Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Datang lagi khieu samphan untuk ...

Pm. pol pot digeser dan kongres rakyat demokratik kamboja menunjuk khieu samphan. tujuannya, untuk membuka jalan bagi kerjasama seluruh kelompok gerilya. usaha asean untuk berdialog dengan vietnam, gagal.(ln)

29 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CITRA Pol Pot rupanya sudah disadari jelek benar Seorang pejabat tinggi Muangthai pekan lalu mengungkapkan kepada Bangkok Post bahwa Perdana Menteri Pol Pot telah dicopot dari jabatannya. Kongres Rakyat Demokratik Kambodia (PCDK) yang bersidang di pegunungan Cardamon pertengahan Desember lalu telah menunjuk Khieu Samphan, Kepala Negara DK, sebagai perdana menteri yang baru Dan dalam salah satu keputusan PCDK juga disebutkan tentang adanya perubahan konstitusi sosialis. I tal ini, begitu sumber tersebut menjelaskan, dimaksudkan untuk membuuka jalan bagi kerjasama seluruh kelompok gerilya yang sedang melawan Vietnam. Pergantian ini tampaknya juga bertujuan memperbaiki citra mereka. Rezim Pol Pot selama ini dianggap tergolong kejam dalam sejarah umat manusia. Bahkan Pangeran Norodom Sihanouk, bekas kepala negara Kambodia yang digulingkan Lon Nol, menyebut Pol Pot sebagai orang gila. Dan ia menyebut Ieng Sary, Menlu dalam rezim Pol Pot, sebagai orang sadis. "Mereka adalah fasis bukannya komunis," kata Sihanouk yang dikutip The Straits Times Khieu Samphan, 48 tahun, yang masih bujangan itu mendapat gelar Doktor Ekonomi di Universitas Sorbonne, Paris. Dia pernah menjadi menteri dalam pemerintahan Sihanouk, sebelum terpaksa melarikan diri ke hutan. Pemunculannya sekarang mungkin akan memperlancar jalan bagi golongannya untuk bergabung dengan Sihanouk, Lon Nol dan kelompok lainnya dalam Front Persatuan dalam melawan Vietnam. Apalagi selama ini tokoh Khieu Samphan tergolong moderat. Dialah yang mengusahakan pembcbasan Sihanouk dari tahanan rumah Januari lalu, beberapa saat sebelum Vietnam merebut Phnom Penh. Terbuka kesempatan pada Sihanouk kemudian untuk pergi ke Beijing. Namun dia juga dikenal sebagai seorang komunis yang nasionalis dan anti-kerajaan. Bahkan berbagai kalangan percaya bahwa program yang dilancarkan Pol Pot ketika mengosongkan Phnom Penh -- setelah Lon Nol jatuh tahun 1975 -- berdasarkan thesis ekonomi Khieu Samphan daham membangun masyarakat Kambodia yang tanpa kelas. Bahwa langkah baru ini akan merupalan tahap pertama bagi suatu penyelesaian politik di kawasan Indocina itu. Mungkin masih sulit untuk diramal. Karena para kelompok anti-Vietnam yan sekarang berjuang di dekat perbatasan Muangthai-Kambodia tampaknya cukup berselisih paham. Mereka datang dari berbagai aliran ideologi. Minimal dengan pergantian Pol Pot ini mungkin tercipta opini internasional yang baru. Karena selama ini sulit bual negara tertentu untuk bisa mengakui atau mendukung Pol Pot dalam menghadapi Vietnam Terutama mengingat kekejaman rezimnya. Sihanouk bahkan menyesalkan sikap beberapa negara Karat dan ASE\N yang nemberikan dukungan pada rezim Pol Pot supaya tetap menduduki kursi Kambodia di PBB dalam wawancaranya dengan The Straits Times, Shihanoukk mengatakan, "Saya sangat marah, saya protes. Karena di negara saya tak ada pemerintahan. Vietnam menjajah negara saya." Kemarahan Sihanouk ini tentu saja disebabkan adanya dukungan yang diberikan ASEAN kepada rezim Pol Pot sebagai pemerintahan yang sah. Melawan Hak Rakyat Namun setelah pertemuan Menlu ASEAN di Kuala Lumpur 15 Desember lalu, Indonesia muncul dengan sikap yang agak berbeda dengan anggota lain. Paling tidak, seperti yang dikatakan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, dukungan terhadap pemerintahan Pol Pot bukan tanpa reserve (TEMPO, 22 Desember). Sementara itu usaha ASEAN untuk berdialog dengan Vietnam rupanya sudah tertutup. Semula Menlu Malaysia Tengku Ahmad Rithauddeen ditugasi menemui pemerintah Hanoi atas nama ASEAN. Ternyata Hanoi menolak. Karena Hanoi tetap tidak mengakui ASEAN. Bahkan Departemen Luar Negeri Vietnam, menurut Kantor Berita Vietnam (VNA), menyatakan bahwa pernyataan Menlu ASEAN di Kuala Lumpur itu adalah usaha campur tangan terhadap masalah dalam negeri Kambodia. "ASEAN telah melawan hak rakyat Kambodia untuk menentukan nasibnya sendiri dan secara kasar telah melanggar hukum internasional dan piagam PBB," demikian Deplu Vietnam. Rezim Heng Samrin yang didukung Vietnam makin kuat, menurut laporan dari seorang juru potret Prancis yang mengunjungi Kambodia selama 4 minggu. Dengan sepeda motor dan sebagian dengan mobil, Jean-Claude Labbe memasuki wilayah itu tanpa pengantar, dan tanpa menjumpai pendukung Pol Pot. "Sejauh yang saya lihat tak satupun bendera Khmer Merah berkibar di wilayah itu," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus