RANCANGAN doktrin militer Presiden Boris Yeltsin diteken pekan ini. Salah satu pasal doktrin ini menyebutkan soal batasan penggunaan kekuatan nuklir Rusia. Sebelum Perang Dingin berakhir, baik AS maupun Uni Soviet saling mengumumkan seterunya sebagai lawan utama. Maka kedua negara superkuat itu bertekad memiliki bom nuklir agar pihak lawan tak berani menyerangnya. Saling bersiap untuk perang inilah yang konon mencegah perang. Pemimpin Soviet, Leonid Brezhnev, lalu menegaskan dalam doktrin militernya, negaranya tak akan menjadi penekan pemicu rudal nuklir pertama. Kini, justru setelah Perang Dingin tiada lagi, Yeltsin menurunkan doktrin yang mengizinkan Angkatan Bersenjata Rusia, pewaris terbesar senjata nuklir eks Uni Soviet, bisa menggunakannya kapan saja. Tentu, tak lagi disebut-sebut AS sebagai musuh utama. Yang dicantumkan dalam doktrin adalah ''semua negara'' yang menyerang Rusia. Tak jelas yang dituju, tapi diduga ''negara'' itu adalah negara-negara eks Soviet. Gawat? Dari satu segi, sebenarnya doktrin militer Yeltsin lebih berupa upaya menyeret militer untuk tetap setia padanya, tentu saja selama Yeltsin masih berkuasa. Ini tercermin dari pasal yang mengatakan bahwa militer Rusia bukan hanya mesin perang untuk menghadapi agresor asing. Tapi juga boleh menangani kerusuhan dalam negeri yang melawan pemerintah. Maka ada satu pasal untuk membuat militer senang. Yakni tentang program yang jelas bagi industri militer yang dulunya, di zaman Uni Soviet, pabrik senjata. Dinyatakannya pabrik itu sebagai pabrik sipil, itu berarti pabrik tersebut ada dalam daftar industri yang disubsidi. Sebab, bila statusnya belum jelas, berdasarkan kebijakan reformasi Yeltsin, pabrik itu tak akan mendapatkan subsidi. Sampai di sini belum jelas adakah doktrin ini menguntungkan reformasi atau merugikan. Jika subsidi itu mengatrol inflasi, tentu itu merugikan. Jika tidak, karena untungnya cukup besar, Yeltsin boleh bangga dengan doktrinnya.IH (Jakarta) & Alexy Volin (Moskow)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini