandera itu sudah tidak berada di satu tempat. Dan tidak jelas di mana. Sedang kaum revolusioner Iran percaya bahwa 'misi kemanusiaan' Carter itu sebenarnya punya tujuan lain. Bukan sekedar ingin menyelamatkan sandera. "Aksi itu adalah bagian dari suatu rencana besar AS untuk menggulingkan pemerintah revolusioner," kata Presiden Abolhassan Bani Sadr. Ia juga menunjukkan indikasi bahwa ada orang Iran terlibat dalam aksi militer itu. Pertentangan antara kaum Fedayen dan Mujahidin yang semakin keras akhir-akhir ini, menurut Bani Sadr, juga bagian dari skenario Carter. Paling tidak Iran akan mudah untuk menjadikan AS sebagai kambing hitam dari setiap kerusuhan yang timbul. Mungkin juga ada benarnya bahwa unsur infiltran bisa ikut memanaskan situasi. Toh New York Times pekan lalu memberitakan bahwa sejumlah anggota pasukan komando AS telah memasuki Iran dengan menyamar sebagai pengusaha Eropa sebelum berlangsungnya operasi militer itu. Suatu clash di udara hampir saja terjadi di sekitar Teluk Oman. Pars melaporkan bahwa pesawat F-14 AS telah menembaki pesawat patroli Iran (28 April). Tapi karena datang bantuan dari 4 pesawat jet Iran, suatu pertempuran darat dihindari. JURUBICARA Departemen Pertahanan AS membantah berita Pars itu. Menurut versi AS, pesawat C-13 Iran semakin mendekati Selat Hormu -- tempat berpangkalnya kapal USS Nimitz, ketika 2 pesawat jet F-14 diterbangkan untuk berjaga-jaga. Keduanya langsung menggiring pesawat Iran itu untuk kembali ke wilayah udara Iran. "Tidak ada tembak menembak," kata jurubicara tadi. Peristiwa ini semakin membakar semangat kaum revolusioner Iran. Dan membuat mereka semakin percaya bahwa penyerbuan AS ke Iran hanya tinggal soal waktu. Ayatullah Khomeini secara berulangkali mengingatkan rakyat Iran untuk siap menghadapi segala kemungkinan Kepada Pengawal Revolusi, Khomeini sekali lagi menghimbau agar mereka tidak takut mati. "Jangan takut mati, karena buat syuhada ada tempatnya yaitu surga," kata sang ayatullah, pekan lalu. Kesiapan berkorban sudah nyata sepanjang berlangsungnya revolusi Iran. Hal ini terlihat juga pekan lalu dalam cara pemerintah Iran menghadapi peristiwa penyanderaan 20 orang staf kedutaan-besarnya di London. Lima penyandera keturunan Arab dari wilayah Khuzistan -- Iran bagian selatan -- menuntut agar 90 orang, teman mereka, yang ditahan pemerintah Iran supaya dibebaskan. Kalau tidak, para sandera akan dibunuh, kata mereka. Selama ini orang Arab di wilayah itu menuntut otonomi. "Bila mereka mati, mereka akan jadi syuhada dan akan dikuburkan secara terhormat," kata Presiden Abolhassan Bani Sadr. Iran menyerahkan sepenuhnya pada tanggungjawab pemerintah Inggris untuk menyelesaikannya. Menlu Sadeq Ghotbzadeh bahkan mengatakan bahwa Iran tidak akan tunduk kepada tuntutan para penyandera itu. "Tapi bila pemerintah Inggris menyatakan tidak sanggup mengatasinya, kami akan menangani sendiri persoalan itu," ujarnya. Sikap Iran itu tampak berbeda sekali dengan cara AS untuk membebaskan sandera di Teheran. Iran tidak menghimbau negara lain untuk ikut terlibat dalam menyelesaikannya. Namun para penyandera di London itu adalah kelompok teroris. Sementara nasib sandera Amerika di Teheran sepenuhnya berada di tangan Ayatullah Khomeini, tokoh utama Revolusi Islam Iran. Duta-besar Iran di PBB, Mansour Farhang, dalam sebuah wawancara teve di New York mengatakan bahwa penyanderaan di Teheran itu melawan hukum tapi bisa dipahami. la menyayangkan bahwa AS tidak pernah bisa mengakui kenyataan yang timbul sejak revolusi Iran sampai sekarang. "Dalam konteks sejarah, menerima kehadiran Syah di A.S jelas merupakan tindakan politik," ujarnya. Ketika AS mendukung kudeta di Iran tahun 1953 dan kudeta di Chili tahun 1974, katanya, pada hakekatnya AS juga melawan hukum. Memang ada semacam kesulitan buat orang luar dalam mencoba memahami revolusi Iran itu. Apalagi adanya kesan bahwa Bani Sadr hampir tidak berdaya dalam menghadapi kaum mahasiswa militan yang melakukan penyanderaan itu. Usaha Bani Sadr menyelesaikannya sejak semula begitu memberi harapan buat AS. Tapi ia selalu terbentur pada kekuasaan yang ada pada Khomeini. "Kami sedang dalam proses revolusi, tepatnya dalam situasi revolusi. Jangan anda harapkan adanya suatu pemerintahan yang stabil," kata Farhang. Iran menghadapi suatu negara super power juga dalam suasana yang tidak berkepastian. Apalagi pertentangan antara sesama kaum revolusioner masih terus berlangsung. Paling tidak Khomeini sendiri juga menyadari bahwa masih ada kekuatan yang akan membelokkan revolusi Iran itu. "Kalian harus membasmi mereka," ujarnya pada Pengawal Revolusi . Tampak Iran tak gentar dalam menghadapi ancaman AS berikutnya. Menlu Sadeq Ghotbzadeh di Beirut pekan lalu mengatakan bahwa Iran akan memasang ranjau di Selat Hormuz. Ranjau itu akan diledakkannya bila terjadi serangan AS sekali lagi. Ini tentu saja akan menghancurkan seluruh lalu lintas minyak dari negara Teluk Persia. "Jangan lupa bahwa kami hanya sendirian dalam menanggung beban konfrontasi ini," ujar Ghotbzadeh. "Kami siap untuk meledakkan wilayah Teluk Persia ini."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus