Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DHAKA, ibu kota Bangladesh, tiba-tiba berubah menjadi “lautan api” kemarahan. Massa mengamuk di mana-mana. Mereka menyerbu kediaman Perdana Menteri Sheikh Hasina Wazed, pemimpin partai Liga Awami yang sudah berkuasa selama 15 tahun, dan merampok harta benda di rumah itu pada Senin, 5 Agustus 2024. Hasina, yang sudah mengundurkan diri sebagai perdana menteri, kabur ke India menggunakan helikopter dan melanjutkan perjalanan dengan pesawat terbang. Hasina pergi begitu saja tanpa meninggalkan surat dan pidato pengunduran dirinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Negeri itu sudah lama menyimpan bara. Hasina berkuasa dengan tangan besi sejak 2008. Oposisi dan pengkritiknya dibungkam dengan pemenjaraan dan ancaman. “Pemerintah berkuasa dengan sangat keras. Suara pembangkang di video dilarang. Setiap pihak yang berbeda pendapat disebut sebagai teroris atau ekstremis dan dipenjara, termasuk ribuan pemimpin oposisi,” kata Humayun Kabir, mantan diplomat Bangladesh yang pernah mengajar di Departemen Ilmu Politik dan Departemen Hukum University of Dhaka, kepada Tempo, Rabu, 7 Agustus 2024. “Represi adalah model pemerintahannya.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintahan Hasina, Kabir menambahkan, juga digerogoti korupsi yang masif. “Tapi tak ada orang yang membicarakannya. Jika berbicara tentang korupsi, Anda akan masuk penjara,” ujarnya.
Hasina dapat berkuasa lama berkat upayanya membangun koalisi besar di parlemen dan menguasai Komisi Pemilihan Umum. Putri Sheikh Mujibur Rahman, pendiri negara dan presiden pertama Bangladesh, tersebut menghapus syarat pembentukan pemerintahan independen sementara ketika pemilihan umum diselenggarakan. Dengan begitu, Komisi Pemilihan Umum diisi orang-orang Hasina.
Karena itu, “Pemilihan umum berlangsung di bawah kendali pemerintahan. Akibatnya, terjadi kecurangan dalam pemilihan umum pada 2018, juga pada 2024. Maka, dalam prosesnya, 30 juta anak muda yang tumbuh di antara 13 juta penduduk Bangladesh tak punya kesempatan memberikan suara,” tutur Kabir.
Pemilihan umum terakhir berlangsung pada 7 Januari 2024. Komisi Pemilihan Umum mengumumkan partai Liga Awami menang besar dengan 74,63 persen suara dan pemimpinnya, Sheikh Hasina, dapat kembali menjadi perdana menteri untuk periode keempat. Partai Nasionalis Bangladesh, partai oposisi terbesar pimpinan mantan perdana menteri Khaleda Zia, memboikot pemilihan ini, seperti pada 2014, dengan alasan Komisi tak dapat menjalankan pemilihan umum yang bebas dan adil. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat serta Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Kerajaan Inggris menyatakan pemilihan umum ini tak memenuhi syarat demokrasi.
Orang-orang membawa furnitur dan barang-barang dari kediaman Perdana Menteri di Dhaka, Bangladesh, pada 5 Agustus 2024. Reuters/Mohammad Ponir Hossain
Kondisi politik mulai panas ketika mahasiswa turun ke jalan untuk menuntut penghapusan sistem kuota calon aparatur sipil negara (ASN) sebesar 30 persen bagi anak-cucu para veteran perang kemerdekaan yang loyal kepada pemerintahan Hasina. Sebagian besar veteran perang itu adalah anggota Liga Awami. Dengan adanya sistem kuota ini, bersama kuota lain, seperti untuk kaum minoritas, hanya tersisa sekitar 44 persen kuota yang terbuka bagi para sarjana baru.
Kabir memaparkan bahwa sistem kuota ini bermasalah karena ekonomi Bangladesh bertumpu pada investasi pemerintah. “Tujuh-delapan tahun belakangan tak ada investasi swasta, hanya ada investasi di sektor pemerintah,” katanya.
Dua juta sarjana baru masuk ke pasar kerja setiap tahun. Namun lapangan kerja di pemerintahan dikuasai rezim Hasina melalui sistem kuota. “Kami punya sangat banyak anak muda. Dua juta anak muda ini tak punya pekerjaan. Akibatnya, sebesar 40 persen penduduk tidak bekerja atau sedang dilatih,” ujar Kabir.
Para pemuda inilah yang kemudian menuntut rekrutmen pegawai negeri diubah berdasarkan kemampuan. Demonstrasi besar pun pecah di Dhaka sejak awal Juli 2024. Demonstrasi ini disambut kekerasan oleh polisi hingga sekitar 150 orang tewas dan lebih dari 1.000 orang, termasuk beberapa pemimpin oposisi senior, ditangkap.
Mahkamah Agung kemudian memutuskan mengurangi kuota khusus untuk keturunan veteran itu menjadi 5 persen. Namun ketidakpuasan rupanya telanjur membesar. Putusan itu tak membuat demonstran, yang menuntut penghapusan kuota, menghentikan unjuk rasa.
Protes berubah menjadi kekerasan setelah Hasina bertindak keras menekan para demonstran. Dia menyebut para pengunjuk rasa sebagai “razakar”. Istilah ini merujuk pada nama kelompok paramiliter yang dibentuk militer Pakistan untuk wilayah Pakistan timur, yang kini menjadi Bangladesh, selama perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971.
Para pemimpin mahasiswa ditangkap. Pemerintah memblokir Internet dan menutup berbagai universitas. Polisi menggunakan peluru dan gas air mata untuk melawan demonstran. Hampir 300 orang tewas dan 11 ribu lainnya ditangkap di seluruh negeri selama protes berlangsung.
“Sebuah masalah administratif kecil telah menjadi revolusi,” ucap Kabir. “Orang-orang turun ke jalan dan menyerukan revolusi.”
Gerakan mahasiswa ini mendapat dukungan luas masyarakat. Menurut Kabir, saat mahasiswa berdemonstrasi, masyarakat membantu mereka dengan segala cara, termasuk memberikan air minum kemasan dan makanan. Pada akhirnya masyarakat pun bergabung dengan para demonstran dan kerusuhan pecah di mana-mana.
Selain menyerbu kediaman Hasina, massa menghancurkan kantor polisi. Kepolisian negeri itu, Kabir mengungkapkan, telah disusupi sayap pemuda Liga Awami. Semua lembaga pemerintah, dia menambahkan, telah dipolitisasi oleh Hasina dan partainya.
“Anda dapat melihat bahwa tak ada polisi di mana-mana beberapa hari ini. Sekitar 2.000 kantor polisi di negeri itu diserang. Lebih dari 100 polisi terbunuh. Polisi takut. Mereka meninggalkan kantor dan markas besar. Dua hari lalu (Senin, 5 Agustus 2024), orang-orang membakar markas besar kepolisian,” kata Kabir.
Menurut Kabir, mahasiswa ini bergerak sendiri-sendiri dari kampus masing-masing. Tak ada pemimpin tunggal karena polisi telah membubarkan sebuah pertemuan besar mahasiswa dan menangkap semua pemimpinnya. Selain itu, sejak pemilihan umum lalu, semua tokoh atau pemimpin oposisi serta Partai Nasionalis Bangladesh dipenjara karena memboikot pemilihan umum.
Gerakan itu berujung jatuhnya Sheikh Hasina. Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Waker-uz-Zaman mengumumkan mundurnya Hasina dan berharap situasi akan kembali normal dalam tiga-empat hari ke depan. Presiden Mohammad Shahabuddin kemudian membubarkan parlemen dan membentuk pemerintahan sementara.
Muhammad Yunus, peraih Hadiah Nobel Perdamaian dan musuh politik Hasina, dilantik sebagai pemimpin pemerintahan sementara pada Kamis, 8 Agustus 2024. Pelantikan ini terjadi setelah pertemuan antara Presiden Shahabuddin, pemimpin militer, pemimpin mahasiswa, pebisnis, dan masyarakat sipil. Para mahasiswa menolak pemerintahan yang dipimpin militer dan menginginkan Yunus sebagai pemimpin.
“Melihat pengorbanan para mahasiswa, terutama mereka yang telah gugur demi pembebasan bangsa, saya tidak bisa berkata tidak kepada mereka,” tutur Yunus kepada Financial Times. Ekonom 84 tahun itu mengatakan dalam beberapa hari ini ia akan berbicara dengan semua pihak untuk membangun kembali Bangladesh. “Saya tidak berniat mencari jabatan terpilih atau jabatan yang ditunjuk di luar peran ini selama masa sementara ini.”
Kabir melihat kekuatan rakyat sekarang sangatlah besar. “Saya melihat suara itu pada mahasiswa. Mereka menginginkan akuntabilitas, keadilan, dan kesempatan. Generasi muda berpikir secara berbeda. Masa depan Bangladesh akan lebih baik dari hari ini,” ujar veteran perang kemerdekaan tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Nabiila Azzahra berkontribusi pada penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Letupan Bara di Jantung Dhaka".