Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kini, dari telapak kaki

Setelah 14 tahun ditahan, pramudya ananta toer merasa kehilangan perasaan tanggung jawab terhadap keluarga. menulis membuat integritas kepribadiannya utuh. (nas)

29 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JABATAN tangannya keras. Tubuhnya tegap dengan berat 66 kg. Sambil melinting rokok, ia berkata "Kalau saya berhenti merokok, bisa jadi berat saya naik sampai 70 kg. Dan jantung saya yang tidak akan kuat. "Dalam usianya yang 54 tahun, Pram memang tampak sehat. Walau pendengarannya menurun "karena usia tamhah tua." Hari-hari pertama kebebasanya, rumahnya ramai dengan kunjungan orang, termasuk banyak wartawan yang ingin mewawancarainya. Dan Pramudya kelihatan menikmati semua ini. Walau diakuinya: "Saya masih memerlukan waktu penyesuaian. Saya tidak biasa dengan hidup berkeluarga seperti ini." Berubahkah Pram, setelah 14 tahun di penjara? "Saya beruntung karena saya bisa mempertahankan nilai-nilai saya. Karena saya menulis. Dengan menulis itu tak terjadi suatu krisis identitas pada diri saya. Integritas kepribadian tetap utuh." Sekalipun ia tidak bebas waktu menulis, Pram menganggap waktu menulis Itulah manusia bebas. Menjadi manusia bebas memang keinginannya sejak kecil. Ceritanya: "Waktu saya kelas 6 SD, saya bekerja di ladang waktu panen jagung. Saya memikul jagung ke rumah yang jaraknya sekitar setengah kilometer. Waktu beristirahat, ibu bertanya kepada saya dalam bahasa Belanda. "Kau nanti kalau besar mau jadi apa?" Saya bilang mau jadi petani. "Tidak bisa. Kau terlalu malas untuk jadi petani. Engkau harus menjadi manusia bebas, asal tidak melanggar kebebasan orang lain. Saya kira itu prinsip liberalisme, tapi waktu itu saya tidak tahu. Kejadian itu terpatri di kalbu saya. Dan itu yang selalu jadi titik tolak saya. Sampai sekarang." TOH Pram merasa kehilangan sesuatu. "Saya merasa kehilangan perasaan tanggungjawab terhadap keluarga. Dan saya tidak tahu bagaimana harus menebusnya. Apalagi setelah rumah saya diambil... Pulang ke rumah sekarang, saya melihat istri saya telah membangun rumah baru. Membesarkan dan mendidik anak-anak. Jadi dia lebih pintar dari saya dan say bangga padanya." Pramudya pernah mengasuh ruang 'Lentera' dalam harian Bintang Tamu yang sering menghantam para sastrawan yang tidak sealiran dengan dia, termasuk yang disebut kelompok Manikebu (Manifes Kebudayaan). "Memang betul. Saya bilang, mereka juga boleh mengecam saya. Saya tidak keberatan. Kenapa pada waktu itu tidak dilakukan?" Tapi bukankah mereka tidak punya kesempatan dan media, karena kemudian Manikebu dilarang? "Mereka tidak bisa berkutik bukan karena saya. Bukan saya yang membikinnya. Itu sudah kekuatan lain. Jangan saya yang dituding. Sampai sekarang pun saya mau dikritik, mau dikecam. Saya tidak menyukai kekerasan. Tulisan boleh keras. Tapi menjawab dengan tulisan juga -- jangan dengan gebuk," jawab Pram. Pramudya termasuk di antara 105 tahanan yang dianggap "tidak kooperatif." "Saya sendiri juga heran. Disuruh memacul, saya mau. Juga nembuat jembatan, menempa besi. Bahkan menandatangani sumpah/janji pembebasan juga mau. Kalau begitu itu dianggap tidak kooperatif, saya ya tidak tahu." Hidup hampir sepuluh tahun di Buru memberi pelajaran juga pada Pram. "Makin kuat kepercayaan saya pada kemanusiaan Tanpa lingkungan, termasuk kehidupan kemanusiaan, orang tidak akan bisa hidup. Saya percaya bahwa humanisme sekarang sudah mencapai humanisme planetair," katanya. Ia menggulung rokoknya yang entah ke berapa."Waktu saya berumur 20 tahunan, saya melihat manusia dari awang-awang, saya melihat ke bawah. Manusia saya anggap sesuatu yang bisa saya bikin sekehendak saya. Antara 30-40 tahun saya melihat manusia di atas dunianya. Dan pada usia setelah 40 tahun, saya melihat manusia dari bawah telapak kakinya. Pribadi saya ditundukkan ke bawah. Betul, kesadaran ini saya peroleh di Buru. Sebab melihat bagaimana orang harus survive adalah suatu perjuangan sendiri."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus