SERANGAN Vietnam ke perbatasan Thailand, sepanjang kawasan Ban
Sangae, Phnom Chat, dan Nong Sumet, cukup gawat. Khawatir perang
menjalar jauh, Amerika Serikat melancarkan kecaman keras
terhadap Vietnam, dan langsung mengirimkan peluru kendali
antiserangan udara howitzer 155 mm, serta amunisi ke Bangkok.
Tersengat oleh pengiriman bantuan itu, Deputy Menlu Uni Soviet
Mikail Kapitsa, yang berkunjung ke Singapura, pekan silam, balas
mengancam. "Jika ASEAN terus mendukung perjuangan Republik
Demokratik Kampuchea (RDK), maka Vietnam akan membalasnya dengan
mengirimkan senjata kepada para pemberontak di negara-negara
ASEAN," katanya.
Menanggapi pernyataan Kapitsa, Malaysia menegaskan mereka akan
terus mengusahakan penyelesaian politik untuk krisis Kampuchea.
"Tapi Malaysia, juga negara ASEAN lainnya, tetap tidak bisa
menerima kehadiran pasukan asing di satu negeri dan membentuk
rezim boneka di sana," ujar PM Malaysia Mahathir Mohammad. Ia
menambahkan dengan cara serupa Uni Soviet, sesudah menguasai
Afghanistan dan beberapa negara di Afrika, nampak berambisi
menyerbu kawasan ini.
Sekitar 4.000 pemuda UMNO, partai yang memerintah di Malaysia
sekarang, turun ke jalan menyokong pernyataan Mahathir. Mereka
membawa slogan-slogan mengutuk Soviet dan Vietnam yang merambah
Kampuchea. Pemimpin pemuda UMNO Anwar Ibrahim membakar bendera
Soviet sesudah menyatakan protes terhadap keterangan Kapitsa.
Setelah itu para pemuda tersebut bersumpah akan mempertahankan
kemerdekaan Malaysia - kalau perlu dengan cucuran darah.
Protes juga datang dari enam tentara Vietnam. Selang seminggu
sesudah penyerbuan mereka.menyeberangi perbatasan
Kampuchea-Thailand dan menyerahkan diri pada satuan tentara
Thailand. Keenam prajurit itu berasal dari Batalyon ke-72,
Divisi Infantri ke-429, yang pernah menyerbu Sihanoukville.
Gubernur Sanuer Molsart dari Provinsi Surin, Thailand
menjelaskan prajurit Vietnam itu menyerahkan diri karena mereka
sudah jemu bertempur terus-menerus.
Sementara itu di Phnom Penh, para Menlu Vietnam, Laos, dan
Kampuchea mengadakan pertemuan mendadak. Dalam pernyataan yang
dikeluarkan seusai sidang disebutkan Vietnam akan menarik mundur
sebagian dari 180.000 tentaranya dari Kampuchea, mulai Mei
depan. Tapi diplomat Barat dan Asia meragukan pernyataan itu.
"Hanoi menggunakan pendekatan wortel dan tongkat," ucap seorang
diplomat. "Satu tangan melecut gerakan perlawanan Republik
Demokratik Kampuchea, tangan lain menawarkan keluwesan
diplomasi."
Penarikan mundur tertara Vietnam dari Kampuchea sebetulnya sudah
dicanangkan Menlu Vietnam Nguyen Co Thach, Februari lalu. Tapi
canangan itu disambut dinginASEAN. Sebab ketika ditanya mengenai
rencana penarikan itu Co Thach selalu menghindar. "Harus ada
orang yang menegur Co Thach agar bersungguh-sungguh dengan janji
penarikan mundur tentara itu," ujar Menlu Thailand Siddhi
Savetsila. Seorang diplomat ASEAN menambahkan: "Hanoi tidak
pernah menunjukkan kesediaannya untuk berunding atau bekerja
sama."
Tidak cuma di Kampuchea, tentara Vietnam bikin gusar. Mereka
dituduh Beijing melakukan pula provokasi militer di perbatasan
RRC. Kantor Berita Xinhua melaporkan antara 11 sampai 13 April,
Vietnam telah menembakkan 413 roket ke arah Koulin di Provinsi
Yunnan. Di samping itu juga menembaki daerah Funing.
Tanpa menyebut insiden perbatasan itu, PM RRC Zhao Ziyang, yang
berkunjung ke Selandia Baru, pekan silam, menyatakan ancaman
paling berbahaya di Asia-Pasifik terletak pada Uni Soviet - yang
memberi dukungan pada agresi Vietnam ke Kampuchea. Ia juga
menyatakan prihatin atas izin yang diperoleh Soviet menggunakan
pangkalan militer Teluk Cam Ranh, Vietnam, sebagai imbalan atas
dukungan yang diberikannya bagi pembentukan federasi Indochina.
Sementara Zhao di Selandia Baru, RRC memberikan balasan setimpal
terhadap Vietnam. "Serangan balasan pasukan perbatasan Cina
merupakan teguran atas kesombongan penguasa Vietnam," tulis
surat kabar terkemuka Harian Rakyat. "Sekaligus peringatan keras
terhadap ambisi hegemoni regional Hanoi." Tak disebutkan korban
yang jatuh dari serangan yang dilakukan RRC.
Vietnam sampai Minggu dilaporkan tenang-tenang saja menerima
berita serbuan artileri RRC itu. Tapi diplomat asing di Hanoi
meramalkan Vietnam pasti tidak akan tinggal diam. Sebelum ini
RRC dan Vietnam pernah baku tembak di perbatasan pada tahun
1979.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini