Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Komplot dengan senjata pamflet

Gerakan bawah tanah organisasi pembebasan rakyat singapura menyebarkan pamflet, aksi ini dinilai oleh pemerintah sebagai langkah pertama untuk menumbangkan kekuasaan yang sah, 4 orang tokoh ditangkap.(ln)

23 Januari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAHAN Lee Kuan Yew yang stabil itu sedikit terguncang. Organisasi Pembebasan Rakyat Singapura (OPRS) hadir rupanya. Gerakan bawah tanah itu menyebarkan pamflet yang terbaca oleh mereka yang menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad di Stadion Nasional Singapura. "Kewajiban setiap Muslim untuk menegakkan kembali moralitas Islam," tulis OPRS. Sedikitnya 1.570 lembar pamflet itu berhasil disita alat negara dari dua orang yang dianggap anggota OPRS di stadion itu. Pemerintah cepat menuduh OPIS didalangi oleh sekelompok ekstrimis muslim, yang punya hubungan dengan luar negeri. Tak disebutkan dengan negara mana. Tapi di pintuJat Zainulabidin bin Mohamad Shah, tokoh utama OPRS, di Tanglin Halt Road Blok 37, terparnpang potret berwarna Ayatullah Khomeini. Zainulabidin ditangkap berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional, sekitar 12 jam setelah OPRS beraksi 9 Januari petang. Tak hanya Zainulabidin dan dua penyebar pamflet yang diciduk. Alat negara selama dua hari menangkap pula tujuh anggota OPRS lainnya. Tapi nama dan potret mereka yang disiarkan cuma empat orang--termasuk Zainulabidin. Tokoh lainnya Hashim bin Mukayat, Abdul Rahim bin Abdul Rahman, dan Sulaiman bin Muhamad Sharif. Pemerintah mengatakan aksi sebar pamflet OPRS sebagai langkah pertama untuk menumbangkan kekuasaan yang sah. "OPRS merupakan kelompok Muslim keturunan Melayu dan India yang tidak puas dengan keadaan sekarang," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri. "Mereka sudah punya rencana menggulingkan pemerintah dengan kekuatan senjata." Penjelasan pemerintah mengenai rencana OPRS cukup mengagetkan. Tapi tak sedikit warga Singapura menyangsikan adanya organisasi itu apalagi mau melakukan kudeta. Malah ada suara yang menganggap OPRS itu bikinan pemerintah. Suatu taktik, mungkin, untuk membendung keinginan terpendam di masyarakat yang mau coba-coba unjuk kekuatan. Memang tak masuk akal aksi 10 orang bisa menggulingkan pemerintah yang punya 68 batalyon dalam angkatan bersenjata. Kesepuluh orang itu diketahui hanya punya pamflet tanpa senjata. Perasaan tidak puas terhadap pemerintah ternyata ada di bawah permukaan. Penduduk Singapura --sekitar 2,5 juta -- terdiri atas etnik utama Cina (74%), Melayu (14%), dan India serta Pakistan (8%). Mereka sulit untuk berbaur, apalagi berasimilasi. "Orang Melayu tidak dapat dipercaya," kata Tan Geok Song, warganegara dan lahir di Singapura, dalam buku Youth in the Army. Dalam kehidupan keturunan Melayu dan lainnya juga terdesak. Mereka, juga minoritas India dan Pakistan, kalah bersaing. Singapura, sekalipun menjadi republik di tahun 1965, sudah dikuasai oleh Partai Aksi Rakyat (PAP) yang dipimpin Lee Kuan Yew selama 23 tahun. Partai oposisi, seperti Partai Buruh (WP), hampir tak berkutik. Keturunan Jawa Dua di antara empat orang OPRS, yang dipampangkan potretnya, memang dikenal sebagai anggota WP. Dua lainnya dari Barisan Sosialis Singapura (BSS) dan Front Persatuan Rakyat (UPF) . Keempatnya, menurut siaran pemerintah: ù Zainulabidin bin Mohamad Shah 49 tahun, muslim keturunan India, wartawan merangkap penerbit--nama koran dan perusahaannya tidak disebutkan. Pamflet yang disebarkan OPRS diduga dicetak di perusahaannya. Polisi menemukan 769 eksemplar di rumahnya. Dia adalah calon WP dalam pemilihan umum 1972, 1976, dan 1980. Ia dianggap orang yang membiayai aksi OPRS . . Hashim bin Mukayat, 47 tahun, sopir taksi keturunan Jawa. Semula ia anggota WP dan organisai guram Persatuan Melayu Singapura (Pemas). Kemudian ia beralih ke UPF dan menjadi pimpinan untuk daerah Tanjung Irau. Calon UPF dalam pemilihan umum 1976, ia disebut bertugas mencari dana untuk OPRS. ù Abdul Rahim bin Abdul Rahman 42 tahun, Melayu, operator proyektor bioskop--tempat bekerjanya dirahasiakan. Ia menjabat Wakil Ketua BSS dan menjadi calon dalam pemilihan umum 1972 dan 1976. Dalam OPRS ia dinyatakan mengatur sabotase dan juga mencari dana. Akan diledakkan OPRS, menurut pemerintah, antara lain pusat perbelanjaan, gedung pertemuan umum, bioskop, dan gudang pelabuhan. ù Sulaiman bin Muhammad Sharif, 47 tahun, bekas guru. Ia dibebastugaskan lantaran melanggar peraturan sekolah dan punya sifat tak senonoh. Kader UPF ini penganggur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus