Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Harapan apa, kambodja ? wawancara...

Polpot digantikan khien samphan, berbagai kelompok gerilyawan kamboja belum kelihatan bekerja sama, cina tetap menyalurkan bantuan senjata, ada ancaman dari vietnam. (ln)

5 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih baik mati terhormat sebagai patriot daripada mati kelaparan atau jadi pengemis di kamp pengungsi. -- Pangeran Norodom Sihanouk. KATA-KATA itu diucapkannya ketika masih berada di Beijing sebelum berangkat menuju Paris dalam rangka perlawatannya mencari dukungan bagi penyelesaian konflik Kambodia. Buat Sihanouk tentu saja banyak kemungkinan yang bisa dipilihnya. Tapi bagi jutaan rakyat Kambodia yang sedang menghadapi ketidakpastian, persoalannya pasti lain. Sekitar setengah juta rakyat Kambodia kini jadi pengungsi di dekat perbatasan dengan Muangthai. Mereka menempati pondok darurat, dengan barang bungkusan yang siap diangkat kalau terjadi pertempuran. Sementara itu 200 ribu rakyat Kambodia lainnya jadi pengungsi di wilayah Muangthai, yang menantikan belas kasihan dari bantuan internasional. Buat mereka pasti tidak ada pilihan kecuali mati kelaparan, terserang penyakit atau tertembus peluru. Begitupun kehendak rakyat memang selalu berbeda dengan tuntutan pemimpin. Ribuan orang Kambodia yang bermaksud menyeberang ke Muangthai telah dihalang-halangi. Karena pemimpin mengatakan tenaga mereka dibutuhkan untuk berjuang melawan Vietnam. Ini terjadi ketika tentara Muangthai memerintahkan agar mereka segera pindah ke kamp Khao I Dang, 12 km dari perbatasan. Ketika rakyat membutuhkan makanan, pemimpin mereka lebih membutuhkan senjata. "Senjata, senjata, itulah yang kami butuhkan," kata Son Sann, bekas perdana menteri pada masa Pemerintahan Sihanouk. Sekarang memimpin Front Nasional Pembebasan Khmer (FNLPK), Son Sann, 68 tahun, meninggalkan Paris akhir Agustus lalu. Dalam suatu jumpa pers di markasnya di Sok Sann, dekat perbatasan Muangthai, dia secara tegas mengatakan bahwa kelompok gerilyanya tak akan bergabung dengan Khmer Merah dalam melawan Vietnam. Konflik Kambodia ini tampaknya masih akan berlangsung lama. Walaupun Jabatan perdana menteri Pemerintah Demokratik Kambodia berpindah tangan dari Pol Pot kepada Khieu Samphan, tanda bagi suatu penyelesaian belum tampak. Sebelumnya Pol Pot pernah menyerukan suatu kerjasama dengan semua kekuatan yang melawan Vietnam. Dalam suatu jumpa pers -- yang disponsori oleh Lembaga Persahabatan KambodiaJepang yang pro Beijing, di markas bekas Khmer Merah bulan lalu -- Pol Pot bahkan menghimbau Sihanouk dan Lon Nol untuk bekerjasama. Namun kemungkinan kerjasama mereka itu masih belum tampak. Pol Pot dalam usia mendekati 50 tahun itu rupanya tak begitu khawatir mengenai suplai senjata bagi pasukannya. Kepada wartawan dia berkata, "dari segi bantuan militer kami aman, terutama dari Cina." Mengenai ditariknya pengakuan diplomatik Inggris terhadap rezimnya, Pol Pot mengatakan ia tak melihat itu sebagai sesuatu yang akan menurunkan semangat berjuang. DI markas-besarnya di pegunungan Cardamon, Pol Pot menjamu para wartawan dengan makanan yang cukup berlimpah. Seorang pengantar menguraikan lewat tulisan di Bangkok Post bahwa untuk sarapan pagi mereka menyediakan kopi, teh dan roti serta strawberry jam -- makanan ala Barat. Sebelum memasuki wilayah markas-besar itu, penjagaan terasa cukup ketat. Bahkan ranjau-ranjau yang terbuat dari bambu dan masih primitif merupakan bagian yang mengawal wilayah itu. Penulis yang tak menyebut namanya itu bercerita bahwa "makanan yang kami jumpai di situ hampir tak ada bedanya dengan makanan yang tersedia di New York." Keadaan di markas-besar Pol Pot ini memang berbeda sekali dengan di markas kelompok gerilya lainnya. Misalnya di markas Khmer Serika yang dekat dengan perbatasan Muangthai, sebagian besar penduduk yang di bawah kontrolnya berada dalam keadaan kekurangan gizi yang luar biasa. Hampir setiap hari ada yang mati di sana karena penyakit menular atau kelaparan. Hal yang sama juga terlihat di bagian wilayah Kambodia lainnya. Kesengsaraan rakyat Kambodia ini rupanya belum mengundang negara besar untuk aktif memainkan peranan bagi suatu penyelesaian politik. Bahkan Muangthai -- karena bertetangga dengan Kambodia -- semakin terlibat dalam konflik di kawasan Indocina itu. Selama 3. bulan terakhir ini pasukan Muangthai yang ada di dekat perbatasan sudah dalam keadaan siaga penuh. Sumber militer Muangthai mengungkapkan pekan lalu bahwa semua ini dipersiapkan untuk menjaga kemungkinan invasi tentara Vietnam. Pertemuan menlu ASIAN di Kuala Lumpur pertengahan Desember lalu mencoba memainkan peranan. Sikap Hanoi maupun rezim Heng Samrin malah semakin keras menghadapi aksi diplomasi ASEAN itu. Koran militer Quan Doi Nhan Dan, menuduh ASEAN secara serius mengancam perdamaian, stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. "Ternyata negara ASEAN tidak tampil dengan kenetralannya," tulis koran itu. Kemudian koran Partai Komunis Vietnam, Nhan Dan, secara tegas mengatakan bahwa apa yang disebut kenetralan Muangthai adalah palsu. Memang sukar untuk mengharapkan kenetralan Muangthai. Karena secara langsung wilayahnya menjadi tempat penampungan para pengungsi. Bantuan internasional untuk rakyat Kambodia disalurkan melalui Muangthai. Dan tentu saja timbul rasa tidak senang di pihak Vietnam dan rezim Heng Samrin. Sebab sebagian dari bantuan itu tentu saja mengalir kepada pasukan gerilya Khmer Merah. Keterlibatan Muangthai kadang-kadang terasa berlebihan, terutama dalam usahanya memberi saluran buat Cina membantu rezim Pol Pot. Bahkan berbagai kunjungan wartawan ke wilayah yang dikuasai Pol Pot ataupun kelompok gerilya lainnya juga diatur dari Bangkok. Hal ini membuat Vietnam berang. Dan amarahnya bertambah lagi karena Muangthai bersama negara ASEAN lainnya tetap ingin mengakui rezim Demokratik Kambodia yang oleh Vietnam dan sekutunya Heng Samrin diberi julukan pemerintah yang brutal. Menlu Muangthai Upadit Pachariyangkun menegaskan lagi pekan lalu bahwa ASEAN tetap mempertahankan pengakuannya atas rezim Demokratik Kambodia, walaupun Pol Pot telah digantikan oleh Khieu Samphan. Tentang Khieu Samphan sebagai perdana menteri, "ini hanya permainan sandiwara kuno, dengan menggantikan orang tapi perannya tetap sama," demikian kantor berita resmi rezim Heng Samrin, SPK. DARI Beijing PM Hua Guofeng mengulang kembali dukungan Cina pada gerilyawan Khmer Merah Dalam pesannya kepada Khieu Samphan, Hua menyatakan bahwa perlawanan Khmer Merah terhadap tentara Vietnam akan membantu memelihara perdamaian dan stabilitas di wilayah ini. Tapi melihat makin kepepetnya rezim Demokratik Kambodia ini, Cina rupanya mencari alternatif lain. Sihanouk yang berada di Paris mengungkapkan bahwa Cina juga akan mensuplai senjata dan amunisi kepada kelompok. gerilya non-komunis. Bantuan Cina yang tanpa memandang ideologi ini, menurut Sihanouk, sudah mulai disalurkan kepada gerilya Khmer Serei yang dipimpin Son Sann. Tindakan ini tentu akan makin memeriahkan pertarungan sesama bangsa Kambodia. Harapan Cina dari para kelompok gerilya itu cuma satu, yaitu terusirnya tentara Vietnam dari Kambodia. Suatu ilusi memang. Mereka sesama kelompok gerilya itu tidak mau bersatu. "Musuh nomor satu kami adalah Vietnam, dan musuh nomor dua adalah rezim Pol Pot yang haus darah itu," kata Son Sann. Son Sann juga kecewa terhadap Sihanouk. Menurut ceritanya, Sihanouk tak mau diajak untuk memimpin langsung Front Nasional Pembebasan Khmer. "Kami memahami bahwa dia ingin tetap berada di atas semua golongan dan barangkali sebagai wasit," kata Son Sann. Tapi dari Paris, Sihanouk menuduh Son Sann telah menjual diri (lihat Pejuang dari Rue de Berri). Kepada siapa dia menjual diri tak jelas. Cuma Hanoi menuduh Son Sann sebagai agen CIA dan menuduh kelompoknya sebagai boneka Beijing. Di Beijing, Duta Besat Demokratik Kambodia untuk RRC, Pich Cheang, telah menghimbau AS dan negara Barat lainnya untuk mendukung perjuangan rakyat Kambodia melawan Vietnam. "Kalau Vietnam terus dibiarkan, negara ASEAN akan menjadi target kedua agresinya," kata Pich Cheang. MEMANG para pemimpln negara ASEAN khawatir. Tapi perkembangan ekonomi Vietnam kini semakin memburuk. Seperti dilaporkan oleh Le Phan Ngi, Wakil PM Vietnam, pada Majelis Nasional pekan lalu bahwa target pembangunan ekonominya taRun ini tak tercapai. Maka bayangan akan adanya ancaman tcrhadap seluruh kawasan ini mungkin terlalu dilebih-lebihkan. Soviet konon sudah menekan Vietnam supaya membatasi diri. Hal ini diungkapkan oleh sumber diplomatik negara ASEAN yang bertemu dengan pejabat Soviet yang sedang berkunjung ke Muangthai. Bangkok Post memberitakan bahwa akibat tekanan Soviet ini diduga Vietnam tidak akan melancarkan serbuan besar-besaran terhadap gerilya Khmer Merah. Semula serangannya diduga akan berlangsung pada awal Januari ini. Bila ini terjadi, secara tak langsung tentara Muangthai yang sedang siaga penuh di sepanjang perbatasan akan terlihat. Ketika PM Kriangsak Chamanan melakukan inspeksi ke perbatasan Kamis lalu, sudah kelihatan tanda-tanda tentang adanya jaminan Soviet itu. Sumber Komando Tertinggi Militer Muangthai mengatakan kemudian bahwa tak akan ada serbuan militer besar-besaran dari Vietnam. Ini melegakan buat sementara. Begitupun tragedi bangsa Kambodia ini belum selesai. Ada himbauan dari Sihanouk agar diselenggarakan suatu pemilihan umum yang diawasi PBB untuk menyelesaikan konflik itu. Himbauan itu enak kedengarannya tapi juga melawan suatu realita. Mungkinkah Heng Samrin dan Vietnam mau begitu saja menyerahkan wilayah kekuasaannya melalui suatu pemilihan umum? Mungkin itu hanya sebuah ilusi Sihanouk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus