Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEREKA telah menyerahkan suara itu Senin pekan silam. Kini semua mata menatap papan penghitungan dengan tegang. Apakah Malacanang akan tetap menjadi "rumah" bagi Presiden Gloria Macapagal-Arroyoyang dianggap lemah menangani pengangguran dan jauh dari rakyatatau menjadi "rumah" bagi sang bintang film laga Fernando Poe Jr.?
Harap sabar, seperti di Indonesia dan negara berkembang lain, penghitungan suara di Manila memang makan waktu lama.
Tentu saja kita semua tahu, pemilihan umum Filipina tahun 2004 sebetulnya diikuti oleh lima orang kandidat presiden. Selain dua calon yang hingga kini menduduki urutan teratas tadi, tiga kandidat lain adalah mantan kepala polisi Panfilo Lacson, birokrat Raul Roco, dan penginjil Eduardo Villanueva. Namun, sampai akhir pekan lalu, perolehan angka praktis hanya berkejaran di antara Arroyo dan FPJnama panggilan Fernando Poe Jr.dengan selisih sangat tipis. Beberapa kali FPJ mampu melampaui Arroyo.
"Saya ingin perubahan. Arroyo gagal memberikan yang terbaik bagi Filipina. Korupsi masih merajalela," kata Jun Claariedad, seorang warga yang memberikan suara di Distrik V Metro Manila, kepada Yanto Musthofa dari Koran Tempo. Keluhan Claariedad bukan satu-satunya yang terdengar di kompleks Sekolah Dasar Negeri Edses sa Pagsulong, yang dijadikan tempat pemungutan suara.
Apa boleh buat. Pamor Arroyo kini memang tidak terlalu mengkilap lagi dibandingkan dengan saat dia menjabat sebagai wakil presiden dan belakangan diangkat menggantikan Estrada setelah sebuah impeachment. Saat itu Arroyo bahkan digadang-gadang sebagai hasil people power II, setelah people power I sukses mengantarkan Corazon Aquino sebagai presiden pada 1986.
Meski ini sebuah romantisisme, sebagian (tidak semua) masyarakat dan analis menganggap bahwa kedua peristiwa people power itu identik dengan EDSA I dan EDSA IImerujuk pada nama jalan Epifanio de los Santos Avenuetempat favorit berkumpulnya demonstran. Tiga bulan setelah Arroyo memerintah dari Istana Malacanang, hampir saja terjadi "kudeta" ketika ribuan pendukung Estrada ganti berbalik mendemonstrasinya. Namun Arroyo mampu lolos dari tekanan itu dengan mulus, termasuk lewat upaya kudeta 19 jam yang dilakukan Juli lalu oleh sekitar 300 prajurit muda.
Sayangnya, angka penganggur yang terus melejit sampai hampir 4 juta orang (11 persen) di awal tahun 2004 ini membuat reputasi Arroyo sebagai doktor ekonomi malah melempem. Menurut laporan Bloomberg News, angka itu adalah angka terburuk dari 11 negara di kawasan Asia Pasifik. Apalagi dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, dan Thailand, yang masing-masing kurang dari 5 persen.
Arroyo pun masih terkena getah kelakuan suaminya, Jose Miguel Tuason Arroyo, yang harus menjalani investigasi dari Senat karena dianggap terlalu mencampuri urusan pemerintahan, melakukan pencucian uang, dan mengumpulkan dana kampanye berlebihan. Kendati akhirnya Jose Miguel lolos dari investigasi, peristiwa ini membuat citra Arroyo yang kurang hangat dan tidak sekarismatis ayahnyaPresiden Diosdado Macapagal, yang dikalahkan Marcos pada pemilu 1965semakin kedodoran di mata publik.
Sadar akan citranya yang mulai melorot, Arroyo menggamit pembawa berita televisi terkenal, Noli de Castro, sebagai calon wakil presiden. Selain itu, ia menggandeng politisi kawakan seperti Miriam Defensor-Santiago (yang juga mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu tahun 1992) dan Manuel "Mar" Roxas sebagai anggota tim suksesnya. Mereka menyebut koalisi itu K4 (Koalisyon ng Katapatan at Karanasan para sa KinabukasanKoalisi Kebenaran dan Pengalaman untuk Masa Depan). Ada dugaan, nama K4 itu sengaja dipilih untuk memikat pemilih muda yang tergila-gila pada boys band Taiwan, F4, yang populer lewat sinetron mereka, Meteor Garden.
Sejak tiga bulan sebelum pemilu, K4 dengan intensif "menjual" paket kampanye Arroyo yang disebut "Enam Janji untuk Enam Tahun Mendatang." Paket itu meliputi menciptakan enam juta lapangan kerja, membangun 3.000 sekolah baru, juga tiga juta rumah baru, menjadikan Filipina mandiri dalam penyediaan beras, melipattigakan pinjaman bagi pengusaha kecil dan menengah, serta menyediakan asuransi kesehatan dan pendidikan untuk semua penduduk.
Dengan tawaran yang begitu menarik, Arroyo berharap mampu memikat masyarakat kelas bawah. Maklum, inilah kalangan yang tiba-tiba saja mendapatkan figur pahlawan baru pada diri FPJ, aktor laga berdarah blasteran Filipina-Amerika-Spanyol yang sudah lama berjaya di relung-relung mimpi kaum pinggiran. Ini pula kalangan yang dulu mengelu-elukan Presiden Estradayang kini tengah di penjarakarena dianggap "dekat dengan rakyat" dan mampu menyelesaikan kemiskinan seperti sosok pahlawan yang diperankan dalam film-filmnya.
Harap maklum, sosok seperti Estrada ataupun Poe mampu menyajikan fantasi tentang kepahlawanan. Dan itulah yang tampaknya diinginkan sebagian rakyat di banyak negara berkembang. FPJ, yang lahir dengan nama Ronald Allan Kelly Poe (dibaca "Pou" sesuai dengan lafal Spanyol karena kakeknya, Lorenzo Poe, merupakan imigran dari Mallorca), adalah putra aktor Fernando Poe Senior, sosok yang dijadikan model patung Oblation oleh pemahat Guillermo Tolentino.
Ronald tak pernah sempat menempuh pendidikan perguruan tinggi karena ia telanjur drop out di kelas 2 SMA. Ketika ayahnya wafat, ia harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Ia tidak hanya mengikuti jejak ayahnya sebagai aktor, tapi juga mengubur nama aslinya sendiri dan memilih menggunakan nama sang ayah seterusnya.
Pada 1963, hanya berdua dengan Joseph Estrada, FPJ melawan mafia "Big Four" yang biasa memeras bintang film. Sejak itu, persahabatan keduanya bersemi. Tak aneh bila kini Estrada menjadi salah satu pendukung paling loyal FPJ kendati hal itu harus dilakukannya dari penjara.
Bintang FPJ di dunia film seakan tak pernah padam. Ia bermain sejak 1955 sampai 2003, hampir dengan segala macam peranterutama sebagai sang jagoan yang selalu melindungi rakyat kecil. Tak aneh bila namanya pun sudah tercantum di Hall of Fame Akademi Film FAMAS.
Rakyat yang sudah bosan dengan tekanan ekonomi di bawah pemerintahan Arroyo, serta eskalasi kekerasan yang makin sering, otomatis terbius oleh citra FPJ yang latar belakangnya mirip sebuah kisah sinetron. Namun justru di situ jugalah letak kelemahan FPJ untuk bisa meraih kemenangan mutlak. Tak seperti Estrada, yang pernah menjadi wali kota, anggota Kongres, dan wakil presiden, modal politik FPJ benar-benar nol besar.
Pemilihan sudah selesai, tapi penghitungan suara masih berlangsung tertatih-tatih. Setiap kemungkinan masih bisa muncul. Apalagi, dalam konstelasi politik dalam negeri Filipina, yang peran Gereja-nya amat besarsecara informalcalon mana pun harus punya hubungan yang mesra dengan Kardinal Jaime Lachica Sin, yang disebut-sebut Vatikan termasuk dalam "100 Tokoh Katolik Terkemuka Abad Ke-20."
Kini posisi kardinal sudah ditempati Gaudencio Rosales, yang belum terlalu dikenal dunia dan belum mencapai tingkat karisma Sin, tapi Gereja sebagai institusimeski selalu mengaku netralpunya peran penting di belakang layar, bukan di atas panggung. Karena itulah kita bisa mengertikendati sebelum pemungutan suara semua kandidat telah berdoa bersama di bawah altar barok Gereja San Agustinbetapa seluruh rakyat Filipina begitu tegang pekan-pekan ini dan mendatang, hingga suara terakhir usai terhitung.
Akmal Nasery Basral (Manila Times, Inq7, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo