JARANG seorang menteri dipecat dan dunia gempar. Tapi itulah yang terjadi ketika pekan lalu Zaki Yamani, menteri perminyakan Arab Saudi, mendadak dicopot berdasarkan titah Raja Fahd. Koran-koran terkemuka di dunia membuat tajuk rencana. Harga minyak di pasaran bebas sejenak naik. Poundsterling melorot sedikit menghadapi dolar. Pasaran obligasi melonjak di Tokyo. Apa gerangan tuah Yamani, hingga pasar gemetar? Yamani sudah hampir seperempat abad jadi menteri perminyakan sebuah negeri yang kira-kira menyimpan 30% minyak dunia (di luar negeri-negeri sosialis). Ia menarik perhatian, karena praktis dialah kapten Arab dalam OPEC, yang mengejutkan dunia sejak 1973, dengan kenaikan melonjak harga minyak yang memukul perekonomian Barat. Ia juga menonjol seperti tokoh teater. Pakaiannya selalu rapi dan elegan, mobilnya Rolls Royce, dan ia hidup dari rumah ke rumah miliknya yang tersebar di Swiss, Inggris, dan Arab Saudi. Ia bisa bicara meledak dan bisa diam seperti orang sabar dalam perundingan dan konperensi pers. Yamani, ringkasnya, telah jadi wajah OPEC. Agaknya, dia juga digemari kalangan Barat karena dia menjaga OPEC tak mengikuti "garis keras" yang dibawakan anggota lainnya, khususnya Iran. Jalan Yamani adalah jalan pelan-pelan: membiarkan harga minyak OPEC rendah, hingga negeri penghasil minyak di luar OPEC berantakan karena ongkos produksi mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, minyak OPEC diharap akan menguasai pasar -- seperti zaman keemasannya dulu. Insya Allah. Tapi itu memang sebuah perhitungan jangka panjang. Jalan Yamani sejauh ini hanya menghasilkan harga minyak sekitar separuh dari harganya tahun lalu. Akibatnya, banyak negeri, yang bergantung hidupnya pada ekspor minyak, kalang kabut (Indonesia baru saja mendevaluasikan rupiah karena harga rendah itu). Juga Arab Saudi sendiri. Di Arab Saudi, beleid perminyakan sebenarnya ditentukan oleh Majelis Tinggi Minyak, yang diketuai Raja Fahd. Garis dari Riyadh ini kian lama kian tidak cocok dengan garis Yamani. Arab Saudi harus membiayai pembangunannya dan menyelamatkan juga neraca pembayaran, hingga butuh satu harga minyak bumi yang tetap dan lebih tinggi. Yamani makin lama membuat orang-orang yang berkuasa di Riyadh tak sabar. "Zaki telah jadi menteri minyak untuk OPEC, bukan untuk Saudi," kata seorang pejabat Saudi kepada wartawan Youssef M. Ibrahim di The Asian Wall Street Journal. Orang dari Riyadh yang menggantikan Yamani, Hisham Nazer, adalah orang yang lebih "Saudi". Ahli ekonomi lulusan Universitas California ini, dalam usia 54 tahun punya pengalaman dalam berurusan dengan keluarga kerajaan di samping kecakapan teknisnya yang kuat. Dia menteri perencanaan pembangunan sejak 10 tahun yang lalu yang dalam banyak hal tak setuju dengan Yamani. Nazer ingin produksi minyak dibatasi dan harga meningkat sampai tak kurang US$ 18 tiap barel. Kurang lebih cocok dengan garis Iran. Belum 24 jam ia jadi pengganti Yamani, Nazer menyerukan perundingan segera dalam OPEC. Seruan ini disambut tokoh OPEC lain, Al Oteiba dari Persatuan Emirat Arab, tapi sejauh mana OPEC bisa mendongkrak harga, itu masih jadi tanda tanya karena minyak bumi sedang tidak langka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini