NICE girl, Sir. Live show!" Begitu sopir taksi atau pemuda di
pinggir jalan Manila menawarkan "dagangan jorok" itu kepada para
turis. Tapi sekarang kota metropolitan berpenduduk 6 juta
(mayoritas Katolik) itu juga punya empat masjid. Dua di
antaranya dibangun atas perintah Imelda Romualdez Marcos, yaitu
di Quiapo (pusat kota) dan Maharlika Village (perkampungan di
pinggiran Manila).
Kisah pembangunan kedua masjid besar itu unik juga. Konon dalam
perundingan soal Moro di Tripoli, tahun 1976, Imelda sempat
gugup ketika mendadak Khadafy bertanya apakah Manila punya
masjid. Tapi istri presiden itu menjawab, "Kami punya dua masjid
yang bagus."
Ketika itu di Manila memang ada dua masjid, yaitu di San Andreas
Bukid dan di tengah perkampungan Islam, Quiapo. Tapi masjid itu
tidak indah seperti yang dikatakan Imelda, sedang Khadafy
berjanji akan melihat Manila.
Maka dalam tempo dua bulan, di Manila bertambah dua buah masjid
yang besar dan cantiknya hampir sama. Di Quiapo itu, masjid
dibangun di atas bekas gedung sekolah. Pusat Pendidikan Asia
(Education Center of Asia) milik pemerintah yang semula bercokol
di atas areal 1,5 ha itu dicampakkan sejauh lebih 2 km ke Quezon
City. Walaupun sulit mencari tanah --apalagi di pusat kota
begitu -- masjid itu berdiri saja.
"Semula saya tak percaya di bekas bangunan sekolah itu berdiri
masjid yang begini bagus," kata Haji Ilyas Ismail, Imam Masjid
Quiapo. "Syukurlah setiap Jumat, masjid itu penuh saja." Masjid
yang berpilar banyak itu tak sulit mencari jamaah karena dekat
perkampungan Islam Quiapo. Apalagi sejak meletusnya kerusuhan di
Selatan, menurut Haji Ilyas, terdapat hampir 50.000 penganut
Islam di Manila. "Di Istana Malacanang pun sekarang ada
musholla. Tamu kehormatan dari Timur Tengah bisa sembahyang di
sana," tambah imam masjid tadi.
Selain masjid, ibukota Filipina itu membangun Maharlika Village,
sebuah kompleks perumahan. Penghuninya boleh mencicil pembelian
rumah --mirip Perumnas di Indonesia. Bedanya ialah Maharlika
Village (dalam bahasa Tagalog berarti "kampung merdeka")
dilengkapi kolam renang berukuran internasional, asrama pelajar,
jaringan jalan yang lebar dari aspal beton dan tentu tak
ketinggalan lapangan bola basket, cabang olahraga paling populer
di negeri Marcos itu.
Syarat untuk menghuni kompleks itu? "Selain punya pekerjaan
tetap, dia harus orang Islam," kata Farouk Carpizo, 38 tahun,
manajer proyek itu kepada TEMPO. Di sana sekarang terdapat 227
rumah yang sudah siap dan berpenghuni. Tiga tahun lagi di atas
areal 34 ha itu, bekas kompleks militer, harus 5elesai dibangun
800 rumah berbagai tipe.
Tetap tak ada kesulitan. Yang membangun Maharlika adalah
Departemen Pemukiman Penduduk (Ministry of Human Settlement).
Menterinya ialah Imelda Marcos sendiri.
Di Filipina Selatan pembangunanpun sedang ramai - antara lain
proyek pembangkit listrik di Lanao Del Sur, pembangunan 1200 ha
tambak ikan di Zamboanga, dan pembangunan perumahan rakyat
milyunan pesos. Jalan raya beraspal beton, Cagayan de Oro,
sepanjang 300 km seakan membelah Minadanao.
Banyak lagi yang berubah di negeri itu. Pintu bagi kaum
minoritas Islam kian terbuka. Di Parlemen Filipina (Batasang
Pambansa) sekarang terdapat sembilan anggota yang muslim,
dibandingkan dengan sebelum pemberontakan Moro cuma satu. Di
lembaga eksekutif, terdapat lima gubernur yang muslim (Provinsi
Maguindanao, Lanao Del Sur, Sulu, Tawi-Tawi, Basilan) dari 73
gubernur seluruhnya. Terdapat 196 muslim dari 1480 camat, atau
naik 50%.
Lebih penting lagi, pertama kalinya dalam sejarah Filipina
merdeka orang Islam masuk dalam kabinet. Yaitu Laksamana Romulo
Espaldon, 56 tahun,yang sejak Mei 1981 diangkat Marcos menjadi
Menteri Urusan Islam. Departemen baru itu mengurus kepentingan
muslimin Filipina, terutama di daerah Selatan. Seperti dikatakan
Michael O. Mastara, seorang Islam asal Selatan yang jadi Deputi
Menteri Urusan Islam, "kaml memperbalkl masJid yang rusak
mengurus orang Filipina yang mau naik haji menyusun kurikulum
sekolah Islam dan sebagainya."
Soal kurikulum cukup serius juga. Sekitar 15 0-an sekolah agama
(madrasah) di Selatan selama ini menyusun kurikulum sendiri,
menekankan pentingnya bahasa Arab. Lulusannya sulit diterima di
kantor pemerintah, terutama di Luzon (Utara karena tak bisa
berbahasa Inggris, bahasa kedua pentingnya di sana setelah
Tagalog. Di kantor-kanor penting seperti bank, hallasa Inggris
malah lebih penting daripada Tagalog. Sedang tak sedikit
penduduk Selatan yang buta Tagalog. Mereka memiliki bahasa
daerah sendiri, Maranao.
"Kurikulum itu kami susun sehingga lulusan madrasah diterima
bekerja di kantor-kantor atau bisa melanjutkan .sekolah di
Manila," kata Espaldon, kelahiran Tawi-Tawi.
Selain itu departemennya sibuk merealisasikan Dekrit Presiden
Marcos nomor 1083 tahun 1977 tentang berlaku hukum Islam bagi
penduduk Muslim Filipina (di Provinsi Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga
Del Norte, Zamboanga Del Sur, Lanao Del Norte, Lanao Del Sur dan
Cotabato). Untuk itu Desember lalu sejumlah ahli fikih Filipina
ditatar di Manila tentang hukum Islam oleh Sheik Muhamad Abdur
Rahim Al Khalid, bekas Ketua Pengadilan Tinggi di Arab Saudi.
Dengan dekrit itu, sekarang di berbagai provinsi berpenduduk
Islam hari libur umum jatuh pada hari Jumat. Seperti terjadi di
Provinsi Lanao Del Sur, termasuk di Marawy City kantor dan
pasar ditutup hari Jumat.
Sebelum keluarnya dekrit itu orang Islam tentu harus tunduk
kepada hukum negara yang berlaku di Filipina yang dipengaruhi
Katolik. "Orang Islam yang punya dua istri dipidanakan karena
istrinya yang terdahulu mengadu ke polisi," ujar Haji llyas,
imam tadi. "Sekarang dalam urusan kawin-cerai, pembagian pusaka
dan harta untuk penduduk Islam berlaku hukum Islam."
Perubahan sikap rezim Marcos terhadap penduduk Islam ini antara
lain karena pemberontakan Moro. "Katakanlah ini sebagai
hikmahnya," kata Menteri Espaldon sembari senyum.
Espaldon, yang tahun lalu naik haji ke Mekah, lahir di Tawi-Tawi
dari keluarga Katolik. Dia menenal Islam karcna kampung
kelahirannya itu daerah mayoritas Islam, apalagi selama 7 tahun
sampai Desember 1980, Espaldon jadi Panglima Militer di wilayah
Selatan. Dia pernah pula jadi atase militer di Jakarta tahun
1960-an. Dan 6 tahun lalu Espaldon masuk Islam.
MESKI sudah diberikan konsesi begitu banyak terhadap orang
--muslim, pemberontakan Moro ternyata tidak selesai. Ketika
ulang tahun ke46 Angkatan Bersenjata di kompleks militer di
Aquinaldo, (2.uezon City (21 Desember), Marcos mengatakan bahwa
tentara Filipina mampu mengalahkan semua pemberontak, baik MNLF
(Moro) maupun NPA (komunis). "Tapi pertempuran yang serius hanya
akan menimbulkan kemelaratan bagi rakyat." Marcos mengisyaratkan
pendekatan seperti yang dilakukannya selama ini masih akan
diteruskan.
Sikap memaniskan muka itu juga diterapkan Marcos ke dunia luar,
terutama terhadap dunia Arab. Ini bisa berkaitan dengan minyak
atau soal lain. Misalnya sekarang di Arab Saudi saja bekerja
lebih dari 250.000 buruh Filipino. Uang yang mereka kirim pulang
sudah mencapai US$ 1.000 juta. Kesempatan kcrja di Arab Saudi,
menurut Menteri Perburuhan Blos Pole, suatu penyelamat kehidupan
(lifesaver) ekonomi Filipina.
Dalam situasi begini, pemerintahan Marcos diduga tak akan
menambah musuh baru. Apalagi untuk urusan Sabah. Ia berusaha
menghapus citra jelek selama ini--seperti membunuh penduduk
Islam dan membakar masjid.
Bahkan dengan Libya yang pernah membantu pemberontakan Moro,
Marcos mencoba berbaikan. Dia tak keberatan Libya membangun
rumah sakit di Marawy City, meski pembangunan itu tak melewati
tangan pemerintah, melainkan lewat Sultan Rasyid Zampaco, bekas
Walikota Marawy yang tak cocok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini