Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Unjuk Rasa Menolak Rektor Pilihan Erdogan

Berita internasional dalam sepekan.

6 Februari 2021 | 00.00 WIB

Polisi menangkap pengunjukrasa yang menentang pengangkatan Melih Bulu sebagai Rektor Bogazici University di  Ankara, Turki, 2 Februari 2021. REUTERS/Stringer
material-symbols:fullscreenPerbesar
Polisi menangkap pengunjukrasa yang menentang pengangkatan Melih Bulu sebagai Rektor Bogazici University di Ankara, Turki, 2 Februari 2021. REUTERS/Stringer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Turki

Unjuk Rasa Menolak Penunjukan Rektor

PRESIDEN Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam demonstrasi mahasiswa yang menolak penunjukan Melih Bulu sebagai Rektor Bogazici University di Istanbul pada Rabu, 3 Februari lalu. Bulu adalah akademikus dan politikus Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan. “Negara ini tidak akan dijalankan oleh teroris. Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah ini,” kata Erdogan di depan anggota partainya seperti dikutip Al Jazeera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Penunjukan Melih Bulu memicu protes karena integritasnya bermasalah. Setelah diangkat sebagai rektor, dia mengecam homoseksualitas mahasiswa melalui Twitter, tapi kemudian menghapus cuitannya. Artikelnya di jurnal International Journal of Knowledge-Based Development pada 2011 pun dituduh menjiplak artikel lain. Bahkan tesis doktoralnya dinilai mengandung plagiarisme. Bulu membantah semua tuduhan itu dan menyebutnya sebagai fitnah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Mahasiswa dan dosen Bogazici University menuntut Bulu mundur. Unjuk rasa juga terjadi di berbagai kota lain. Lebih dari 250 orang telah ditahan di Istanbul dan 69 lainnya di Ankara.


Rusia

Ribuan Pendukung Navalny Ditahan

Polisi menangkap demonstran dalam aksi simpati untuk Alexei Navalny di Saint Petersburg, Rusia, 2 Februari 2021. REUTERS/Anton Vaganov

HAMPIR 1.400 orang ditahan polisi Rusia dalam demonstrasi menuntut pembebasan tokoh oposisi Alexei Navalny pada Selasa, 2 Februari lalu. Hari itu, pengadilan Moskow menjatuhkan hukuman penjara tiga setengah tahun kepada Navalny karena ia melanggar aturan hukuman percobaan. Navalny menilai dakwaan itu direkayasa. “Beginilah cara kerjanya: mereka mengirim orang ke penjara untuk mengintimidasi jutaan lainnya,” ucap Navalny sesaat sebelum vonis dijatuhkan seperti dilaporkan BBC.

Alexei Navalny dirawat di Jerman setelah jatuh sakit dalam penerbangan dari Siberia ke Moskow pada Agustus tahun lalu. Dokter menemukan ada kandungan racun di tubuh pria 44 tahun itu yang mirip dengan racun syaraf Novichok yang membunuh bekas agen rahasia Rusia di Inggris. Dia pulang ke Rusia pada Januari lalu. Navalny menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan peracunan itu, tapi Kremlin membantah tuduhannya.

Vonis pengadilan itu memicu unjuk rasa di berbagai kota. OVD-Info, organisasi pemantau hak asasi manusia di Rusia, melaporkan sebanyak 1.116 orang ditangkap di Moskow, 246 orang di Saint Petersburg, dan 15 orang di kota-kota lain.

Navalny dikenal sebagai blogger yang aktif menulis soal praktik korupsi di sejumlah perusahaan milik negara dan pemerintah Rusia. Penahanannya sekarang diprotes oleh berbagai pihak. Komisioner Hak Asasi Manusia Dewan Eropa Dunja Mijatovic menyebut putusan itu telah memperparah pelanggaran hak asasi di Rusia. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken menyerukan pembebasan Navalny segera dan tanpa syarat. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyebut negara yang mengecam Rusia sebaiknya mengurusi masalahnya sendiri.



Cina

Peneliti WHO Mengunjungi Laboratorium Wuhan

TIM peneliti Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang dipimpin ahli virus Peter Ben Embarek mengunjungi Wuhan Institute of Virology, laboratorium riset utama yang dijaga ketat petugas keamanan di Kota Wuhan, Cina, Rabu, 3 Februari lalu. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu itu juga bertemu dengan para ilmuwan Cina dalam upaya meneliti asal-usul pandemi Covid-19, yang pertama kali merebak di Wuhan pada Desember 2019.

Wuhan Institute sempat menjadi pusat perhatian ketika muncul tuduhan bahwa kebocoran dari laboratorium itulah yang memicu wabah virus corona pertama. Ada pula dugaan sumber awal virus adalah pasar basah kota itu, yang menjual makanan laut dan daging hewan liar. Pemerintah Cina keras membantah berbagai tuduhan itu dan menduga virus tersebut masuk dari luar negeri.

Dalam pertemuan dengan tim WHO, Yuan Zhiming, Direktur Wuhan National Bio-Safety Laboratory, mengatakan laboratorium di Wuhan mematuhi dengan ketat syarat manajemen keselamatan nasional dan internasional dalam kegiatan riset ilmiah. “Laboratorium telah menjalankan operasi yang aman dan stabil selama bertahun-tahun dan tidak ada insiden kebocoran patogen serta infeksi personel,” tuturnya seperti dikutip NBC.

Peter Daszak, anggota tim WHO, mengatakan tim mereka melakukan “pertemuan yang sangat penting” dengan anggota staf lembaga itu. “Ramah, diskusinya terbuka. Pertanyaan kunci ditanyakan dan dijawab," ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus