"TAK ada yang akan berubah." Hosni Mubarak berkata demikian
sesudah Presiden Anwar Sadat yang terbunuh itu dimakamkan.
Israel gembira karena perjanjian Camp David tetap dipertahankan
Mesir. Dunia Ketiga pun senang karena Mesir masih menyatakan
setia pada politik non-blok.
Kini, hampir dua bulan kemudian, Presiden Mubarak pun ternyata
bersikap tegas seperti pendahulunya menghadapi kaum ekstrim
Islam. Sekitar 2.000 orang yang dianggap Islam fundamentalis itu
masih ditahan, dan beberapa yang dituduh terlibat membunuh Sadat
mulai diadili pekan lalu.
Tapi gerakan ekstrim tadi ternyata bukan lagi ancaman terhadap
kestabilan nasional Mesir. Tidak ada kerusuhan baru. Adalah
keadaan ekonomi yang sebenarnya yang kini makin mengancam Mesir.
Di zaman Sadat, Mesir telah melancarkan politik pintu terbuka
(al infitah) yang bertujuan menggalakkan investasi modal. Banyak
hambatan atas perdagangan dan lalu-lintas keuangan telah
ditiadakan sejak 1974. Kemajuannya, walaupun ada, belum dapat
memenuhi harapan yang kian meningkat.
"Pintu terbuka" itu bahkan membuat perbedaan yang kaya dan yang
mis!in makin menyolok. Hotel-hotel mentereng muncul. Mercedes
dan mobil mewah lainnya meramaikan jalan di Kairo. Perusahaan
minuman botol seperti Coca-Cola pun tiba. Dan gaya hidup tinggi
menjadi tontonan rakyat jelata yang sukar memperoleh pekerjaan.
Hing ga al inftah dianggap mengecewakan.
Perjanjian (Camp David) tahun 1979 semula diduga akan
mendatangkan banyak bisnis. Ternyata perdamaian dengan Israel
belum bisa segera membawa kemakmuran bagi rakyat. Birokrasi di
Kairo menjengkelkan calon investor asing. Hubunan telepon tak
pula lancar. Keadaan angkutan umum tak membantu. Dan penyakit
korupsi di instansi resmi lebih tak mendorong investasi.
Mubarak sendiri dikenal hidup sederhana, bersih, tak korup.
Berbicara di parlemen (8 November), diamengatakan niat membasmi
korupsi tingkat atas. Suaranya terdengar keras, sementara kamera
televisi tertuju ke barisan menteri dan pejabat tinggi lainnya
di depan.
Mubarak menyatakan dia akan berusaha mengubah praktek tak baik
dalam aparat pemerintah. adi akan ada perubahan. Dia tampaknya
akan menegakkan disiplin. "Di Mesir, tempat bicara lebih banyak
ketimbang kerja, datangnya Mubarak memimpin negara sungguh
membesarkan hati," kata Hermann F. Eilts, bekas dubes AS di
Kairo. "Dia punya pikiran dan sikap seorang inspektur jenderal
sungguhan."
Politik "pintu terbuka" akan diteruskannya. "Kami bergantung
sekali pada teknologi anda, dan kami membutuhkan investasi
anda," kata Mubarak pada rombongan pengusaha Amerika yang datang
berkunjung.
Sebelum perjanjian Camp David, Mesir masih bisa mengharapkan
banyak modal dan dana Arab. Terutama dari Arab Saudi. Kini Mesir
terpencil di dunia Arab. Banyak pekerja Mesir suka pergi kerja
ke Saudi, tapi mereka tak bisa lagi memperoleh visa sejak Camp
David. Dari kaum pekerja di rantau itu Mesir dulu tak sedikit
mendapat kiriman uang.
Dengan penduduknya yang tiap tahun bertambah sekitar 3%, Mesir
sungguh berabe dalam hal kesempatan kerja. Penduduk Mesir yang
kini 44 juta ditaksir mencapai 70 juta pada tahun 2000.
Dalam suatu pidatonya, Mubarak mengingatkan bahwa kemerosotan
ekonomi seperti sekarang mengancam eksistensi Mesir. Neraca
pembayarannya mengalami defisit dengan jatuhnya pendapatan dari
sektor minyak.
Ketika dia mengatakan "tak ada yang akan berubah", Mubarak
dikira akan menjadi duplikat Sadat. Banyak kalangan masyarakat
Mesir yang agak kecewa. Tapi dari berbagai keterangan dan
tindakannya kemudian, terutama dalam menangani soal ekonomi,
Mubarak jelas kelihatan berbeda. Dan pekan lalu, guna meyakinkan
lagi bahwa dia bukan duplikat Sadat, Mubarak membebaskan 31
tahanan politik, termasuk Mohammed asanein Heykal. Mereka
dipenjarakan Sadat bersama lebih 1.500 orang lainnya. September
lalu. Mereka dibawa ke istana tempat Presiden Mubarak berkantor.
"Ini suatu hal besar," kata Heykal kemudian. "Baru pertma kali
ini seorang presiden menerima tahanan politik yang dibebaskan
dan berbicara dengan mereka. "
Heykal, bekas redaktur harian Al Ahram, pernah menjadi menteri
penerangan di zaman Nasser. Hampir setiap komentarnya yang
diterbitkan surat kabar itu menjadi berita di dunia Arab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini