Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKITAR setahun lalu, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI sibuk mencari keberadaan enam pekerja migran Indonesia di Bali. Mereka dikabarkan sudah menetap di sana. Sebelumnya, mereka mengklaim menjadi korban perdagangan orang (TPPO) di Filipina. Mereka mengaku dijebak agen pekerja untuk menjadi operator penipuan online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keenam pekerja itu kembali ke Indonesia setelah dideportasi pemerintah Filipina. Rupanya, polisi mendengar kabar keenam orang itu hendak berangkat ke Kamboja. Pekerjaannya sama, yaitu operator penipuan online. Mereka terendus karena berupaya memohon pembuatan paspor baru ke kantor imigrasi setempat. Upaya pertama ini berhasil digagalkan polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ternyata mereka kembali mencoba terbang lagi ke Kamboja. Mereka membuat paspor baru tapi dengan identitas palsu. Upaya kedua ini akhirnya berhasil. Polisi baru belakangan mengetahui mereka sudah berhasil ke Kamboja menggunakan paspor dengan nama lain. “Sampai sekarang mereka masih di luar negeri,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro kepada Tempo, Rabu, 7 Agustus 2024.
Kembalinya pekerja migran Indonesia menjadi korban TPPO bukan hal baru. Umumnya mereka tergiur tawaran gaji hingga puluhan juta rupiah. Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, mengatakan LPSK pernah mengalami peristiwa serupa. Pada 2022, ada seorang mantan operator judi online di Kamboja yang pernah mengadu ke LPSK. Korban itu mengaku disekap dan dipaksa bekerja dengan waktu istirahat yang singkat. Belakangan, pelapor itu tak diketahui kabarnya. “Dia diperkirakan sudah kembali lagi ke sana, tapi bekerja di perusahaan baru,” ucapnya.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mencatat jumlah korban dan tersangka kasus TPPO meningkat sepanjang 2022-2024. Pada 2022, jumlah korban perdagangan orang mencapai 668. Angka ini melonjak menjadi 3.366 orang setahun berikutnya. Sementara itu, hingga Juli 2024, sudah ada 749 warga Indonesia yang terperangkap kasus TPPO. Jumlah ini diperkirakan meningkat karena meningkatnya korban yang bekerja sebagai operator judi online dan penipuan online.
Koordinator Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta, mengatakan demografi korban TPPO telah meluas. Dulu korban perdagangan orang umumnya berlatar belakang pendidikan rendah dan tinggal di daerah perbatasan. Kini mereka yang menjadi korban justru bergelar sarjana bahkan ahli ilmu informasi dan teknologi. “Meningkatnya kasus TPPO dipicu fenomena lapar kerja,” tutur Trisna. Lapar kerja yang dimaksud merupakan fenomena mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang sudah mendesak.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan korban TPPO umumnya berusia 18-35 tahun. Ia mengakui korban yang terjebak bekerja menjadi operator penipuan online umumnya berlatar belakang pendidikan tinggi, berasal dari kelompok ekonomi menengah, dan penggemar teknologi digital. “Kalau dulu korban TPPO umumnya bekerja di sektor domestik dan berpendidikan rendah,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pernah menemui Kepala Kepolisian Kamboja Jenderal Neth Savoeun pada Agustus 2022. Pertemuan ini menindaklanjuti penyelamatan 62 warga Indonesia yang sebelumnya disekap pemilik perusahaan penipuan daring di Sihanoukville, Kamboja. Retno juga meminta bantuan kepolisian Kamboja untuk menyelamatkan ratusan WNI lain.
Namun beberapa di antara mereka justru kembali ke negara pemilik Angkor Wat itu pada 2024. Mereka tergiur iming-iming gaji besar di kisaran US$ 1.000-1.500 per bulan. Pekerjaan yang ditawarkan pun dirasa enteng: menjadi anggota tim pemasaran dan customer service atau layanan pelanggan. “Jadi timbul pertanyaan, ini betul korban atau bukan?” ucap Judha.
Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh, Djumara Supriyadi, menambahkan satu kasus WNI yang tak kapok. Pihak imigrasi Thailand menangkap seorang WNI berinisial ZM, seorang karyawan di perusahaan penipuan daring di Laos, pada 5 Agustus 2024. Padahal ia baru saja dipulangkan dari Kamboja tahun lalu lantaran tercatat sebagai salah satu korban TPPO penipuan daring. “Ini tren korban kambuhan,” kata Djumara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto berkontribusi pada penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pekerja Kambuhan Sarjana Teknologi"