SUASANA terasa lengang di seluruh pelosok Dhaka, ibu kota Bangladesh, Rabu pekan silam. Hartal alias pcmogokan yang berlangsung 54 jam telah menyetop hampir semua kegiatan di sana. Banyak pabrik, perkantoran, dan toko tutup. Inilah aksi mogok paling lama digerakkan oleh gabungan 21 partai oposisi -- sepanjang masa kepemimpinan Presiden Hussain Mohammad Ershad. Pekan sebelumnya, mereka sudah melakukan pemogokan selama 32 jam. Aksi mogok yang dipimpin Sheikh Hasina, ketua Liga Awami, ini menuntut mundurnya Ershad -- yang berkuasa sejak lima tahun lalu. Ribuan demonstran yang bersenjata batu, pisau, parang, dan revolver beradu kuat dengan pendukung pemerintahan Presiden, Hussain Mohammad Ershad. Polisi dan pasukan para militer, yang bersiaga penuh sejak Rabu pekan silam, akhirnya tak sanggup lagi membendung gerakan massa di kota berpenduduk empat juta itu. Mereka memuntahkan peluru langsung ke arah ribuan massa, setelah semprotan gas air mata dan pentungan tak berhasil menghalau para perusuh. "Perang saudara" ini menewaskan enam orang, 500 orang luka-luka, dan 200 orang ditahan. Seruan hartal dilancarkan oleh tiga gabungan berbagai partai oposisi yang dimotori oleh Liga Awami, BNP (Partai Nasional Bangladesh), dan Jemaat-el-Islami, Rabu lalu. Seruan ini mendapat sambutan positif kelompok organisasi mahasiswa, buruh, dokter, dan kalangan profesional lainnya. Pemogokan 54 jam itu ternyata berhasil. Beberapa bis kota dan mobil pejabat yang dikawal polisi tak luput dari sasaran lemparan batu kelompok oposisi. Tampaknya, oposisi berada di atas angin dan mendapat simpati rakyat. Hari itu juga 96 anggota parlemen dari kelompok oposisi mendukung lawan Ershad. Pemogokan dan demonstrasi itu tak lain merupakan reaksi terhadap sebuah peraturan, 12 Juli lalu, yang memperbesar kekuasaan pihak militer dalam tubuh pemerintahan Ershad. Peraturan itu memberi wewenang pada pemerintah untuk menunjuk wakil militer duduk dalam setiap Dewan Distrik yang di seluruh negeri jumlahnya ada 64 buah. Bila UU ini dilaksanakan, pihak militer dengan sendirinya akan turut berperan menjalankan pemerintah daerah, termasuk pelaksanaan pembangunan di tiap-tiap wilayah. Gagasan Ershad ini dituduh sebagai upaya memperkuat diri dengan menggalang militer. "Pemogokan itu saJa sudah merupakan bukti bahwa ia tidak mendapat dukungan penuh dari rakyat," kata Hasina. November tahun lalu Presiden Ershad sudah menghapus UU darurat yang berlaku sejak 1983. Tapi masih banyak perwira tinggi yang bercokol di pemerintahan, suatu hal yang membuat pemerintahan Ershad ditentang kelompok oposisi. Tapi kalangan diplomat berpendapat, Ershad masih memiliki kekuatan untuk bertahan. Apalagi kelompok oposisi masih berbeda konsep. Begum Khalida Zia, salah satu pimpinan oposisi, mendesak Ershad mundur, parlemen diganti, dan menuntut pemilu baru. Sedangkan Sheikh Hasina, dari Liga Awami, ingin mempertahankan parlemen yang sekarang. Bahwa oposisi tidak kompak telah dijadikan pertanda bagi para diplomat bahwa Ershad belumlah terancam betul, seperti yang banyak diramalkan orang. Yulia S. Madjid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini