Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Korea Utara
Zona Waktu Pyongyang
REZIM yang berkuasa di Korea Utara memutuskan memberlakukan zona waktu sendiri. Rencana yang diumumkan pada Jumat dua pekan lalu ini diwujudkan dengan menetapkan waktu setengah jam lebih lambat ketimbang yang berlaku di Korea Utara dan Jepang. Perubahan ini dimulai sejak Sabtu pekan lalu, hari yang merupakan perayaan 70 tahun kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II-sekaligus membebaskan Korea dari pendudukan Jepang.
Waktu yang saat ini berlaku di Semenanjung Korea-sembilan jam lebih dulu ketimbang Coordinated Universal Time (UTC), yang menjadi patokan internasional-adalah hasil penetapan Jepang. Selama ini slogan yang selalu disiarkan di Korea Utara adalah sikap anti-Jepang dan anti-Amerika. Karena itu, sangat wajar bila perubahan waktu tersebut bakal dipandang sebagai upaya membuang sisa-sisa dominasi penjajah.
"Imperialis Jepang yang biadab melakukan kejahatan yang tak terampunkan, merampas dari Korea bahkan standar waktunya," kata Korean Central News Agency, kantor berita negara Korea Utara, Jumat dua pekan lalu, seperti dikutip The New York Times.
Sebenarnya Korea Selatan juga punya kejengkelan sejarah senada terhadap Jepang. Tapi soal waktu bukan satu di antaranya. Menurut Jeong Joon-hee, juru bicara Kementerian Unifikasi di Korea Selatan, mengikuti jejak Pyongyang bakal membingungkan dan mahal ongkosnya untuk satu negara yang-berbeda dengan Korea Utara-sepenuhnya menyatu dengan ekonomi global.
Jeong mengatakan perubahan waktu di Korea Utara mungkin akan menimbulkan masalah komunikasi yang bersifat minor, terutama di kawasan industri antar-Korea di Kaesong. Di kawasan ini para manajer dari Korea Selatan bertugas mengawasi para pekerja dari Korea Utara. Di luar itu, kata dia, "Hal ini akan mengganggu upaya kami untuk mengintegrasikan Selatan dan Utara dan memulihkan kesamaan di antara kami."
Jepang
Pembangkit Tenaga Nuklir Dihidupkan Lagi
Jepang mengoperasikan lagi reaktor nuklir pertamanya setelah peraturan keamanan yang baru diberlakukan. Reaktor ini-satu di antara reaktor milik Kyushu Electric Power di Sendai-mulai dihidupkan pada Selasa pekan lalu. Reaktor ini, menurut Perdana Menteri Shinzo Abe sehari sebelumnya, seperti dikutip BBC, telah lolos dari "pemeriksaan keamanan paling ketat sedunia".
Para penentang diaktifkannya lagi pembangkit tenaga nuklir itu menggelar demonstrasi di luar lokasi pembangkit Sendai. Aksi serupa berlangsung di depan kediaman Abe di Tokyo, sekitar 1.000 kilometer dari Sendai.
Mereka sebenarnya mewakili perasaan mayoritas warga Jepang tentang pembangkit tenaga nuklir. Keberatan dan penentangan timbul setelah terjadi bencana di Fukushima pada 2011. Di kota ini, ketika itu, terjadi kebocoran reaktor akibat gempa bumi yang disusul tsunami. Sejak itu semua pembangkit tenaga nuklir di Jepang satu demi satu ditutup-dan Jepang terpaksa mengimpor bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan listriknya.
Biaya impor yang besar dan emisi CO2 akibat pemakaiannya memaksa pemerintah kembali ke pembangkit tenaga nuklir. Japan's Nuclear Regulation Authority, badan yang berwenang meregulasi penggunaan nuklir, menyetujui pengoperasian kembali dua reaktor di Sendai pada September lalu berdasarkan peraturan yang jauh lebih ketat. Menurut rencana, reaktor kedua akan dihidupkan pada Oktober nanti.
Meksiko
Tewasnya Aktivis Pencari Orang Hilang
MIGUEL Angel Jimenez, aktivis politik yang berperan dalam pencarian 43 mahasiswa dan orang-orang lain yang hilang di Meksiko bagian selatan, ditemukan tewas pada Sabtu dua pekan lalu. Menurut sejawatnya, Senin pekan lalu, tubuh Jimenez ditemukan di sebuah mobil di dekat Xaltianguis, kota tempat dia membantu pendirian program polisi komunitas.
Pemimpin Union of Towns and Organizations (UPOEG), Bruno Placido, membenarkan kabar tewasnya Jimenez. Dia mengatakan Jimenez, yang juga anggota UPOEG, menerima banyak ancaman yang berkaitan dengan upaya pencariannya.
Jimenez mulai mengorganisasi pencarian 43 mahasiswa perguruan tinggi keguruan itu pada September tahun lalu di Negara Bagian Guerrero. Para mahasiswa tersebut hilang setelah ditahan polisi. Menurut jaksa, polisi Iguala, kota di Guerrero, menyerahkan para mahasiswa kepada kartel obat bius Guerreros Unidos. Anggota kartel inilah yang membunuh dan membakar jenazah para mahasiswa.
Menurut Placido, ancaman pembunuhan terhadap Jimenez bukan tak mungkin datang dari Guerreros Unidos. Karena inilah Jimenez pulang ke kampung halamannya, Xaltianguis. Di kota ini pula keluarganya memakamkannya, Ahad pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo