Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Demokrasi Dengan Restu Komite Seleksi

Paket reformasi politik untuk pemilihan kepala wilayah Hong Kong segera dibahas dewan legislatif. Masih diintervensi pemerintah Cina.

11 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya Hong Kong mewujudkan demokrasi sejati telah memasuki tahap krusial. Setelah melalui penggodokan hampir 18 bulan, paket reformasi politik berupa aturan pemilihan kepala eksekutif-semacam gubernur-wilayah istimewa di Cina itu diumumkan pada 22 April lalu.

Paket reformasi itu secara teknis mengizinkan Hong Kong, yang menjadi bagian semi-otonom Cina, bisa memilih pemimpinnya sendiri pada 2017-untuk pertama kalinya dalam sejarah. Namun Beijing masih mensyaratkan semua kandidat harus disetujui komite pencalonan, yang loyal terhadap Cina.

Menurut rancangan undang-undang baru yang diumumkan pemerintah daerah administrasi khusus Hong Kong itu, pemilihan kepala eksekutif dilakukan berdasarkan prinsip satu orang satu suara. "Prinsip satu orang satu suara dalam sejarah Hong Kong merupakan kemajuan besar terhadap perkembangan undang-undang dasar Hong Kong," kata Kepala Sekretaris Direktorat Administrasi Khusus Hong Kong Carrie Lam, seperti dilansir kantor berita Cina, Xinhua.

Dalam proposal pemerintah, sekitar lima juta pemilih dewasa berhak menentukan kandidat sendiri dalam pemilihan kepala eksekutif pemerintahan pada 2017. Namun para kandidat harus melewati seleksi tim khusus yang disebut komite pencalonan. Sebagian besar anggota komite ini merupakan politikus pro-Beijing. Klausul inilah yang ditolak keras oleh publik Hong Kong, yang tak ingin ada intervensi pemerintah Cina.

Ketika Carrie Lam berpidato tentang reformasi politik versi pemerintah Cina itu, 17 persen anggota legislatif prodemokrasi memilih keluar dari ruangan dan meninggalkan gedung parlemen. Mayoritas dari mereka menggunakan kaus hitam dengan huruf "X" berwarna kuning di bagian depan sebagai bentuk protes terhadap rencana pemilu pemerintah.

Para tokoh beserta anggota legislatif prodemokrasi menyebut rencana itu sebagai demokrasi palsu. "Proposal tersebut mengizinkan segelintir orang mengendalikan hasil pemilihan kepala pemerintahan sejak proses nominasi," kata Alan Leong, salah satu legislator. Leong yakin kubu prodemokrasi akan menolak proposal itu dan mencegahnya menjadi undang-undang.

Para kandidat kepala eksekutif akan dipilih oleh komite pencalonan yang beranggotakan 1.200 orang. Setiap kandidat harus memperoleh setidaknya 120 suara yang kemudian akan menghasilkan daftar 5-10 kandidat. Calon yang memenuhi syarat akan dimasukkan ke putaran kedua pemungutan suara oleh anggota komite pencalonan.

"Berdasarkan proposal yang sebentar lagi akan menjadi undang-undang itu, publik dapat mengajukan hingga maksimal sepuluh kandidat pemimpin. Nantinya tim khusus itulah yang akan menyeleksi hingga menjadi maksimal tiga kandidat," kata Lam dalam pidatonya di gedung parlemen.

Untuk menjadi undang-undang, dibutuhkan dua pertiga dari 70 legislator yang mendukung, atau sedikitnya empat dari legislator prodemokrasi mendukung rencana itu.

Emily Lau, Kepala Partai Demokrasi Hong Kong, mengatakan dia dan para pembuat kebijakan prodemokrasi akan memveto. "Proposal yang diajukan pemerintah Hong Kong tak cukup baik. Bahkan tak memenuhi tuntutan dasar pemilu demokratis sejati. Kami akan menentangnya. Saya pikir banyak legislator prodemokrasi di dewan legislatif yang juga menentangnya," tuturnya, seperti dilansir VOA News, Selasa pekan lalu.

Rancangan undang-undang yang memberlakukan kerangka kerja reformasi Beijing akan dimasukkan ke pemungutan suara dewan legislatif, yang diperkirakan berlangsung pada Juni mendatang. Jika rancangan undang-undang ditolak, Hong Kong mungkin akan terus memiliki pemimpin yang dipilih sendiri oleh komite pencalonan dan warga Hong Kong tak bisa memberikan suaranya sama sekali pada pemilu 2017.

Kepala Eksekutif Hong Kong Leung Chun-ying baru-baru ini mencemooh para kritikus yang menolak proposal reformasi Beijing. "Ini bukanlah perilaku demokratis. Untuk memulai proses reformasi politik tidaklah mudah. Jika usul ini diveto, mungkin butuh beberapa tahun lagi sebelum kesempatan berikutnya," ujarnya.

Hong Kong dikembalikan ke pemerintah Cina pada 1997, setelah lebih dari 100 tahun sebagai koloni Inggris. Sebagai bagian dari perjanjian, Hong Kong diberi otonomi tingkat tinggi. Namun banyak kritikus menilai pemerintah Beijing mengingkari janji untuk memberikan demokrasi. Para pemrotes mengatakan kebijakan itu untuk menyingkirkan kandidat yang tak diinginkan.

Rosalina (xinhua, Bbc, Voa, International Business Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus