SEORANG lelaki muda, dengan tangan terborgol ke belakang, dipajang di belakang punggung Gloria Macapagal-Arroyo. "Kita harus menjamin bahwa orang macam dia berada di belakang terali besi," ujar Presiden Filipina itu. Ini diucapkan Arroyo saat ia memberikan konferensi pers mengenai penangkapan teroris kelas kakap bernama Abdulmukim Idris itu Kamis pekan lalu.
Abdulmukim ditangkap bersama truknya yang penuh peledak. Ia konon berniat menyerang Kedutaan Besar Amerika Serikat serta mal-mal dan Gedung Bursa Efek Manila. Kepada pejabat militer, ia mengaku sebagai otak serangkaian serangan bom di Zamboanga, kota pelabuhan di pantai barat daya Mindanao. Serangan bom terakhirnya di Mindanao, beberapa hari setelah ledakan bom di Bali, menewaskan tujuh orang dan melukai ratusan lainnya. Kata pihak militer, ia dilatih oleh dua orang Yaman yang mungkin sekali anggota jaringan Al-Qaidah, organisasi teroris terbesar di dunia pimpinan Usamah bin Ladin, dan Jamaah Islamiyah.
Arroyo menggambarkan pemuda tersebut sebagai "pengebom nomor satu kelompok Abu Sayyaf", yang oleh pemerintah Filipina digolongkan sebagai jaringan Al-Qaidah. Kelompok ini sering menculik untuk mendapat uang tebusan. Terakhir, mereka meminta tebusan Rp 3 miliar untuk pembebasan tujuh sandera, termasuk tiga warga Indonesia, yang diculik dari kapal tunda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini