Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (PWNI Kemlu) Judha Nugraha mengungkap sebanyak dua orang WNI ditahan di Amerika Serikat karena pelanggaran aturan imigrasi yang diperketat sejak Donald Trump resmi dilantik sebagai Presiden AS. Dia menyebut jumlah WNI yang berstatus imigran ilegal di AS cukup tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekitar 66 ribu orang yang ada di Amerika, yang tercatat. Yang tidak tercatat kami belum dapat, pastinya karena tidak tercatat, tidak ada dalam catatan, namun angkanya cukup tinggi," kata Judha saat menggelar konferensi pers di kantor Kemlu, Jakarta Pusat, pada Jumat, 7 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Judha menuturkan WNI yang berstatus imigran ilegal tidak cuma ada di AS. Dia mengatakan pemerintah tidak akan berusaha membebaskan para WNI dari pelanggaran keimigrasian jika statusnya ilegal. Kendati demikian, pemerintah akan memberikan perlindungan seperti pendampingan hukum.
“Namun, perlindungan yang paling utama adalah perlindungan diri sendiri dengan mematuhi hukum yang berlaku di negara tujuan, termasuk hukum keimigrasian," ujarnya.
Lebih lanjut, Judha menegaskan bahwa urusan keimigrasian tak boleh dianggap remeh setiap WNI. Dia mengingatkan imigran ilegal rentan dieksploitasi.
"Ketika rentan dieksploitasi, rentan mendapatkan permasalahan yang lain, dan bahkan ketika meninggal, susah untuk dilakukan (kepengurusan)," tuturnya.
Tak sampai di situ, Judha menjelaskan bahwa Kemlu telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk penanganan WNI yang ditangkap di AS karena masalah imigrasi. Dia meminta WNI di AS tetap tenang dan mematuhi aturan.
"Kami harapkan masyarakat Indonesia yang ada di AS baik yang documented, undocumented, tetap tenang. Namun, tentunya kami juga terus mengimbau kepada seluruh masyarakat kita untuk tetap mematuhi aturan hukum yang berlaku di AS," ucapnya.
Sejak pertama kali kebijakan imigrasi ini berlaku, Judha menyampaikan, Kemlu dan enam perwakilan RI di AS sudah melakukan langkah-langkah antisipasi.
"Kami sudah melakukan koordinasi secara virtual," katanya.
Enam perwakilan RI di AS yang dimaksud Judha adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington DC, KJRI San Fransisco, KJRI Los Angeles, KJRI Houston, KJRI Chicago, dan KJRI New York.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menanggapi pernyataan Presiden AS Donald Trump yang ingin mendeportasi imigran gelap dari negara tersebut.
Yusril mengatakan akan mengantisipasi kebijakan itu dan memberikan perlindungan terhadap WNI di AS yang berpeluang dideportasi karena masalah keimigrasian.
“Kalau hal seperti itu terjadi kita harus siap juga mengantisipasi,” kata Yusril kepada wartawan, di gedung Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 24 Januari 2025.
Pernyataan ini disampaikan Yusril menyusul kabar Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengutarakan janji melakukan deportasi besar-besaran dengan memulangkan jutaan imigran. Janji itu disampaikan Trump di hadapan ribuan pendukungnya pada hari pelantikannya, di Washington, pada Ahad, 19 Januari 2025.
Yusril menuturkan kementeriannya belum mendapatkan informasi resmi soal deportasi imigran bermasalah. Akan tetapi, Yusril mengetahui bahwa Trump memang pernah menyinggung soal deportasi imigran gelap saat masa kampanye presiden.
Karena belum ada informasi yang jelas soal deportasi itu, Yusril tidak mau bereaksi terlalu cepat dalam menanggapinya. Akan tetapi, jika deportasi itu terjadi, Yusril mengatakan pemerintah Indonesia akan melindungi para WNI terdampak di luar negeri.
“Saya kira itu normal saja kita akan lakukan,” ucapnya.
Di lain pihak, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan akan membentuk sebuah tim untuk mengantisipasi deportasi massal imigran bermasalah di Amerika Serikat menyusul pernyataan Trump.
“Kami sudah bentuk tim namanya Tim Perlindungan Warga Negara melalui Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan,” kata Natalius, dalam keterangan resmi, pada Jumat, 24 Januari 2025.
Tim itu akan membantu dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk memastikan perlindungan terhadap WNI terdampak.
Natalius menyatakan bukanlah hal mustahil apabila ada WNI di AS yang terdampak. Sebab terdapat cukup banyak WNI yang tinggal di AS dengan status kependudukan bermasalah. Misalnya menetap menggunakan visa turis hingga modus mencari suaka politik dengan dokumen palsu.
“Kami sudah mendapatkan informasi ada WNI yang mulai resah terutama yang surat-surat keimigrasiannya bermasalah,” ujar dia.
Alfitria Nefi Pratiwi ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.