Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dia tak bersih lingkungan

Yaman selatan berusaha keras mendapatkan pengakuan dunia. barat mencurigainya menjadi demokratis.

4 Juni 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pekan sudah lewat, sejak Yaman Selatan menyatakan diri sebagai negara merdeka yang terpisah dari Utara. Tapi jalan buat mereka tampaknya belum mulus. Satu-satunya negara yang mengakui keberadaan Yaman Selatan cuma Somaliland, sebuah negara mini sempalan Somalia yang juga belum diakui masyarakat internasional. Di luar itu reaksi dingin-dingin saja. Padahal, Yaman Selatan cukup punya modal. Tentaranya berhasil menahan laju serbuan prajurit Presiden Abdullah Saleh dari Utara di berbagai medan. Pasukan Selatan, menurut laporan Reuters, juga tampak semakin disiplin. Para sukarelawan tak lagi menggunakan sandal jepit dan berkalung fouttas alias sarung. Mereka sudah mengenakan seragam dan topi baja. Di udara, pesawat tempur Ali Salem al-Baidh, bekas wakil presiden yang sekarang mengaku sebagi Presiden Yaman Selatan, masih berjaya mengimbangi serangan Sawarikh atau rudal milik Presiden Saleh. Kenyataan di medan tempur ini ternyata belum meyakinkan masyarakat dunia untuk mengakui eksistensi Selatan. Sejauh ini paling-paling cuma dukungan diam-diam yang diperoleh al-Baidh. Persatuan Emirat Arab, misalnya, sudah menyebut Khaamat al-Rais -- julukan presiden sebuah negara merdeka -- untuk merujuk pada al-Baidh. Sebaliknya, negara-negara yang pro Utara -- Irak, Yordania, dan Libya -- malah sudah lantang berbicara. Libya, misalnya, dengan tegas menganggap Yaman masih sebagai satu negara, dan perang yang terjadi kini adalah urusan dalam negeri yang tak perlu dicampuri negeri lain. Negara-negara garis keras ini belum melupakan jasa Presiden Ali Abdullah Saleh yang mendukung Saddam Husein dalam Perang Teluk. Untuk melepaskan diri dari situasi yang menjepit ini, al-Baidh sekarang mengeluarkan jurus lain. Untuk memenangkan pengakuan masyarakat internasional, ia berjanji membuat Yaman Selatan menjadi negara demokratis. Pemilu akan diadakan dalam waktu setahun, untuk mengganti parlemen darurat yang dibentuknya. "Dunia sekarang ini sudah berubah, dan kami adalah bagian dari dunia yang berubah ini," katanya untuk meyakinkan bahwa ia tak akan kembali ke gaya lamanya. Memang, ketika berkuasa di Yaman Selatan, sebelum bersatu dengan Utara tahun 1990, al-Baidh memerintah lewat Partai Sosialis dengan kekuasaan terpusat ala Uni Soviet. Selain berjanji memulihkan demokrasi, al-Baidh juga sudah memproklamasikan ekonomi pasar bebas sebagai ideologi baru Yaman Selatan. Bahkan ia sudah berencana menjadikan Yaman Selatan sebagai sebuah kawasan ekonomi bebas bea untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Memang, kegiatan ekonomi di Yaman Selatan semakin kencang bergerak sejak ditemukannya minyak. Kantor perusahaan asing, pusat belanja modern, juga kompleks perumahan, sedang dibangun ketika perang meletus. Namun sejauh ini belum ada negara yang tertarik pada janji- janji al-Baidh dan memelopori pengakuan. Mesir, misalnya, menganggap pemisahan Yaman Selatan ini masih prematur. Padahal, al-Baidh sudah mengirim Perdana Menteri Haidar Abu Bakir al-Attas untuk membujuk Presiden Husni Mubarak. Mesir maupun negara-negara Arab moderat lainnya tampaknya sedang menunggu langkah sekutu utama mereka, Amerika Serikat. Yaman Selatan, di mata Barat, dianggap tak "bersih lingkungan" karena Al-Baidh adalah bekas sekutu kental Soviet. Sementara Rusia sendiri belum menyuarakan apa-apa mengenai posisi al-Baidh. Upaya perdamaian agaknya sulit berhasil. Presiden Saleh sudah bertekad menekan Yaman Selatan agar mencabut deklarasi kemerdekaan. Ia tak mau berunding dengan al-Baidh, yang dianggapnya pemberontak. Kata Presiden Saleh, "Perang penyatuan Yaman adalah perang jihad." Sejauh ini, belum tampak inisiatif PBB. "Harus menunggu permintaan Dewan Keamanan," kata Sekjen PBB, Boutros Ghali.Dja'far Bushiri (Kairo) dan YH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum