PEMERINTAHAN Lee Kuan Yew yang stabil itu sedikit terguncang.
Organisasi Pembebasan Rakyat Singapura (OPRS) hadir rupanya.
Gerakan bawah tanah itu menyebarkan pamflet yang terbaca oleh
mereka yang menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad di Stadion
Nasional Singapura. "Kewajiban setiap Muslim untuk menegakkan
kembali moralitas Islam," tulis OPRS. Sedikitnya 1.570 lembar
pamflet itu berhasil disita alat negara dari dua orang yang
dianggap anggota OPRS di stadion itu.
Pemerintah cepat menuduh OPIS didalangi oleh sekelompok
ekstrimis muslim, yang punya hubungan dengan luar negeri. Tak
disebutkan dengan negara mana. Tapi di pintuJat Zainulabidin
bin Mohamad Shah, tokoh utama OPRS, di Tanglin Halt Road Blok
37, terparnpang potret berwarna Ayatullah Khomeini. Zainulabidin
ditangkap berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional, sekitar
12 jam setelah OPRS beraksi 9 Januari petang.
Tak hanya Zainulabidin dan dua penyebar pamflet yang diciduk.
Alat negara selama dua hari menangkap pula tujuh anggota OPRS
lainnya. Tapi nama dan potret mereka yang disiarkan cuma empat
orang--termasuk Zainulabidin. Tokoh lainnya Hashim bin Mukayat,
Abdul Rahim bin Abdul Rahman, dan Sulaiman bin Muhamad Sharif.
Pemerintah mengatakan aksi sebar pamflet OPRS sebagai langkah
pertama untuk menumbangkan kekuasaan yang sah. "OPRS merupakan
kelompok Muslim keturunan Melayu dan India yang tidak puas
dengan keadaan sekarang," kata juru bicara Kementerian Dalam
Negeri. "Mereka sudah punya rencana menggulingkan pemerintah
dengan kekuatan senjata."
Penjelasan pemerintah mengenai rencana OPRS cukup mengagetkan.
Tapi tak sedikit warga Singapura menyangsikan adanya organisasi
itu apalagi mau melakukan kudeta. Malah ada suara yang
menganggap OPRS itu bikinan pemerintah. Suatu taktik, mungkin,
untuk membendung keinginan terpendam di masyarakat yang mau
coba-coba unjuk kekuatan. Memang tak masuk akal aksi 10 orang
bisa menggulingkan pemerintah yang punya 68 batalyon dalam
angkatan bersenjata. Kesepuluh orang itu diketahui hanya punya
pamflet tanpa senjata.
Perasaan tidak puas terhadap pemerintah ternyata ada di bawah
permukaan. Penduduk Singapura --sekitar 2,5 juta -- terdiri atas
etnik utama Cina (74%), Melayu (14%), dan India serta Pakistan
(8%). Mereka sulit untuk berbaur, apalagi berasimilasi. "Orang
Melayu tidak dapat dipercaya," kata Tan Geok Song, warganegara
dan lahir di Singapura, dalam buku Youth in the Army.
Dalam kehidupan keturunan Melayu dan lainnya juga terdesak.
Mereka, juga minoritas India dan Pakistan, kalah bersaing.
Singapura, sekalipun menjadi republik di tahun 1965, sudah
dikuasai oleh Partai Aksi Rakyat (PAP) yang dipimpin Lee Kuan
Yew selama 23 tahun. Partai oposisi, seperti Partai Buruh (WP),
hampir tak berkutik.
Keturunan Jawa
Dua di antara empat orang OPRS, yang dipampangkan potretnya,
memang dikenal sebagai anggota WP. Dua lainnya dari Barisan
Sosialis Singapura (BSS) dan Front Persatuan Rakyat (UPF) .
Keempatnya, menurut siaran pemerintah:
ù Zainulabidin bin Mohamad Shah 49 tahun, muslim keturunan India,
wartawan merangkap penerbit--nama koran dan perusahaannya tidak
disebutkan. Pamflet yang disebarkan OPRS diduga dicetak di
perusahaannya. Polisi menemukan 769 eksemplar di rumahnya. Dia
adalah calon WP dalam pemilihan umum 1972, 1976, dan 1980. Ia
dianggap orang yang membiayai aksi OPRS .
. Hashim bin Mukayat, 47 tahun, sopir taksi keturunan Jawa.
Semula ia anggota WP dan organisai guram Persatuan Melayu
Singapura (Pemas). Kemudian ia beralih ke UPF dan menjadi
pimpinan untuk daerah Tanjung Irau. Calon UPF dalam pemilihan
umum 1976, ia disebut bertugas mencari dana untuk OPRS.
ù Abdul Rahim bin Abdul Rahman 42 tahun, Melayu, operator
proyektor bioskop--tempat bekerjanya dirahasiakan. Ia menjabat
Wakil Ketua BSS dan menjadi calon dalam pemilihan umum 1972 dan
1976. Dalam OPRS ia dinyatakan mengatur sabotase dan juga
mencari dana. Akan diledakkan OPRS, menurut pemerintah, antara
lain pusat perbelanjaan, gedung pertemuan umum, bioskop, dan
gudang pelabuhan.
ù Sulaiman bin Muhammad Sharif, 47 tahun, bekas guru. Ia
dibebastugaskan lantaran melanggar peraturan sekolah dan punya
sifat tak senonoh. Kader UPF ini penganggur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini