Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sebuah rumah sakit di Istanbul, Guldunya Toren berpacu dengan maut. Rabu dua pekan silam, dia ditembak oleh salah seorang anggota keluarganya. Luput dari kematian, wanita berumur 24 tahun ini dilarikan ke rumah sakit oleh seorang kenalan. Namun maut tetap mengintilnya. "Mereka tidak ingin saya hidup," Guldunya tercekik oleh rasa takut yang sangat. Sehari kemudian, seorang sanak datang menjenguk. Alih-alih melindungi, kerabat dekat itu datang untuk menyelesaikan misi keluarga yang belum kelar: mencabut nyawa wanita ini.
Ya! Guldunya Toren dibunuh oleh keluarganya sendiri lantaran dianggap melakukan dosa tak terampunkan: mencemarkan martabat keluarga karena melahirkan anak di luar pernikahan. Dan kematian adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan harkat famili. Honour killing adalah "tradisi" pembunuhan demi kehormatan keluarga. Dan Turki adalah negara dengan banyak contoh kasus.
Pertengahan tahun lalu, misalnya, Semse Allak putus nyawa di Istanbul. Tujuh bulan sebelumnya, keluarganya merajam wanita muda ini hingga koma karena dia dituduh berzina. Dalam laporan Women for Women's Human Rights di Istanbul pada 2003, tercatat sekitar 100 perempuan Turki meregang nyawa karena kasus serupa. Ada dugaan, angka sebenarnya jauh lebih tinggi dari itu.
Pinar Ilkkaran, salah satu pendiri lembaga perlindungan hak perempuan di atas, menyatakan bahwa banyak pembunuhan tak dilaporkan—dan diperlakukan sebagai kematian biasa. Pelanggaran hak asasi manusia yang luar biasa ini tak hanya terjadi di Turki. Ini fenomena lama yang dikenal di beberapa negara dengan mayoritas penduduk muslim—tempat hak kaum perempuan banyak didiskriminasi.
Namun, dari laporan yang diterima Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, terungkap bahwa praktek ini tidak hanya terjadi di negara-negara muslim. Brasil, Ekuador, Inggris, Swedia, Israel, dan Uganda juga menyimpan kasus serupa. Angka terbesar pembunuhan ini ditemukan di Pakistan. Di Afganistan, Iran, Irak, bahkan di beberapa tempat di Indonesia, terjadi pembunuhan serupa, tapi tak dilaporkan.
Pembunuhan demi kehormatan adalah refleksi tradisi lama dalam sistem patriarkat yang radikal. Laki-laki menjadi satu-satunya pemegang kuasa terhadap perempuan, sekaligus penjaga kehormatan keluarga. Ada ungkapan yang terkenal di dunia Arab: "Kehormatan lelaki berada di antara kaki perempuan." Alhasil, algojo dalam pembunuhan ini rata-rata kaum lelaki yang menjadi kerabat si wanita. Bisa suami, ayah, atau saudara laki-laki. Untuk menghindari hukuman berat, sering kali mereka mengirim algojo remaja.
Zina adalah alasan utama honour killing. Faktanya, banyak korban pemerkosaan, janda cerai, atau wanita yang menolak perjodohan mengalami malapetaka serupa.
"Mereka percaya bahwa sekali seorang gadis menodai citra keluarga, itu seperti sebuah gelas pecah," ujar Rana Husseini, aktivis perempuan di Yordania, "Dan satu-satunya cara memperbaikinya hanyalah dengan membunuh."
Nasib para perempuan malang itu kian terpuruk karena pembunuhan ini ternyata didukung pula oleh kaum perempuan. Samia Imran, misalnya. Wanita Pakistan berusia 28 tahun ini dihabisi oleh pamannya. Dan... ibu Samia sendiri yang menyerahkan putrinya ke tangan si paman yang menjadi algojo. Sang ibu datang menemui Samia di kantor seorang pengacara yang juga aktivis hak asasi manusia di Lahore, Pakistan.
Rupanya si ibu naik pitam karena Samia mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, yang gemar menghantamnya sampai babak-belur. Samia begitu gembira bertemu dengan ibunya—dia sama sekali tak mengira bahwa orang tua itu datang membawa maut.
Kasus lain dialami Rania Rafat, 21 tahun, wanita Amman, Yordania. Dua orang bibinya suatu hari datang menjemput Rania untuk menemui pacarnya yang tak direstui keluarga. Tapi itu rupanya cuma tipuan. Di tengah jalan, kedua bibinya menjauhi Rania, lalu... dor! Adik Rania, Rami, memuntahkan empat peluru dari pistolnya. Rania dibunuh karena menolak perjodohan.
Kekejaman semacam ini sulit benar dipadamkan karena pemerintah setempat tak begitu ambil peduli. Bahkan ada yang melindungi tindakan ini. Di Yordania, misalnya, ada undang-undang yang memiliki pasal "barang siapa menemukan istri atau wanita anggota keluarganya berzina (dengan lelaki) lalu membunuh atau melukai salah satu atau keduanya, mereka bebas dari hukuman." Pasal lain menyebutkan hukuman mereka dikurangi. Ketika ada upaya mengubah pasal tersebut, 62 persen rakyat Yordania menolaknya.
Sementara itu, di Turki, meski tidak ada aturan jelas dalam undang-undang, seorang hakim sering membebaskan atau memberikan hukuman ringan terhadap si algojo. Palestina memberikan hukuman paling-paling 6-12 bulan penjara. Begitu pula Pakistan. Tak lama setelah kudeta tahun 1999, Jenderal Pervez Musharraf berjanji pemerintahnya akan memberantas praktek pembunuhan ini. Tapi, baru beberapa pekan lalu, dia mengulangi janjinya setelah ribuan perempuan di negerinya tetap dibantai oleh keluarga sendiri.
Tak ada harapan akan perlindungan membuat banyak wanita yang memilih masuk penjara ketimbang menghadapi kematian di tengah keluarga. Itulah jalan yang diambil Rafa, 20 tahun. Wanita Amman ini memilih penjara setelah paman dan saudara lelakinya mengancam akan membunuhnya karena dia berpacaran dengan teman sekantor.
Singkat kata, dalam kasus honour killing, wanita "yang berdosa" tak akan pernah lagi menemukan jalan pulang ke rumahnya.
Purwani D. Prabandari (National Geographic News, Gendercide.org, BBC)
Di Mana Saja Nyawa Tercabut?
Pembantaian yang menimpa wanita karena kehormatan bertebaran di atas peta dunia. Memang tak semua orang bersedia melaporkan kasusnya ke Komisi HAM PBB—karena malu, keamanan, atau alasan lain. Di Indonesia, misalnya, di beberapa daerah, pembunuhan pada wanita yang dianggap mencemarkan kehormatan keluarga masih terjadi. Begitu pula di Afganistan, Iran, dan Irak—kendati keempat negeri ini belum tercantum dalam ”daftar” yang melaporkan. Berikut ini sejumlah negara yang pernah melaporkan kasus honour killing ke Komisi HAM PBB—dengan ataupun tanpa data.
Palestina
Terjadi 31 pembunuhan pada 2002.
Yordania
Sekitar 25-30 pembunuhan per tahun.
Israel
Ada 18 pembunuhan pada 2000-2003.
Turki
Rata-rata 100 pembunuhan per tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo