Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Demi Mencari Pengganti Suu Kyi

Liga Nasional untuk Demokrasi menyiapkan kader muda menghadapi pemilihan umum 2015. Mereka khawatir partainya tamat seiring dengan menuanya Aung San Suu Kyi.

4 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilihan umum Myanmar masih dua tahun lagi, tapi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) sudah mulai berbenah. Popularitas pemimpin partai, Aung San Suu Kyi, tak membuat kelompok muda NLD terlena. Mereka mulai menyiapkan kader untuk memenangi pemilihan umum 2015.

Pada pemilihan sela April tahun lalu, NLD menyabet 43 kursi dari 46 kursi parlemen yang diperebutkan, 4 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, dan 39 kursi di Majelis Tinggi. Dari hasil itu, NLD yakin bakal menguasai parlemen pada pilihan raya mendatang. Ada 440 kursi DPR dan 224 kursi Majelis Tinggi yang diperebutkan.

Untuk menguasai parlemen sekaligus membentuk pemerintahan, partai yang didirikan pada 1998 oleh Suu Kyi dan beberapa kawannya ini mulai serius menggarap pengaderan. Kelompok muda partai khawatir NLD bakal tamat seiring dengan menuanya Suu Kyi.

Agar bertahan berjaya, NLD beberapa bulan lalu mendirikan pusat riset untuk melatih kader-kader mudanya. Seperti dilansir The Economist, Sabtu tiga pekan lalu, Kepala Departemen Riset NLD sekaligus pendiri pusat riset itu, Nay Chi Win, mengatakan setiap minggu mereka memberikan laporan tentang perkembangan politik negara tersebut kepada anggota parlemen dan petinggi NLD. Mereka juga menyediakan akses ke media internasional bagi para politikus itu.

Pelatihan dilakukan di semua cabang partai NLD di Myanmar. Para kader muda diajari menjalankan partai politik modern, termasuk manajemen dasar mengelola kantor dan mengembangkan hubungan masyarakat. Agar para kader tampil menarik, seorang model papan atas Myanmar, Tin Moe Lwin, siap menggembleng mereka. "Ini proses dari bawah. Para anggota partai datang membawa gagasan," kata Nay Chi Win.

Tim riset ini terdiri atas 42 aktivis dan relawan muda dari berbagai latar belakang pendidikan. Menurut Nay Chi Win, NLD punya banyak anggota, tapi kapasitasnya belum memadai untuk jadi pemimpin. "Kami perlu mendidik diri sendiri dan partai dengan cepat."

Pria 32 tahun itu bersama timnya bekerja dari kamar apartemen miliknya di pusat Kota Yangon. Setiap hari, puluhan anak muda menyesaki kamar yang hampir tanpa perabot itu untuk berselancar di dunia maya dari sejumlah komputer jinjing tua. Di tengah lembaran kertas yang berse­rakan, anak-anak muda itu membuka ­Facebook serta situs jejaring sosial dan berita lainnya. Mereka yang rata-rata belum berusia 30 tahun itu setiap hari berkumpul di kamar apartemen tersebut. Dari ruangan inilah seluruh program pelatihan digodok.

Untuk melaksanakan program-programnya, Nay Chi Win meminta bantuan kawan lamanya, Benedict Rogers, aktivis hak asasi manusia dari Christian Solidarity Worldwide. Penulis sejumlah buku tentang Myanmar ini mengundang ekonom asal Australia, Sean Turnell, serta sejumlah diplomat Inggris dan Republik Cek untuk melatih para aktivis muda itu. "Saya minta Benedict mencari orang yang mau membantu Myanmar, bukan orang yang sekadar datang untuk berfoto dengan Aung San Suu Kyi," ujarnya.

Para aktivis dan relawan datang ke ­Yangon sekali sebulan untuk mengikuti kelas. Setelah pelatihan berjalan enam bulan, mereka diminta mencari kelompok baru untuk dilatih dan melakukan riset di wilayah masing-masing. Kegiatan tersebut akan dilakukan hingga menjelang pilihan raya.

Sejak didirikan, NLD menghadapi masalah pengaderan karena para pemimpinnya ditahan. Banyak anggotanya lari ke hutan dan menjadi eksil. NLD dinyatakan sebagai partai terlarang karena menolak ikut pemilu 2010. Partai ini mulai bangkit sejak Thein Sein menjadi presiden pada 2011.

Berpatokan pada hasil pemilu sela, NLD yakin bakal menguasai parlemen dan Suu Kyi bisa jadi presiden. Tapi pada saat itu Suu Kyi sudah berusia 70 tahun. Inilah yang membuat kalangan muda partai khawatir karena tak ada tokoh muda yang siap memimpin bila sesuatu terjadi pada Suu Kyi.

Sapto Yunus (The Economist, The Irrawaddy, Myanmar Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus