ORANG terkuat di Jepang harus mundur dari wakil presiden partai berkuasa karena suap. Inilah cara samurai modern menebus malu. LAGI, seorang politikus Jepang jatuh di kaki skandal. Dan kali ini benar-benar orang kuat, karena dialah Godfather Shin Kanemaru. Kamis pekan lalu tokoh yang oleh perdana menteri Jepang pun sulit ditolak maunya itu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil ketua Partai Liberal Demokratik. Ia dituduh menerima suap 500 juta yen dari perusahaan angkutan Sagawa Kyubin. "Saya terpaksa menerima uang itu karena ingin membantu sejumlah teman saya yang aktif dalam kampanye pemilu tahun 1990," kata Kanemaru, yang merekayasa naiknya Kiichi Miyazawa, perdana menteri Jepang kini, beserta kabinetnya. Dengan demikian, peristiwa yang dibicarakan sejak Februari lalu itu akhirnya terungkap ke permukaan. Peristiwa itu terjadi tiga tahun lalu, Juli 1989, beberapa hari menjelang pemilu anggota Majelis Tinggi. Menurut Asahi Shimbun, Hiroyasu Watanabe, bekas pimpinan jasa angkutan Sagawa Kyubin, suatu hari mengemudikan mobilnya menuju ke kantor Kanemaru. Sesampainya di sana, ia menyerahkan bungkusan kepada sekretaris pribadi Kanemaru. Belakangan ketahuan itu uang untuk sang bos, dan jumlahnya 500 juta yen. Salah satu harian terbesar di Jepang itu menduga itu adalah suap. Dan ternyata Kanemaru tak membantah. PM Kiichi Miyazawa, entah karena merasa berutang budi, mencoba meminta Kanemaru, 77 tahun kini, untuk tak mengundurkan diri. Ia mohon agar Kanemaru tetap menjabat sebagai wakil ketua Partai Demokratik Liberal. "Karena masa ini masa yang sulit. Saya membutuhkan bantuannya, baik di pemerintahan maupun dalam partai," kata Miyazawa. Namun Kanemaru tentu juga tahu, ia sedang mempertaruhkan nama baiknya. Etik dalam masyarakat Jepang tak memungkinkanya ia bertahan, hampir dengan cara apa pun. Pengunduran dirinya adalah semacam jalan pencucian dosa, dan masyarakat akan melupakan kesalahannya. Tapi seandainya ia bertahan, masyarakat akan menyorotnya setiap saat, dan bisa saja dosanya makin bertumpuk. Itulah tradisi Jepang dari zaman samurai. Itulah bentuk semangat bushido di zaman modern: etika tak tertulis yang mesti ditaati bila ingin dianggap satria. Dulu ada semacam etik di kalangan samurai, siapa yang ketahuan melakukan perbuatan yang dicap tak senonoh harus mempertanggungjawabkannya. Ia harus mau menerima hukuman, dan yang terberat adalah hukuman untuk secara sukarela melakukan harakiri, merobek perut dengan pisau. Bila itu tak dilakukannya, hidupnya dianggap hina. Harakiri di zaman robot piawai tak lagi lazim. Maka, mengundurkan diri dari kedudukan dianggap cara terhormat menebus kesalahan. Harga penebusan dosa itu memang besar. Sebab, umumnya, mereka yang mengundurkan diri karena langkah yang dianggap serong oleh etika Jepang sudah sulit muncul lagi sebagai seorang yang punya kedudukan -- di pemerintahan maupun swasta. Pintu sudah tertutup. Tapi dengan cara ini, ia dianggap sudah menebus dosa, dan anak turunnya tak perlu lagi menyandang malu. Mundurnya Kanemaru, pelindung PM Miyazawa, membuat nama-nama baru calon perdana menteri ramai disebut-sebut, tapi belum ada yang kuat. Dua nama yang dicalonkan diduga terlibat skandal ini pula. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini