Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Mumpung Baru Sebulan, Berubahlah

Yopie Hidayat
Kontributor Tempo

6 Februari 2021 | 00.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

EKONOMI Indonesia benar-benar telak terpukul pandemi. Covid-19 menggerus ekonomi hingga minus 2,07 persen selama 2020. Untuk pertama kali sejak 1998, pertumbuhan ekonomi tahunan berada di area negatif. Itu sudah terjadi, tak ada guna meratapi. Pertanyaan yang lebih penting: mampukah ekonomi Indonesia bangkit tahun ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pemerintah, seperti biasa, tentu tetap optimistis. Untuk 2021, pemerintah mematok target pertumbuhan antara 4,5 persen dan 5,5 persen. Artinya, pemerintah yakin ekonomi Indonesia mampu bangkit kembali dengan sangat cepat. Istilahnya, grafik pertumbuhan ekonomi berbentuk huruf V yang sangat runcing sudutnya. Dari titik nadir, tanpa jeda sejenak pun, ekonomi langsung meroket selama 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kecil kemungkinan skenario itu terwujud. Penyebab utama ekonomi merosot selama 2020 adalah pandemi. Jika pemerintah ingin melihat ekonomi pulih, penyebab itulah yang harus menjadi sasaran prioritas. Segala kebijakan ataupun sumber daya negara terfokus pada upaya membendung Covid. Itulah prasyarat agar ekonomi menggeliat lagi. Sayangnya, pemerintah masih mengambil berbagai opsi kebijakan yang tidak mencerminkan prioritas itu.

Anggaran negara, misalnya, masih meletakkan proyek infrastruktur sebagai prioritas. Bahkan anggaran belanja senjata masih dianggap lebih penting ketimbang anggaran kesehatan ketika saat ini kita melihat semua rumah sakit megap-megap kepayahan mengurus pasien Covid.

Investor melihat sikap dan niat pemerintah yang sesungguhnya dalam rencana anggaran negara, bukan dalam pidato atau berbagai pernyataan pejabat. Jika rencana belanja Kementerian Kesehatan hanya Rp 84,3 triliun, sementara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pertahanan akan membelanjakan masing-masing Rp 149,8 triliun dan Rp 137,3 triliun, jelas terlihat betapa penanganan Covid bukanlah prioritas utama pemerintah.

Yang lebih absurd, pemerintah malah merancang program ambisius untuk menarik dana investasi US$ 20 miliar melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Untuk keperluan itu, pemerintah rela mengeluarkan Rp 75 triliun sebagai modal awal. LPI, jika benar-benar mampu mengail dana investasi itu, akan mengalirkannya ke berbagai proyek infrastruktur juga, bukan buat menangani pandemi.

Untuk mengatasi Covid, pemerintah benar-benar berharap pada vaksinasi. Ini tidak keliru. Vaksinasi, yang mampu menciptakan kekebalan komunitas, akan meredakan rasa takut masyarakat sehingga mobilitas manusia kembali lancar dan ekonomi pun menggelinding. Tapi program vaksinasi untuk negara sebesar Indonesia dengan sasaran penerima vaksin sebanyak 181,5 juta orang tak mungkin tuntas dalam waktu singkat.

Menurut estimasi pemerintah, vaksinasi paling cepat bisa selesai dalam tempo 15 bulan. Artinya, Indonesia baru mungkin mencapai kekebalan komunitas pada Maret 2022. Jadi, selama 2021, Covid akan terus menggerus ekonomi sebagaimana 2020. Celakanya, memasuki 2021, serangan Covid justru kian merebak tanpa kendali. Grafik pandemi menanjak cepat. Indonesia sudah menjadi negara dengan kasus paling banyak di Asia.

Penyebab utama terpuruknya ekonomi pada 2020 ternyata masih berkecamuk. Jadi bagaimana bisa muncul estimasi pertumbuhan yang sangat optimistis jika penyebab utama lesunya ekonomi sama sekali belum teratasi?

Mumpung 2021 baru lewat sebulan, masih ada waktu bagi pemerintah untuk mengevaluasi lagi semua program dan prioritasnya. Memperbesar stimulus yang lebih langsung berdampak pada perbaikan daya beli masyarakat amat layak mendapat pertimbangan. Jika pemerintah memaksakan ratusan triliun rupiah tetap mengalir ke infrastruktur, daya ungkitnya terhadap ekonomi dan perbaikan daya beli tidak akan segera terasa. Pembangunan infrastruktur jelas bisa menunggu sampai kesehatan dan ekonomi pulih. Apalagi dana untuk membeli senjata, yang sedikit sekali efeknya terhadap ekonomi dalam negeri.

Bayangkan, Rp 75 triliun yang masuk sebagai modal awal LPI itu hampir sama besar nilainya dengan anggaran Kementerian Kesehatan untuk setahun. Uang sebanyak itu jelas jauh lebih berarti jika langsung mengalir ke ekonomi atau untuk membasmi pandemi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus