Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Presiden Marxis yang ke-3 dan ...

Dalam waktu 1,5 tahun sudah 3 presiden afghanistan diguling dan dibunuh: presiden daud, presiden mohammad taraki, terakhir presiden amin digulingkan oleh karmal. (ln)

5 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIANG-malam berpuluh pesawat Uni Soviet pekan lalu mendarat di Kabul. Tanpa mencoba berahasia, kapal terbang jenis AN-22 ini menurunkan ratusan pasukan. Juga kendaraan dan peralatan tempur. Di bandar udara sipil itu orang-orang Afghanistan dengan mulut tertutup memandangi para tamu dari Soviet itu. Perang besar? Sejak April 1973, sejak Afghanistan dikuasai dengan kekerasan oleh pemerintahan Marxis yang dideking Soviet darah seakan-akan tak mau stop di negeri itu. Orang-orang Islam di pedalaman menolak rezim yang "tak bertuhan" yang bertahta di Kabul, dan di pedalaman berkecamuk pemberontakan. Lebih dari separuh wilayah Afghanistan (terdiri dari 28 provinsi) terjangkit. Pasukan pemerintah kewalahan. Dalam jumlah 80.000 dan diperlengkapi dengan senjata Soviet -- seringkali dibantu angkatan udara -- mereka toh seperti terjepit. Gerilyawan Muslim, di antara penduduk yang 21 juta itu, berhasil menimbulkan banyak kerugian. Pemerintah menuduh mereka dibantu AS, RRC, Iran atau Pakistan. Apakah pekan lalu datangnya pasukan Soviet adalah untuk memperkuat perlawanan terhadap pemberontak? Mungkin demikian. Tapi juga agaknya tak cuma itu. Sebab tiba-tiba dua hari setelah Natal, kantor berita resmi Iran, Pars, yang biasanya ramai dengan masalah konflik Iran-AS, tiba-tiba menyiarkan sesuatu yang lain. Di sana dikutip siaran Radio Kabul Presiden Afghanistan, Hafizullah Amin, telah digulingkan. Dan ditembak mati. Jadinya sudah tiga presiden secara berturut-turut didongkel dan dibunuh di negeri itu dalam waktu satu setengah tahun saja. Mula-mula Presiden Daud. Ia presiden pertama, setelah menggulingkan Raja Zahir -- iparnya sendiri -- ketika baginda berkunjung ke Italia Juli 1973. Daud dengan begitu memulai bentuk negara jadi republik -- tapi ternyata juga memulai cara yang keras untuk mengganti pimpinan. April 1978, ia sendiri digulingkan oleh dua perwira yang dulu membantunya memakzulkan raja. Setelah kalah dalam pertempuran sengit, Daud dibunuh. Dan dalam waktu cepat Afghanistan jadi satu rezim Marxis-Leninis. Muncul Noor Mohammad Taraki, dari dalam penjara, tokoh partai Khalq (Massa) yang sebenarnya adalah nama baru bagi Partai Komunis Afghanistan yang didirikannya di tahun 1965. Ia memimpin pemerintahan. Orang No. 2 yang nampak mendampinginya waktu itu adalah seorang sarjana hukum yang tak begitu dikenal, Babrak Karmal. Dalam perkembangan setelah itu nama Karmal tak disebut-sebut. Yang jadi berita dari Kabul ialah ketika Taraki memaksakan "pembaharuan"-nya ke seluruh wilayah Afghanistan. Negeri ini beratus tahun pedalamannya dipimpin oleh kaum mullah dan 80% rakyat buta huruf. Kini rakyat berontak. Partai Khalq memang tak punya basis luas, juga rezim Taraki. Ketika para pemberontak yang dielu-elukan rakyat sebagai mujahiddin itu melakukan aksi tali putus-putusnya, Taraki makin tergantung kepada Soviet. Taraki sendiri menyebut ada 900 penasihat Soviet beradi di Afghanistan, meskipun jumlah sebenarnya konon sampai 3.000. Selama setahun, 29 persetujuan telah diteken dengan Kremlin. Bantuan Soviet ditaksir mencapai AS$ 10 juta. Dan ketika Taraki pun dengan bangga berkunjung ke negeri pelindungnya, ia disambut peluk oleh Brezhnev -- meskipun ia belum dipanggil "kawan". Maka mengejutkan ketika September 1979, belum lama setelah kembali dari Moskow, ia digulingkan. Dalam satu kudeta Taraki kabarnya dibunuh. Siaran resmi Kabul mengatakan Taraki sakit, tapi kemudian ia jelas mati. Lalu, gambarnya sebagai "Pemimpin Besar" dicopot di mana-mana. Muncul Hafizullah Amin. Amin, 50-an tahun, dilukiskan sebagai orang keras dalam menghadapi pemberontakan. "Ia titisan Josef Stalin," kata seorang yang mengenalnya, menyamakan presiden baru itu dengan pemimpin Soviet yang di tahun 30-an terkenal kejam terhadap para musuh politiknya. Tapi tak pasti benar dia disukai Kremlin. Ia menggulingkan Taraki ketik baru saja Taraki dipeluk Brezhnev. Dan pernah dikabarkan, dua kali pihak Soviet menasihati Taraki agar mengurangi kekuasaan Amin, yang waktu itu perdana menteri. Tapi terlambat. Perundingan Namun siapa menyangka -- dari luar -- bahwa tiga bulan berikutnya Soviet mendukung satu kudeta terhadap Amin dan nama Babrak Karmal tiba-tiba muncul kembali? Karmal, menjelang 50-an tahun, berwajah tampan. Ia bukan orang separtai Taraki atau Amin. Ia datang dari Partai Parcham (Bendera), partai Marxis lain yang kemudian dipersatukan dengan Khalq, atas petunjuk Soviet. Persatuan itu tak mengelakkan Karmal dari konflik baru dengan Amin. Ia dan kawan-kawannya digeser. Karmal sendiri dikabarkan meninggalkan Kabul dan tinggal di Cekoslowakia. Mungkin ia baru datang kembali ke Kabul bersama pasukan Soviet yang masuk ke Afghanistan pekan lalu -- serta melenyapkan lawan politiknya. Ada petunjuk bahwa garis keras Amin pada akhirnya tak direstui Kremlin dan kini suatu koreksi disiapkan. Dalam pernyataannya setelah kudeta, seraya menuduh Amin sebagai "kaki-tangan Amerika", Karmal menjanjikan "perundingan" dengan kaum ulama yang memimpin pemberontakan. Tapi reaksi para gerilyawan Muslim tetap: mereka tak percaya kepada pemcrintahan Kabul yang "atheis" dan dilindungi Soviet itu. Mungkin pertempuran lebih sengit tak dapat dielakkan, setelah pasukan dari Kremlin terlibat di Afghanistan. Sumber Amerika, yang tentu saja memanfaatkan ini guna memojokkan Soviet di mata dunia, menaksir kehadiran Soviet ini yang terbesar sejak penyerbuan ke Cekoslowakia tahun 1968. Akan berhasilkah Soviet dan Karmal? Dalam hal campur tangan begini Soviet nampaknya lebih beruntung ketimbang AS. Setidaknya sampai akhir pekan lalu Ayatullah Khomeini atau negeri Islam lain belum menyatakan kutukannya kepada musuh mujahiddin di Afghanistan itu. Juga tak ada demonstrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus