Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kembali ke Pangkuan Eropa Lama

Bom kereta api memboyong Zapatero ke kursi Perdana Menteri Spanyol. Jose Maria Aznar tumbang. Dan lenyaplah sekutu setia Amerika Serikat dan Inggris.

22 Maret 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berpesta di tengah dukacita. Inilah ironi yang terjadi di seantero Spanyol pada pekan silam. Sepuluh bom mengoyak perut gerbong empat kereta api dan menewaskan 201 penumpangnya serta mencederai 1.500 orang. Rakyat Spanyol terlempar mendadak ke dalam prahara tak terperikan. Tapi hanya dua hari berselang Partai Sosialis menang dalam pemilu parlemen, dan rasa perih berganti sorak. Ahad dua pekan lalu, pemimpin Partai Pekerja Sosialis, Jose Luis Rodriguez Zapatero, berkali-kali menenangkan sorak-sorai massa yang berkumpul di markas partainya. Dari 96 persen rakyat Spanyol yang turut pemilu, 42,7 persen (164 kursi) berpihak ke Partai Sosialis. Saingannya, Partai Populer, hanya meraup 37,7 persen (148 kursi). Maka, Zapatero pun naik derajat menjadi Perdana Menteri Spanyol. "Saya senang sekali. Ini pertama kali saya memilih. Pemerintah harus diganti karena terlibat dalam Perang Irak," kata seorang remaja pendukung Partai Sosialis. Bom kereta api di Madrid rupanya ikut membunuh harapan Partai Populer untuk kembali berkuasa. Semula, banyak pemilih yang enggan mencoblos karena efek kejut bom itu. Belakangan mereka berubah pikiran. Pasalnya, rakyat marah karena Aznar menutup-nutupi keterlibatan Al-Qaidah dan ngotot menuduh kelompok gerilyawan Basque, ETA, sebagai pelaku pengeboman. Sementara itu, opini publik yakin, gara-gara Aznar mendukung Perang Irak-lah Spanyol menjadi sasaran serangan bom. "Pemerintah membayar harga keterlibatannya dengan Bush dan Blair," ujar Carlos Berzosa, Rektor Madrid Complutense University. Rupanya ada hal yang membikin rakyat Spanyol sakit hati bukan main pada Aznar. Sekitar 15 menit setelah bom meledak, Menteri Luar Negeri Spanyol, Ana Palacio, dan diplomat Spanyol di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berupaya melobi Dewan Keamanan PBB agar menelurkan resolusi yang menyatakan ETA sebagai teroris pelaku bom Madrid. Maklumlah, jika dugaan keterlibatan Al-Qaidah tak dihambat, dipastikan Aznar dan Partai Populer menghadapi masalah besar dalam pemilu. Hasil jajak pendapat menunjukkan 90 persen rakyat Spanyol menentang Perang Irak. Semula, Aznar tak terlalu khawatir karena kebijakan luar negeri biasanya tak menjadi patokan bagi rakyat Spanyol dalam pemilu. Tapi Aznar salah duga. "Pernyataan Al-Qaidah bahwa serangan bom itu merupakan hukuman bagi Spanyol yang mendukung perang AS juga menjadi faktor penentu kemenangan Partai Sosialis," kata Sekjen PBB Kofi Annan, yang tiba-tiba bergairah menjadi analis politik. Walhasil, Zapatero, 43 tahun, pemimpin Partai Pekerja Sosialis yang menentang keterlibatan Spanyol dalam Perang Irak, menangguk keuntungan. Kursi perdana menteri pun ia raih dengan bekal nol jam terbang dalam pemerintahan. Maka, sekitar 5.000 orang yang berkumpul di luar markas partai konservatif Partai Populer menghujatnya dengan teriakan yel-yel: "Zapatero, presiden Al-Qaidah. Zapatero bersama terorisme, Zapatero mundur." Dari atas balkon, Mariano Rajoy, kandidat perdana menteri yang kalah, tertawa lebar. Tapi Zapatero tak peduli. Tekad pertama yang ia ucapkan, ia akan terus berkampanye anti-terorisme, tapi dengan caranya sendiri. "Saya mengimbau agar dibentuk aliansi internasional baru melawan terorisme berdasarkan otoritas PBB, bukan aksi unilateral yang dilakukan AS dan Inggris," tuturnya. Sebagai konsekuensi sikap antiperangnya, Zapatero menyatakan akan menarik 1.300 pasukan Spanyol dari Irak pada 30 Juni jika pasukan PBB tak mengambil alih. Pernyataan Zapatero membuat Gedung Putih gusar tidak keruan. Presiden AS George W. Bush buru-buru membujuk Zapatero dengan menawarkan akan mengusahakan resolusi baru PBB sehingga pasukan Spanyol bisa tetap berada di Irak. Apa jawab Zapatero? "Saya mendengarkan Tuan Bush, tapi posisi saya amat jelas. Pendudukan (Irak) adalah kegagalan," ujarnya. Menurut Zapatero, perang terhadap terorisme dengan bom dan rudal Tomahawk justru memprovokasi lebih banyak lagi aksi terorisme. Di bawah pemerintahan Zapatero, diduga wilayah Basque, yang selama ini bergolak, akan lebih tenteram karena Zapatero bakal memberikan status otonomi. Dia juga berjanji mengembalikan kebijakan politik luar negeri tradisional Spanyol, yakni pro-Eropa lama, kembali ke pangkuan kubu Prancis-Jerman, yang konfrontatif terhadap Amerika dan Inggris. Raihul Fadjri (The Guardian, BBC, The Independent)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus