Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dilema daim

Menteri keuangan malaysia daim zainnudin menyampaikan rapbn 1987 di parlemen dengan anggaran mal$ 27, 412 milyar. langkah awal menuju kenyataan: tak ada kenaikan gaji, pengangguran meningkat. (ln)

8 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI benak Menteri Keuangan Daim Zainnuddin ada sejumlah pertanyaan. Antara lain bagaimanakah harus menjelaskan kesulitan yang dihadapinya di tahun depan. Jawabannya sebenarnya terlihat ketika ia menyampaikan RAPBN 1987 di parlemen, 24 Oktober lalu, yang lebih ramping dengan celah-celah defisit di sana-sini. Tentu saja jawaban yang dilontarkan dengan nada bariton beraksen Kedah itu terdengar sumbang buat telinga banyak orang. Itu mencerminkan sebuah pengakuan terhadap realita kondisi perekonomian Malaysia, yang sebelumnya ditutup-tutupi dengan impian-impian muluk. RAPBN 1987, dengan anggaran yang tersedia hanya Mal$ 27,412 milyar -- 11 persen lebih kecil dibanding anggaran 1985 -- merupakan langkah awal menuju kenyataan. Namun, beban terberat bagi Daim menghadapi kondisi tersebut adalah bagaimana mengalokasikan sumber dana yang ada. Ia sudah menyediakan alternatifnya: menekan anggaran pembangunan hingga pada tingkat Mal$ 6,673 juta - 24,6 persen lebih kecil ketimbang tahun lalu. Konsekuensinya tentu saja ada. Penciptaan lapangan kerja baru, paling tidak, akan makin terbatas. Berarti, tingkat pengangguran yang tahun ini diperkirakan 8,7 persen mungkin mendekati 9,5 persen pada tahun mendatang. Pemerintah memang sudah menyiapkan sejumlah peraturan baru merangsang penanaman modal di negeri itu (lihat Laporan Utama). Antara lain mengundang para taipan dari mancanegara. Sebegitu jauh, sepanjang periode 1971-1985, pemerintah mengizinkan 7.000 proyek industri dengan investasi senilai Mal$ 40,6 milyar. Aset ini tampaknya tidak akan meningkat jauh dalam lima tahun mendatang ini. Upaya penggalakan penanaman modal yang tidak terlalu berhasil ini juga diikuti dengan langkah-langkah penswastaan. Toh kebijaksanaan untuk mengurangi beban pemerintah ini mendapat cercaan juga. Menurut perkiraan Mohamed Abas, Ketua Serikat Karyawan Kereta Api Malaya, jika KTM (Kereta Api Tanah Melayu) diswastakan, ribuan penduduk kampung akan terisolasi. "Mereka akan terpukul karena harus membayar harga karcis lebih mahal," katanya. Perusahaan kereta api yang telah berusia seabad ini dilaporkan menanggung kerugian yang keseluruhannya Mal$ 500 juta. Bagi pemerintah, protes-protes semacam itu memang cukup memusingkan. Mereka sebenarnya tidak mempunyai banyak alternatif. Untuk menekan anggaran rutin saja bukan hal yang gampang, walau terpaksa dilaksanakan. Tahun depan, hanya akan tersedia Mal$ 20,739 milyar. Daim sendiri sudah mengisyaratkan tidak akan ada kenaikan gaji pegawai tiga tahun mendatang. Bagi rakyat, penciutan anggaran pengeluaran juga bisa berakibat buruk. Datuk Harun Idris misalnya. Mulai tahun depan ia hanya akan menerima pensiun sebagai bekas ketua menteri Selangor. Adapun pensiun yang didapatnya sebagai anggota parlemen akan dikenai pajak pendapatan 100 persen. Dengan perkataan lain, seorang warga negara Malaysia hanya berhak menerima satu pensiun saja. Selain itu, bagi para pejabat, tunjangan perumahan (Mal$ 350-2.000), tunjangan entertainment (Mal$ 500-2.000), dan tunjangan perjalanan resmi, akan dipotong 10-20 persen terhitung bulan ini. Sementara itu, bunga pinjaman pembelian rumah dan mobil pegawai negeri naik 6 persen. Dan ketentuan uang lembur akan ditinjau. Masalah berikutnya bagi Daim adalah menggali sumber-sumber pendapatan lainnya. Besarnya angka perbandingan antara kewajiban membayar pinjaman luar negeri dan penghasilan ekspor (20,7 persen) sudah merupakan peringatan baginya untuk melakukan tindakan itu secepatnya. Menurut catatan Bank Negara, pinjaman luar negeri keseluruhannya berjumlah Mal$ 46 milyar. Bukanlah hal yang istimewa jika pemerintah terpaksa menaikkan cukai rokok, minuman keras, dan barang impor sebagai salah satu jalan keluar. Tapi itu saja tidak akan cukup. Laporan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus