API pemberontakan di pedalaman Salvador telah menjilat ke dalam
kota. Selama dua pekan gerilyawan Marxis sudah menyulut Tecapan,
Cuscatancingo, dan San Miguel. Terakhir San Salvador -- ibukota
yang dihuni 335.000 jiwa. "Itu baru serangan permulaan," kata
juru bicara gerilyawan. Mereka merencanakan serangan yang lebih
berat menjelang pemilihan umum, 28 Maret.
Sasaran utama gerilyawan sayap kiri di dalam kota adalah sarana
komunikasi dan transportasi pemancar radio, kantor telepon,
serta perusahaan bis. Di Tecapan, 80 km dari San Salvador,
mereka bahkan sempat membakar gedung balai kota .
Di San Salvador, suatu serangan pagi buta oleh gerilyawan pekan
lalu sempat membuat Pemerintahan Jose Napoleon Duarte panik.
Penyerang berhasil menduduki separuh kota, di bagian utara,
selama dua jam. Mereka baru mundur setelah tank dan helikopter
menembaki kota.
Berita korban yang jatuh simpang siur. Juru bicara militer
mengatakan pasukan pemerintah menewaskan 15 penyerang, sedang di
pihak mereka cuma satu orang luka-luka. Menurut sumber lain,
terbunuh delapan tenrara dan dua gerilyawan .
Di Cuscatancingo, ketika gerilyawan menyerbu kora, sekitar 300
murid Sekolah Dasar (SD) terkurung di kelas masing-masing selama
empat jam. Waktu pertempuran di awal pekan lalu itu, "Kami
tiarap terus di lantai sampai pasukan pemerintah datang
membebaskan," ujar seorang guru. Semua murid selamat, tapi
gedung sekolah mereka bolong-bolong dihajar peluru. Kini SD
tersebut ditutup untuk sementara.
Duta Besar AS Deane Hinton juga melihat situasi menjelang
pelaksanaan pemilu di El Salvador makin riuh dan panas. "Hujan
di sini, dalam hari-hari mendatang, hujan peluru," kata Hinton.
Gebrakan gerilyawan--terutama sejak Duarte memegang tampuk
pemerintahan, Oktober 1979--telah meminta korban 30.000
penduduk, sebagian besar tak terlibat dalam kegiatan politik.
Tiap tahun jumlah anak yatim piatu juga meningkat. Di Zaragosa,
di sebuah gereja kecil yang diurus Pastor Kenneth Iyers,
tercatat 180 anak yang kehilangan orang tua akibat perang
saudara.
Menurut presiden Costa Rica Luis Alberto Monge, kekuatan yang
bertarung di El Salvador sebetulnya cuma dua kelompok Marxis
dan tentara Gerilyawan sayap kanan bukan kekuatan yang
diperhitungkan. Monge tak yakin perubahan drastis akan terjadi
di El Salvador dalam waktu dekat. "Andaikata kaum gerilyawan
menang tidak ada jaminan rakyat El Salvador akan mempunyai
pemerintah demokrasi," katanya Berbicara pada pers di California
pekan lalu, Monge menampilkan rakyat El Salvador jika di bawah
rezim komunis sebagai lepas dari mulut harimau masuh ke mulut
buaya.
Tapi Ferman Cienfuegos, tokoh yan, disebut-sebut memimpin
gerilyawan Marxis, dalam pidatonya di corong radio Venceremos,
milik gerilyawan, mengatakan bahwa El Salvador akan damai bila
sayap kiri memerintah. Ia menyebut pemilu yang diatur Duarte
sebagai sandiwara belaka. Cienfuegos mengajak rakyat untuk
memboikot.
Aksi ke dalam kota, menurut gerilyawan, membuktikan pada
masyarakat bahwa mereka bisa mengancam setiap orang yang aktif
dalam pemilu. "Tak usah khawatir, " kata Duarte yang mencoba
mengamankan pelaksanaan pemilu.
Presiden Duarte, yang didukung oleh junta militer, optimistis
bisa memenangkan pemilu. Tanda-tanda sementara memang begitu.
Menurut pengumpulan pendapat umum, koalisi Duarre dengan Partai
Kristen Demokrat akan merebut 31 kursi parlemen - lebih dari
separuh jumlah yang diperebutkan. Sisanya terpecah di kelompok,
yang satu sama lain juga tak akur, Konsiliasi Nasional, Aksi
Pembaharuan, dan lainnya.
Koalisi Duarte dengan Partai Kristen Demokrat sebetulnya bukan
rezim tengah seperti diperkirakan pemerintahan Ronald Reagan.
Rezim Duarte cenderung sosialis. Gagasan yang dijualnya dalam
kampanye, dua minggu lampau, dekat sekali dengan Marxisme. Ia
menginginkan pembaruan ekonomi lewat landreform dan perubahan
sistem perbankan.
Saingan kuat Duarte adalah Roberto D'Aubuisson, bekas mayor
Angkatan Darat yang menjadi pemimpin sayap kanan. Dia tampil
dengan gagasan memulihkan kembali oligarki tuan tanah bersama
sekutunya dari militer. Ia juga menyatakan akan menumpas
pemberontak tentu saja sayap kiri, bila terpilih sebagai
penguasa di El Salvador.
Presiden Reagan membantu rezim Duarte yang dianggapnya mampu
mencegah El Salvador jatuh ke tangan komunis internasional. Kini
hampir seluruh negara di Amerika Tengah menjadi merah. Terakhir
Nikaragua yang, menurut tuduhan di Washington, telah
menyelundupkan senjata untuk pemberon tak El Salvador.
Selain bantuan uangnya,pemerintahan Reagan mengirim juga
senjata dan penasihat militer. Di El Salvador saat ini bertugas
50 penasihat militer Amerika, sebagian besar perwira dan pilot
helikopter. Tapi citra rezim Duarte di mata dunia semakin
merosot, apalagi empat wartawan Belanda yang bekerja untuk
jaringan televisi antara gereja, IKON, tertembak mati sewaktu
meliput perang di desa Paraiso--70 km di utara San Salvador.
Reporter Jacobus Andries Koster, 46 tahun, juru kamera Jan
Johannes Willemsen, 40 tahun, reporter Jan Kuyper, 39 tahun, dan
juru suara Hans Lo dewijk Ter Laag, 25 tahun, diduga ditembak
pasukan pemerintah.
Menteri Luar Negeri Belanda Max van der Stoel telah menugasi
dubesnya untuk Meksiko ke San Salvador guna menyelidiki kasus
terbunuhnya empat wartawan Belanda itu. Ia menyebut insiden ini
sebagai persoalan serius. Reagan juga menyesalkannya.
Departemen Hankam El Salvador mengatakan keempat wartawan itu
tewas akibat peluru nyasar waktu terjadi kontak senjata antara
pasukan pemerintah dengan gerilyawan. Ia memperingatkan agar
pers berhati-hati mengadakan pertemuan dengan pemberontak.
Koster dkk. memang meliput dari barisan gerilyawan.
Duarte tak menghiraukan insiden ini. Ia tetap saja berkampanye
tentang kebaikan pemerintahannya sementara pihak militer tetap
mendukungnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini