MENDADAK, Selasa pekan silam, PM Australia, Bob Hawke, menutup Biro Rakyat Libya (BRL) di Canberra. Shaban Gashut, Sekretaris BRL, diberi waktu sepuluh hari untuk angkat kaki dari sana. Hawke pcrnah mcnyatakan bahwa tak ada bukti kuat, biro ini terlibat subversif. Tapi, kemudian ia begitu saja berubah pendapat. "Libya tak berkepentingan di kawasan Pasifik, baik dari segi geografis maupun nasional," katanya tandas. Bukti-bukti yang dikumpulkan Biro Intelijen Australia (ASIO) menurut Hawkc merupakan alasan kuat untuk menutup BRL. Ditegaskannya, tidak ada kaitan antara penutupan itu dan kudeta di Fiji. "Meski demikian, kita pcrlu berhati-hati atas meningkatnya kekacauan di kawasan Pasifik," ucapnya, dalam nada gusar. Biro Rakyat Libya didirikan tahun 1970, dengan staf tujuh orang. Jumlah personel dikurangi hingga lima orang, 1986. Namun, mulai Juni tahun lalu, Australia mengurangi lagi jumlah itu, menjadi dua orang, Shaban dan Marwan. Mereka ini sebelumnya sudah diusir dari Vanuatu (TEMPO, 16 Mei 197). Sumber yang layak dipercaya mengatakan bahwa mereka diutus dari BRL yang berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia. Di luar BRL masih ada pusat kebudayaan LCC (Libyan Cultural Centre) di beberapa kota besar di Australia yang, menurut pengurusnya, "bertugas memberi informasi dan membina kontak dengan masyarakat Arab, masyarakat Islam, dan orang Australia pada umumnya." Robert Pash, pengurus LCC yang warga Australia itu, menegaskan bahwa LCC akan terus dibuka, "karena jelas ada kebutuhan dalam masyarakat multikultur di sini." Sementara itu, Shaban Gashut, Sekretaris Biro Rakyat Libya, berkomentar, "Penutupan biro rakyat mencerminkan peri laku politik Australia yg tidak dewasa." Ia merasa, Libya "dikorbankan", semata-mata karena Dinas Intelijen Australia merasa malu telah kebobolan atas peristiwa kudeta di Fiji. Tindakan Hawke ini mengundang kecaman dari pihak oposisi. John Howard, sumber yang dekat dengan pemimpin partai oposisi, mengatakan, kudeta di FIJI begitu memusingkan Hawke, hingga gampang saja menuding Libya. Prof. Al McCoy, ahli masalah Pasifik dari Universitas New South Wales, menilai "Tindak-tanduk Australia dalam politik luar negeri tak ubahnya petinju yang tak tahu bagaimana harus bertinju." Oposisi berpendapat, kericuhan di Pasifik Selatan bersumber dari kesalahan Australia yang tak pernah melihat dengan sebelah mata pun ke negara tetangganya yang kecil-kecil ini. Banyak pengamat menyesalkan sikap Hayden yang tidak mempersingkat lawatan Eropanya, padahal Australia menghadapi keruwetan politik luar negeri terbesar sejak Partai Buruh berkuasa, 1983. Tidak cuma itu. Untuk menghadiri Forum Pasifik Selatan, yang akan berlangsung di Apia, Samoa Barat, akhir bulan ini, Canberra hanya mengutus David Sadlier, deputi sekretaris pada Departemen Luar Negeri. Ketegangan hubungan Australia- Libya kian meruncing dengan adanya ancaman dari Dr. Mahford. Penasihat pribadi Kolonel Qadhafi ini mengatakan Libya akan menyetop impor domba dari Australia senilai US$ 35 juta. Dua pekan sebelumnya, Shaban Gashut protes keras terhadap pemerintah Australia yang, tampaknya, sengaja melancarkan kampanye anti-Libya. Televisi ABC - milik pemerintah Australia--menyiarkan acara yang satiris: "The Dingo Principle". Di situ, tampil aktor berpakaian ala Qadhafi yang berpidato seolah-olah Libya merupakan "organisasi nonprofit yang memasok senjata untuk negara-negara Dunia Ketiga." Katanya, "Jelas, ini sebuah penghinaan yang disengaja untuk mendiskreditkan Libya." Dingo adalah sejenis anjing liar yang hidup di Negeri Kanguru. Dari Selandia Baru, PM David Lange dalam nada antiklimaks - menyatakan, tak perlu memusuhi Libya. Ia bahkan mengakui keabsahan hadirnya Libya di kawasan Pasifik Selatan. Dan para pengamat lalu menghubungkan keterangan Lange dengan kepentingan Selandia Baru yang tidak mau kehilangan peluang ekspor domba senilai $ 100 juta. Yulia S. Madjid, Laporan Dewi Anggraeni (Melbourne) & Reuters
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini