Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ilmuwan Cina mengembangkan sebuah model baru untuk prakiraan cuaca sub-musiman menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI), sehingga prakiraan cuaca lebih baik dan diharapkan bisa mengurangi dampak bencana iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harian Global Times mengutip anggota tim yang mengembangkan model, pada Kamis, 18 Juli 2024, mewartakan model "FuXi Subseasonal," yang dikembangkan oleh sejumlah ilmuwan Akademi Kecerdasan Buatan untuk Sains (SAIS) Shanghai, Universitas Fudan, dan Pusat Iklim Nasional Tiongkok, mengalami peningkatan kecepatan operasional ribuan kali lipat, dan keakuratan perkiraan yang lebih tinggi serta periode perkiraan yang lebih lama dibandingkan model resmi internasional yang ada,
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Peringatan bencana iklim adalah nilai penting lainnya dari model FuXi Subseasonal ini." kata Qi Yuan, yang bertanggung jawab dalam tim pengembangan.
Dia mengatakan tim tersebut telah meningkatkan secara signifikan masa prakiraan bagi cuaca ekstrem dari 30 hari menjadi 36 hari, meramalkan potensi bencana iklim secepat mungkin, dan mendapatkan lebih banyak waktu untuk melakukan tindakan respons dan mitigasi.
Model "FuXi-Subseasonal" mewakili salah satu model AI yang menjamur di Cina yang digunakan untuk memprediksi cuaca ekstrem. Pada Juli tahun lalu ketika topan Doksuri melanda Cina, Fengwu, sebuah mesin model pembelajaran yang dikembangkan Laboratorium Kecerdasan Buatan Shanghai, mampu melampaui model serupa di Eropa dan Amerika dalam memprediksi pergerakannya.
Sementara itu Bai Lei, seorang ilmuwan dari Laboratorium Kecerdasan Buatan Shanghai, menjelaskan model Fengwu fokus utamanya pada tahap peramalan dengan memanfaatkan data yang diperoleh dari analisis ulang atmosfer dan memperoleh prakiraan cuaca yang lebih akurat.
Model AI seperti Fengwu menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis elemen yang disediakan oleh asimilasi data atmosfer, seperti kecepatan angin, suhu, dan kelembapan untuk memprediksi cuaca di masa depan. Kecerdasan buatan dapat memanfaatkan elemen meteorologi masa lalu, seperti suhu, untuk meramalkan cuaca di masa depan dan mencapai hasil yang lebih tepat, jelas Ouyang Wanli, ilmuwan lain dari laboratorium Shanghai.
Tidak seperti model fisik tradisional yang sebagian besar dijalankan pada superkomputer, Fengwu hanya memerlukan satu unit pemrosesan grafis untuk menghasilkan prakiraan cuaca global dengan presisi tinggi untuk 10 hari ke depan dalam 30 detik.
Sumber: Anadolu
Pilihan editor: Riset AI di Dunia Pendidikan, Mayoritas Jawaban ChatGPT Tak Terdeteksi oleh Penguji
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini