Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Daniella Weiss, seorang tokoh pendukung aneksasi Israel dan pemukiman ilegal di wilayah Palestina, dilaporkan masuk dalam daftar nominasi Nobel Perdamaian 2025. Nominasi tersebut diajukan oleh dua profesor dari Universitas Ariel dan Universitas Ben-Gurion di Israel.
Dilansir dari laman Morocco World News, dalam surat yang dikirim ke Komite Nobel di Norwegia, Profesor Amos Azaria dan Shalom Sadik mengklaim bahwa Weiss telah berkontribusi dalam "memperkuat komunitas Yahudi dan meningkatkan stabilitas regional." Mereka juga berpendapat bahwa kehadiran pemukiman Yahudi di Tepi Barat telah "mencegah kekerasan dan meningkatkan keamanan" di wilayah tersebut. Keduanya menyatakan bahwa meskipun telah terjadi puluhan ribu kematian orang Palestina di Gaza, namun karena peran Weiss ini yang mencegah ketegangan dan membuat jumlah korban dinilai masih jauh lebih rendah di Tepi Barat.
Akan tetapi, menurut Arab News, klaim tersebut bertentangan dengan pandangan internasional. Pemukiman Israel di Tepi Barat secara luas dianggap ilegal oleh komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bahkan, pada Juni 2024, pemerintah Kanada menjatuhkan sanksi terhadap Weiss atas dugaan "kekerasan ekstremis terhadap warga sipil Palestina di Tepi Barat."
Dinukil dari laman The New Arab, Weiss adalah pemimpin organisasi pemukim radikal Nachala, yang secara terbuka menyerukan aneksasi penuh Tepi Barat dan pemukiman kembali Jalur Gaza, wilayah yang ditinggalkan Israel pada 2005. Retorikanya yang kerap menghasut terhadap warga Palestina telah dikaitkan dengan meningkatnya serangan pemukim di wilayah pendudukan. Sejak pecahnya perang di Gaza pada Oktober 2023, aksi kekerasan oleh pemukim Israel dan serangan militer di Tepi Barat semakin meningkat. Ratusan warga Palestina tewas akibat penggerebekan militer dan serangan pemukim yang kian brutal.
Nominasi Weiss untuk Nobel Perdamaian memicu kemarahan di media sosial. Sejumlah pengguna mempertanyakan keputusan tersebut, bahkan menganggapnya sebagai lelucon. "Untuk sesaat, saya kira ini hanya satire, tapi ternyata bukan," tulis seorang pengguna. Yang lain menambahkan, "Tidak akan ada seorang pun yang mau menerima penghargaan Nobel jika hal ini terjadi," tulis pengguna lain dikutip dari laman Arab News.
Pemenang Nobel Perdamaian 2025 dijadwalkan diumumkan pada Oktober dengan upacara penghargaan berlangsung pada 10 Desember di Oslo, Norwegia. Menurut situs resmi Nobel, tahun ini ada 338 kandidat yang terdiri dari 244 individu dan 94 organisasi yang masuk dalam daftar nominasi.
Pilihan Editor: Pembantaian Sektarian dan Agenda Israel di Suriah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini