PENENTANG perang justru lahir lebih dahulu di Irak. Demikian perkiraan para pengamat setelah mendadak Saddam Hussein memecat pembantu militernya yang paling top. Jenderal Nizar Al-Khazraji telah dicopot dari kedudukannya sebagai kepala staf angkatan bersenjata. Kedudukannya kemudian digantikan Jenderal Hussein Rashid, panglima pasukan elite Pengawal Republik, yang tak lain adalah pengawal pribadi Saddam sendiri. Surat kabar angkatan darat Al Qaddisiyah (Kesucian) menyiarkan berita pemecatan itu tanpa merinci alasannya. Koran itu hanya mengatakan, Jenderal Nizar diberi beberapa kedudukan non-tempur, antara lain sebagai penasihat militer presiden. Banyak yang terkejut dengan langkah Saddam. Jenderal Nizar adalah panglima perang yang andal dan telah menunjukkan kebolehannya memimpin tentara Irak selama perang delapan tahun melawan Iran. Tindakan itu dilakukan pada waktu Amerika dan sekutu-sekutunya makin menekan dengan kekuatan militernya. Maka, mereka meramalkan kemungkinan adanya pergolakan di kalangan tentara Irak yang berjumlah satu juta orang itu. Namun, ada pula perkiraan lain yang mengatakan, tindakan Saddam itu merupakan langkah agar Pengawal Republik yang berjumlah 120.000 orang akan tetap setia dan berada di belakang Saddam. Kalau perkiraan yang terakhir ini benar, Saddam nampaknya khawatir akan kemungkinan timbulnya pemberontakan di kalangan tentara. Karenanya, angkatan bersenjata harus tetap berada di bawah orang yang paling dipercayainya. Perkiraan mana yang benar tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun, sumber-sumber intelijen Amerika mengangkat teori tentang kemungkinan timbulnya oposisi dalam tubuh militer. Atas dasar teori itu, kemungkinan besar Jenderal Nizar menyuarakan kekecewaan militer terhadap penyerbuan dan pencaplokan atas Kuwait. Kemungkinan adanya oposisi di kalangan militer hanyalah salah satu dari beberapa kelompok yang menentang pemerintahan Saddam Hussein. Misalnya saja, ada kelompok yang menamakan dirinya Dewan Revolusi Tinggi Irak, organisasi pimpinan Muhammad Baqir el Hakim. Tokoh ini masih bergerak secara rahasia di Irak. Di luar negeri, organisasi ini diwakili salah satu tokohnya Abdel Aziz el Hakim yang mengatur gerakannya dari London, Inggris. Menurut Abdel Aziz, kelompoknya sedang bersiap-siap untuk pada suatu saat merobohkan kediktatoran Saddam. Iran adalah salah satu tempat kegiatan mereka karena, katanya lagi, walaupun telah berbaikan dengan Irak, Iran masih tetap membantu kelompoknya. Alasannya adalah agama juga. Kelompok Dewan Tinggi Revolusi mewakili kaum Syiah yang ditindas di Irak. Di sana kamp-kamp militer -yang diasuh organisasi itu tetap menyelenggarakan latihan militer. Pemerintah Arab Saudi juga membantu oposisi yang dimotori keluarga El Hakim itu walaupun kelompok ini menyuarakan kaum Syiah. Tabloid Ashrq al Awsat (Timur Tengah), yang terbit di London dan milik pemerintah Arab Saudi, dalam beberapa pekan terakhir ini memuat tulisan-tulisan bernada Syiah yang dikeluarkan oleh Dewan Tertinggi Revolusi Irak. Ini merupakan suatu kejutan besar mengingat sebelum krisis Teluk berlangsung, pemerintah Arab Saudi tak pernah melakukan hal itu. Bagi Arab Saudi sekarang, setiap aksi perlawanan terhadap Irak, dari mana pun datangnya, akan didukung. Abdel Aziz juga menambahkan, sejalan dengan tengah berlangsungnya krisis Teluk, kaum oposisi komite perlawanan yang membawahkan 17 organisasi itu perlu diperhitungkan. Di antaranya, suku Kurdi, kaum nasionalis, dan organisasi keagamaan yang menentang Saddam. Menurut rencana, mereka akan mengadakan konperensi. Topiknya: hak asasi manusia. Dja'far Bushiri (Kairo) dan A. Dahana (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini