Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dari domba ke tangan singa?

Yitzhak shamir menjadi pm israel sesuai kesepakatan partai buruh dengan partai likud. shamir menolak ide peres a.l. tentang konferensi internasional dan pemecatan menkeu yitzhak modai. (ln)

18 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH dua tahun Shimon Peres menduduki kursi PM Israel, kini tiba giliran Yitzhak Shamir menggantikannya. Selasa pekan ini, kedua tokoh itu bertukar jabatan, sesuai dengan kesepakatan antara Partai Buruh dan Partai Likud yang membentuk pemerintah koalisi selepas Pemilu 1984. Waktu itu, tak satu partai pun bisa membentuk pemerintahan sendiri. Maka, Partai Buruh, yang memperoleh 44 dari 120 kursi Parlemen Israel (Knesset), terpaksa bekerja sama dengan Likud (41 kursi), serta 5 partai kecil lainnya (35 kursi). Disepakati jabatan perdana menteri digilir antara Partai Buruh dan Likud untuk masing-masing 25 bulan, dengan Peres pada giliran pertama. Dan, Peres, pemimpin Partai Buruh, Jumat pekan lalu menyerahkan jabatan PM kepada Presiden Chaim Herzog. Kesepakatan yang "tak lazim" itu ternyata berjalan mulus. Bahkan mayoritas orang Israel menganggapnya berhasil. Ini tentunya tak lepas dari peranan Peres -- yang menurut hasil poll (pengumpulan pendapat umum) yang dilakukan koran Jerusalem Post, September lalu, jauh lebih populer ketimbang Shamir. Di bawah Peres, Israel berhasil "keluar" dari Perang Libanon, dan menurunkan tingkat inflasi dari 455 persen ke sekitar 20 persen per tahun. "Sumbangan terbesar saya sebagai perdana menteri, yaitu mengembalikan kepercayaan diri pada rakyat Israel dan kepada sistem demokrasi," ujar Peres pada berbagai kesempatan. Peres, kini 63, yang lahir di Polandia dan pindah ke Israel selagi bocah, dalam usia 29 tahun berhasil menjadi direktur jenderal termuda pada Kementerian Pertahanan di Israel. Pada 1965, ia keluar dari Partai Buruh karena berselisih dengan gurunya, Bapak Israel, Ben Gurion. Baru pada 1977, ia kembali, lalu diangkat sebagai menteri pertahanan. Tiga tahun kemudian, ia memenangkan posisi ketua Partai Buruh. Dalam dua kali pemilu (1977 dan 1981) ia dikalahkan Menachem Begin dari Partai Likud. Selama Pemilu 1984, Peres mendapat julukan "Bapak Plin-Plan", karena dianggap tak pernah bersikap tegas atas sejumlah soal penting. Toh, negarawan yang sering diejek "biang gagal" ini kemudian mendapat nama harum di dalam negeri dan dunia internasional, karena terobosannya untuk mengakhiri konflik Arab- Israel yang telah berjalan 40 tahun. Di antaranya, kunjungan Peres ke Marokko, Juli lalu, untuk menemui Raja Hassan. Walau gagal mengajak Yodania ke meja perundingan, Peres dalam pertemuannya dengan Presiden Mesir Husni Mubarak, September lalu, sepakat untuk membentuk komite persiapan bagi penyelenggaraan konperensi internasional mengenai Timur Tengah. Di dalam negeri, Shamir, yang bergaris keras, dengan tegas menolak ide penyelenggaraan konperensi internasional itu. "Sebab, hanya akan merugikan Israel," katanya. Ia mengisyaratkan untuk membuka perundingan langsung dengan setiap negara Arab untuk masalah itu. Perbedaan antara Shamir dan Peres bukan hanya itu. Benih perselisihan juga tampak dalam masalah pembangunan permukiman baru warga Yahudi di Tepi Barat. Para pemimpin Partai Buruh khawatir, di bawah Shamir, izin pembangunan permukiman baru akan lebih banyak dikeluarkan -- padahal selama dua tahun Peres hanya mengizinkan satu saja. Menurut perjanjian Likud-Buruh, "hanya" enam permukiman baru yang diizinkan. Sisa yang lima, menurut Jerusalem Post, akan segera dibangun. "Tak lebih dari itu, karena Likud terikat perjanjian. Lebih baik memperluas yang telah ada saja," tutur Shamir membela diri. Di bawah Shamir, diperkirakan kaum ekstrem kanan akan mendapat angin. Pengumpulan pendapat umum menunjukkan, masyarakat Israel pada tahun-tahun terakhir semakin bersikap keras terhadap negara-negara Arab, khususnya PLO. Menjawab pertanyaan keikutsertaan PLO (jika mengakui Israel) dalam perjanjian damai, 43 persen setuju 52 persen menolaknya. Padahal, tiga tahun lalu, perbandingan sudah 48% : 41%. Sikap warga Palestina di wilayah yang diduduki (Tepi Barat dan Gaza), menurut poll, juga bertambah keras. Poll yang diselenggarakan harian Al Fajr, bulan lalu, menunjukkan mayoritas warga Palestina di wilayah yang diduduki mendukung perjuangan bersenjata untuk menghancurkan Israel, dan 71 persen menganggap Yasser Arafat pemimpin yang paling disukai. Ganjalan hubungan Shamir-Peres yang lain, yaitu soal bekas Menteri Keuangan dan Kehakiman Yizhak Modai dari Likud, yang dipaksa mengundurkan diri Juli lalu, karena menghina Peres. Likud berniat menarik kembali Modal, tapi mendapat tentangan keras Partai Buruh. Dalam pertemuan Peres-Shamir, Ahad malam lalu, masalah ini masih tetap tak terselesaikan. Diperkirakan Modal akan diangkat sebagai menteri tanpa portfolio, yang dirundingkan sebelum pergantian jabatan dilakukan. Menurut kesepakatan, posisi anggota kabinet tak akan berubah, masing-masing 10 dari Likud dan Buruh, serta 5 dari partai kecil lainnya. Shamir, 71, yang telah 30 tahun berkecimpung di dunia politik Israel, tiga tahun menjabat menlu di bawah PM Begin, dan setelah Begin pensiun menjadi PM untuk waktu 11 bulan. Untuk waktu dua tahun mendatang, Shamir meramalkan "perubahan gaya, tapi bukan hal yang mendasar". Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus