SEKITAR 200 polisi antihuru-hara mati-matian berjuang menyingkirkan 500 guru sekolah yang bertahan di halaman depan gedung parlemen Peru di Ibu Kota Lima, Rabu pekan lalu. Polisi membubarkan kerumunan guru beberapa jam setelah Presiden Alejandro Toledo memberlakukan keadaan darurat selama 30 hari. Polisi juga melepaskan tembakan gas air mata ke tengah kerumunan 5.000 guru di Chiclayo, kota di utara Lima. "Negeri ini tidak boleh diruntuhkan. Demokrasi dengan peraturan dan tanpa otoritas bukanlah demokrasi," ujar Toledo.
Selama dua pekan terakhir, guru, dokter, dan perawat menggelar aksi mogok dan demonstrasi untuk menuntut kenaikan gaji. Guru menuntut kenaikan gaji dari US$ 60 (Rp 500 ribu) menjadi US$ 200 (Rp 1,6 juta). Selasa pekan lalu sekitar 35 ribu dokter dan perawat dari delapan rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan turun ke jalan. Belakangan, petani bergabung dan menutup jalan raya dengan batu dan membakar ban.
Peru termasuk negara Amerika Latin dengan pertumbuhan ekonomi paling cepat. Tapi, Toledo menolak tuntutan guru, dokter, dan perawat karena hal itu harus seizin IMF. Pemerintah mengerahkan tentara dan polisi untuk membuka kembali sekolah yang ditinggalkan guru. Ini keadaan darurat kedua yang diberlakukan Toledo. Survei di awal bulan silam menunjukkan dukungan terhadap Toledo hanya tinggal 14 persen.
Raihul Fadjri (BBC, AP, Reuters, Manila Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini