Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah gereja di Belanda menggelar kebaktian lima minggu tanpa henti untuk melindungi keluarga Armenia dari deportasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hukum Belanda melarang pihak berwenang untuk beroperasi di tempat-tempat di mana ibadah digelar, sehingga keluarga aman selama kebaktian digelar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gereja Bethel, sebuah gereja Protestan di Den Haag, memulai kebaktian gereja pada 26 Oktober dan tidak pernah berhenti. Para pendeta menyampaikan liturgi mereka ke liturgi berikutnya bertujuan mencegah keluarga Tamrazyan, pasutri dengan tiga anak, dijemput paksa dan dideportasi ke Armenia.
"Sudah ada lebih dari 450 pendeta, pendeta, diakon dan penatua dari seluruh Belanda dari setiap denominasi gereja, yang ingin berpartisipasi dalam kebaktian ini," kata Axel Wicke, pendeta Bethel, kepada New York Times, dilansir dari Sputniknews, 1 Desember 2018.
"Bahkan dari luar negeri kami mendapat bantuan, ada khotbah yang diadakan dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman," katanya.
"Ini cukup mengharukan bagi kami. Saya sering melihat seorang pendeta menyerahkan tugas ceramah kepada pendeta dari denominasi lain yang biasanya tidak ada hubungannya dengan mereka, secara liturgis."
Gereja Bethel Protestan di Belanda telah menggelar kebaktian setiap hari untuk mencegah keluarga Armenia dideportasi.[Associated Press]
Ancaman deportasi Tamazzans semakin menguat setelah berjuang menempuh jalur hukum selam enam tahun. Keluarga itu melarikan diri dari bekas Uni Soviet sembilan tahun lalu setelah sang ayah menerima ancaman pembunuhan karena kegiatan politiknya. Namun tidak diketahui kegiatan politik apa yang dijalankan oleh pria tersebut.
Ketika mereka diberikan suaka oleh pengadilan Belanda, pemerintah mengajukan banding dua kali, akhirnya memenangkan keputusan deportasi. Keluarga itu kemudian mencoba mendapatkan "pengampunan anak-anak", yakni izin yang memungkinkan pengungsi dengan anak-anak yang sudah tinggal di negara itu selama lebih dari lima tahun untuk tinggal, namun proposal ditolak. Quartz melaporkan hanya 100 dari 1.360 aplikasi untuk grasi ini telah diberikan dalam lima tahun terakhir.
Setelah penduduk Tamudas mengetahui perintah deportasi mereka, mereka mencari suaka di tempat ibadah terdekat, menurut laporan Quartz. Mereka akhirnya tiba di Gereja Bethel yang menawarkan bantuan. Keluarga itu tetap tinggal di gereja karena takut dideportasi. Pemerintah Belanda menolak mengomentari kasus ini.
"Kebijakan kami adalah bahwa kami tidak membuat pernyataan tentang kasus-kasus individual," tutur Lennart Wegewijs, juru bicara Departemen Kehakiman dan Keamanan Belanda, menanggapi pertanyaan perlindungan gereja terhadap keluarga Tamudas.