Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Gaza dan Perang Rusia-Ukraina: Isu yang Menggoyang Suara Kamala Harris

Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Kamala Harris ditinggalkan pemilih yang pro-Palestina.

15 November 2024 | 14.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Donald Trump dari Partai Republik akhirnya terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.

  • Donald Trump mendulang suara dari kelompok pro-Palestina yang menolak Kamala Harris

  • Ketidaktegasan Kamala Harris membuat dia ditinggalkan pemilih yang pro-Palestina.

KONFLIK di Gaza, Palestina, menjadi isu utama bagi para pemilih Arab-Amerika yang besar di Negara Bagian Michigan dalam pemilihan umum Amerika Serikat pada Selasa, 5 November 2024. Dalam beberapa kali pemilihan umum, negara bagian ini memberikan suaranya kepada Partai Demokrat, yang dianggap lebih banyak mendorong perdamaian di Palestina ketimbang Partai Republik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun ini, sikap mereka berubah. Rashida Tlaib, perempuan Palestina-Amerika pertama di Kongres Amerika Serikat, mengkritik sikap Kamala Harris, calon presiden dari Partai Demokrat, dan Donald Trump, kandidat presiden dari Partai Republik, mengenai Gaza. “Trauma dan rasa sakit kami tidak terlihat dan diabaikan oleh kedua belah pihak. Satu pihak menggunakan identitas kami sebagai cercaan dan pihak lain menolak mendengar kami,” katanya kepada Zeteo, media Amerika, pada akhir Agustus 2024. Ketika berkampanye sebagai calon anggota Kongres dari Michigan, Tlaib mengumumkan bahwa dia tidak mendukung Harris karena frustrasi terhadap kebungkaman Demokrat perihal Gaza.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Michigan akhirnya memilih Trump. Trump kemudian menang dengan 312 suara elektoral, mengalahkan Harris yang mendapatkan 226 suara elektoral. Tlaib malah meraih kemenangan di Michigan dengan mengalahkan James Hooper dari Republik.

“(Para pendukung Palestina) sangat kecewa terhadap Harris dan Biden. Bahkan menjelang pemilihan pun Harris masih belum bisa mengutuk Israel, masih belum bisa memberikan sikap tegas kepada Israel,” kata Abdul Malik Gismar, pakar psikologi politik Universitas Paramadina, Jakarta, kepada Tempo pada Selasa, 12 November 2024.

Malik menyatakan, selama memimpin Amerika, Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris lebih mendukung Israel sehingga Harris bersama Demokrat sebenarnya telah ditinggalkan oleh pemilih dari kalangan pendukung Palestina. Meskipun begitu, hanya sebagian penolak Harris yang beralih ke Trump. “Demokrat itu kehilangan suara saja. Tanpa suara itu pindah ke Trump pun Harris tetap kalah,” tutur alumnus New School for Social Research, Amerika Serikat, ini.

Pada dasarnya baik Trump maupun Harris sama-sama menjadikan konflik Israel-Palestina isu untuk menarik pemilih. Trump sempat bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 26 Juli 2024 di Mar-a-Lago, resor Trump di Florida. Dalam kunjungan Netanyahu itu, Trump mengkritik Harris, yang menyerukan gencatan senjata dan menyatakan keprihatinan atas banyaknya warga Palestina yang meninggal dalam operasi militer Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023. “Pernyataan itu tidak sopan,” ucap Trump seperti dilaporkan Reuters.

Seorang perempuan berfoto dengan ponsel di dekat papan reklame ucapan selamat untuk Presiden terpilih AS Donald Trump, setelah Pemilihan Presiden AS 2024, di Yerusalem, 7 November 2024. Reuters/Ronen Zvulun

Namun sikap Harris tidak konsisten. Saat mengumumkan diri secara resmi sebagai calon presiden pada 22 Agustus 2024, dia menyatakan akan berpihak kepada Israel. “Saya akan berdiri membela hak-hak Israel untuk membela diri dan saya akan selalu memastikan Israel mampu mempertahankan diri,” kata Harris seperti dikutip Reuters.

Dukungan Harris kepada Israel itu membuat para pendukung Palestina melayangkan protes. Harris lalu mencoba bermanuver dengan menemui para pemimpin Arab-Amerika dan muslim di Flint, Michigan, pada 4 Oktober 2024. Dalam pertemuan itu, Harris menyampaikan kekhawatirannya tentang penderitaan masyarakat sipil di Gaza dan menyinggung upaya mengakhiri perang serta mencegah perang regional.

Upaya terakhir dilakukan Harris dua hari sebelum pemilu. Saat itu Harris berjanji melakukan apa pun demi mengakhiri serangan Israel di Gaza. “Tahun ini (terasa) sulit mengingat besarnya jumlah korban jiwa dan kehancuran di Gaza serta korban sipil dan pengungsian di Libanon,” ujarnya.

Suzie Sudarman, pakar hubungan internasional Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, menilai isu Israel-Palestina berperan besar dalam perebutan suara pemilih bagi Trump dan Harris. Dia memaparkan, isu ini menjadi salah satu sorotan utama. Dia mencontohkan anak muda Amerika, termasuk golongan mahasiswa, yang menolak genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Gaza.

Suzie menjelaskan, pada dasarnya Trump dan Harris sama-sama memiliki komitmen menjaga keamanan Israel. Dia menyoroti posisi Harris sebagai inkumben yang sulit mendapat dukungan dari publik Amerika, terlebih setelah rezim Biden-Harris mendukung Israel. Harris, Suzie mengungkapkan, cenderung mendorong solusi dua negara—solusi berupa Israel dan Palestina berdiri sebagai dua negara yang hidup berdampingan.

“Begitu banyak protes terhadap tindakan Presiden Biden. Maka di mana-mana Harris menghadapi protes soal Palestina. Hal ini pasti berpengaruh terhadap kemungkinan menangnya Harris,” ujar Suzie pada Senin, 11 November 2024. Menurut Suzie, Harris kurang menegaskan bahwa dia berbeda dengan Biden. Keadaan ini berujung pada kekalahan Harris.

Muhammad Waffaa Kharisma, peneliti Centre for Strategic and International Studies, melihat adanya perpindahan suara sebagian pemilih dari Partai Demokrat ke Partai Republik yang didorong oleh ketidakpuasan terhadap pemerintahan Biden-Harris. “Sebagian kecil memang mengalihkan diri dari Demokrat ke Republik karena kekecewaan terhadap Biden-Harris dalam mengelola konflik di Gaza,” tuturnya.

Meski begitu, Waffaa berpendapat bahwa ada pula perpindahan suara yang terjadi untuk menghindari kemenangan Harris dan Trump sekaligus. Misalnya, dia menjelaskan, ada pemilih yang memberikan suara kepada Jill Stein dari Partai Hijau selaku kandidat presiden ketiga. “Mungkin juga ada yang frustrasi terhadap Harris, kemudian memilih Trump karena dendam. Jadi niatnya hanya menghukum Demokrat,” ucapnya.

Ucapan selamat bagi Presiden terpilih Donald Trump, terlihat di sebuah papan reklame digital setelah Pemilihan Presiden AS 2024 di Yerusalem, 6 November 2024. Reuters/Ronen Zvulun

Waffaa menilai Trump dan Harris cenderung pro-Israel dengan peran sentral Israel dalam penyelesaian konflik, bukan mengupayakan pengakuan Palestina sebagai bangsa dan negara. “Mereka belum pernah betul-betul bergerak menuju solusi dua negara secara gigih.”

Selain perang Israel-Palestina, perang Rusia-Ukraina menjadi sorotan Trump dan Harris. Keduanya menyatakan sikap yang bertolak belakang mengenai cara penyelesaian konflik itu. Trump menyatakan akan menyelesaikan perang Rusia-Ukraina dalam waktu sehari jika terpilih menjadi presiden. Janji itu dia sampaikan berulang kali. Dia juga menyarankan Ukraina menyerahkan wilayah yang berbatasan dengan Rusia agar berdamai dengan Rusia. Tapi usul Trump ini ditolak Ukraina.

Trump juga pernah menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai pihak pertama yang memicu perang Rusia-Ukraina. Dia berulang kali menyebut Zelenskyy sebagai “salesman” terbaik di dunia karena telah meminta dan menerima bantuan militer hingga miliaran dolar Amerika Serikat sejak perang Ukraina meletup pada 2022.

Adapun Harris berjanji terus mendukung dan memberikan bantuan kepada Ukraina. “Amerika Serikat mendukung Ukraina bukan karena alasan amal, melainkan karena hal tersebut merupakan kepentingan strategis kami,” kata Harris.

Waffaa Kharisma melihat perbedaan mencolok antara Trump dan Harris dalam menyikapi isu Rusia-Ukraina. Dia juga menilai kampanye Harris yang mendorong bantuan dana untuk Ukraina tidak relevan bagi kaum kelas menengah ke bawah. “Jadi orang makin frustrasi dan kampanye Harris dianggap kurang berakar atau kurang mengena.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Isu Gaza Menggoyang Kamala"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus