"PERANG" sedang berlangsung di Yogyakarta. Kota gudeg yang juga
dianggap kota budaya ini kini dengan sengaja sedang dicemarkan
secara besar-besaran.
Pasalnya: perang poster kampanye pemilu antara ketiga kontestan.
Di hari pertama masa kampanye, 15 Maret, suasana masih "sopan".
Poster kampanye kebanyakan berupa slogan. Tapi hari kedua mulai
berkembang tulisan yang aneh-aneh. Golkar muncul dengan spanduk
kain di hampir tiap tiang listrik dengan tulisan "Petani milih
Golkar", "Wanita Pilih Golkar","Mahasiswa Pilih Golkar" dan
sebangsanya.
Esoknya PPP membalas dengan tulisan "Warganegara Indonesia Pilih
Ka'bah". Namun keesokan harinya PDI menyaingi. Di samping
tulisan "Wanita Pilih Golkar", PDI memasang di sebelahnya "Ibu
dan Anaknya Pilih PDI". Jika ada tulisan "Kenek Sopir Pilih
Golkar", di sebelahnya segera terpampang "Penumpang Pilih PDI".
Begitu seterusnya.
Beberapa seruan dan slogan terasa mencari-cari dan terkadang
keterlaluan. Misalnya di Jalan Cokroaminoto pernah tertulis
dengan cat "Tuhan Pilih PDI". Tapi tulisan ini tak berumur lama,
karena di depannya segera ditambahkan kata "Umat" berkat teguran
pimpinan PDI sendiri.
Pemasangan poster dan penulisan corat-coret tersebut umumnya
dilakukan generasi muda ketiga kontestan. Tugas mereka tidak
cuma itu. Mereka juga bertugas "menjaga" tanda gambar yang
dipasang di jalan atau ditempel di tembok. Pernah tanda gambar
PDI dicabut polisi karena dipasang sebelum kampanye. Karena
tempatnya strategis, begitu dicabut tempat itu dijaga
pemuda-pemuda Banteng supaya tidak dimasuki tanda gambar lain
sementara izin pemasangan diminta kembali.
Akhir pekan lalu generasi muda PPP bergerak dengan cat. Mereka
menulis di dipding rumah di tepi jalan atau pertokoan Ada yang
lucu, namun banyak juga yang menyeramkan. Di antaranya
"Orang-Orang Waras - Pilih Ka'bah" atau "Diam-diam Sultan Pilih
Ka'bah".
Banyak lagi yang menyinggung soal akhirat atau hari kiamat.
Bendera Ka'bah juga satu-satunya bendera yang dikibarkan di atas
pohon beringin di depan kraton.
Yang lebih aneh: tulisan dalam poster tidak saja dalam bahasa
Indonesia atau Jawa, tapi juga bahasa Inggris. Ini mungkin untuk
konsumsi turis.
Suasana kampanye di beberapa daerah lain tampak tenang. Misalnya
di Jawa-Timur. Berbeda dengan lima tahun lalu, kampanye pemilu
di provinsi ini berlangsung dengan adem-ayem. Hanya ada satu
insiden kecil di Malang tatkala seorang juru kampanye PDI
diminta turun oleh polisi. Jurkam itu menyebut "korupsi" dalam
pidatonya. "Dia diminta turun hanya untuk menandatangani surat
izin," begitu keterangan resmi Ketua DPD PDI Ja-Tim Marsoesi.
Tenangnya kampanye di Ja-Tim bisa terlihat dari suasana kantor
PPP di Jalan Raya Darmo, Surabaya. "Kalau dulu belum lagi masa
kampanye berlangsung 'pengungsi' sudah pada berdatangan ke
kantor ini," ujar seorang petugas sekretariat. "Sekarang sudah
seminggu kampanye berlangsung, tak seorang pun yang datang
mengungsi," tambahnya. Pada 1977 sekitar 40 orang yang mengungsi
di kantor itu karena "tekanan", sedang jumlah yang mengungsi di
kantor-kantor cabang PPP lebih banyak lagi.
Kerusuhan di Lapangan Banteng, Jakarta, pekan lalu tampaknya tak
menyentuh kota-kota lain, sekalipun hantu desas-desus
bergentayangan. Agaknya semua orang berharap agar insiden itu
tak berekor lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini