Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Hingga Malam dengan Makanan Layak

Empat jurnalis Prancis yang diduga kuat diculik kelompok Islam radikal di Suriah dibebaskan. Prancis membantah membayar uang tebusan.

28 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebahagiaan terpancar dari wajah Nicolas Henin; istrinya, Isabel; serta anak-anak mereka, Sophie dan Emile. Keluarga kecil ini berpelukan erat di bawah kaki helikopter yang terparkir di landasan pangkalan udara militer Villacoublay, dekat Paris, Ahad dua pekan lalu. "Hal apa yang terbaik untuk seorang ayah? Memeluk dua anaknya," kata Henin dengan penuh haru.

Helikopter itu baru saja mengangkut empat jurnalis Prancis yang menjadi korban penculikan di Suriah. Empat jurnalis ini adalah Didier Francois, 53 tahun, Nicolas Henin (37), Edouard Elias (23), dan Pierre Torres (29). Mereka diduga kuat diculik kelompok Islam radikal Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) di sebelah utara Suriah pada Juni tahun lalu.

Kepulangan mereka disambut langsung oleh Presiden Prancis Francois Hollande dan Menteri Luar Negeri Laurent Fabius, yang bergantian memeluk mereka. Dalam sekejap, seluruh keluarga, rekan, dan pejabat yang menyambut mereka tampak seperti satu keluarga besar yang bahagia. "Ini adalah hari sukacita besar bagi mereka, keluarga mereka, teman-teman, dan untuk Prancis," kata Hollande, seperti dilansir situs Irish Time, Senin pekan lalu.

Dalam sambutan spontan, Didier Francois mengatakan sebuah kebahagiaan tak terkira dapat kembali melihat langit cerah dan bisa berjalan dengan bebas setelah disekap di penjara bawah tanah oleh kelompok Islam radikal di Suriah selama sepuluh bulan. "Rasanya senang sekali dan lega setelah bebas. Di bawah langit, yang tak pernah kami lihat untuk waktu lama, menghirup udara segar, berjalan bebas," kata Francois, wartawan Europe 1.

Sandera termuda dalam kelompok itu yang juga seorang fotografer, Edouard Elias, bahkan bercanda bahwa ia tidak sabar untuk bisa kembali bekerja. "Tidak adakah seseorang yang bisa meminjami saya kamera?" ujarnya.

Keempat jurnalis itu diculik dalam dua insiden terpisah saat tengah meliput konflik bersenjata di Suriah.

Didier Francois dan Nicolas Henin telah berpengalaman sebagai jurnalis yang meliput berbagai konflik dan perang saudara. Francois adalah orang pertama yang melaporkan penggunaan senjata kimia oleh rezim Bashar al-Assad di Suriah. Sedangkan Henin jurnalis pertama yang memasuki Suriah dari Turki ketika perang pemberontakan meletus. Adapun Elias adalah fotografer muda yang bergabung dengan lembaga Haytham Pictures. Sejak awal konflik Suriah, dia telah beberapa kali ke Aleppo. Beberapa karyanya sudah diterbitkan oleh Paris Match, Der Spiegel, dan The Sunday Times.

Menurut penuturan Francois kepada Radio Europe 1, dia diculik pada 6 Juni bersama fotografer Edouard Elias di sebelah utara Aleppo. Keduanya dihentikan oleh sekelompok pria bersenjata dan bertopeng setelah melewati perbatasan dari Turki menuju Suriah. Dengan menodongkan senjata, kelompok penculik itu memborgol mereka berdua. "Dalam bahasa Inggris, mereka mengatakan kepada kami, 'Jangan khawatir, kami akan memeriksa semuanya. Ini bisa diselesaikan dalam satu jam'," kata Francois, menirukan ucapan penculik, seperti dilansir Daily Star.

Hari-hari pertama setelah penculikan dianggapnya sebagai hari penuh perjuangan. "Tekanannya sangat, sangat kuat. Empat hari pertama tanpa makan dan minum. Pada hari keempat tanpa minum, mulai terasa benar-benar mengerikan. Tangan diborgol dan dipukuli," katanya menjelaskan situasi saat penyekapan.

Sementara itu, Henin, yang bekerja untuk majalah mingguan Prancis, Le Point, ditangkap pada 22 Juni di Raqqa bersama Pierre Torres, yang bekerja untuk saluran televisi Prancis-Jerman, Arte. Keempat jurnalis Prancis itu kemudian disatukan setelah disekap terpisah.

Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Arte, Henin mengatakan rintangan terberat untuk bertahan hidup saat itu adalah kelaparan dan kedinginan. "Ada sedikit kekerasan fisik, tapi memang itulah yang dihadapi semua tawanan di Suriah. Suriah selalu menjadi pusat kekerasan dunia," ujarnya.

Henin mengaku pernah mencoba melarikan diri pada hari ketiga setelah diculik. Saat itu dia berhasil kabur sejauh kurang-lebih 10 kilometer pada malam hari. Sayangnya, tak lebih dari 12 jam kemudian dia kembali tertangkap oleh kelompok penculiknya. Keempat jurnalis yang disekap itu selalu berpindah tempat secara berkala. Menurut penghitungan Henin, setidaknya mereka sudah berpindah ke 10 lokasi berbeda, kadang di zona perang dan kadang ke daerah perbatasan.

Kontak dengan para penculik sangatlah jarang. Mereka juga tak tahu apa yang terjadi di dunia luar selama dalam penyekapan, kecuali informasi tentang kematian Nelson Mandela yang diumumkan oleh para penculik.

Mereka mulai merasakan detik-detik pembebasan ketika salah satu penculik menawarkan makanan. "Biasanya kami tidak pernah disuguhi makanan layak, tapi (Jumat malam) penjaga membawakan kami makanan yang lebih baik. Mereka bahkan menawarkan kepada kami makanan tambahan lain. Saat itulah kami pikir 'ada sesuatu yang akan terjadi'," kata Henin kepada media France 24.

Tapi para penyandera tak membiarkan para wartawan itu menghabiskan makanan tersebut. Mereka lalu dibawa ke sebuah kawasan di perbatasan Suriah-Turki dan ditinggalkan begitu saja pada Jumat malam. Tentara Turki baru menemukan mereka pada Sabtu pagi dan mengira para jurnalis itu adalah penyelundup. Setelah memperkenalkan diri sebagai jurnalis, kelompok itu kemudian dibawa ke markas kepolisian di Provinsi Sanliurfa, Turki, dan diperiksa oleh tim medis.

Presiden Prancis Francois Hollande menyatakan penghormatannya kepada pihak berwenang Turki karena membantu pemulangan keempat wartawan itu. Dia menegaskan bahwa pemerintah Prancis tak membayar tebusan apa pun, tapi melalui proses negosiasi dengan penculik yang sudah berlangsung selama beberapa minggu.

"Negara tak membayar uang tebusan. Ini adalah prinsip yang sangat penting sehingga para penculik tidak tergoda untuk mengambil sandera lain," kata Hollande, seperti dilansir The Guardian. Namun dia tak mau merinci lebih lanjut seperti apa proses negosiasi yang dilakukan pemerintah Prancis dengan para penculik. "Saya tidak ingin memberi rincian lebih lanjut karena kami masih memiliki dua sandera lain," ujarnya.

Hollande mengatakan pemerintah selalu menghormati dan menuntut keamanan untuk para jurnalis di Prancis karena perannya yang selalu memberikan informasi. Perhatian pemerintah kini tertuju pada dua warga Prancis lainnya yang masih ditahan di wilayah Sahel, Afrika Utara.

Namun harian Prancis, Le Parisien, melaporkan dalam pembebasan empat jurnalis itu "terlihat sangat jelas" uang tebusan telah diserahkan. Bahkan dalam laporan juga disebutkan Badan Intelijen Prancis, Direction Generale De La Securite Exterieure, turut membantu negosiasi pembebasan. Qatar dan Uni Emirat Arab, sebagai pihak yang dekat dengan Prancis dan pemberontak Suriah, diyakini membantu proses mediasi pembebasan. "Perwakilan sheikdom kemungkinan besar telah membayar atas nama Prancis," bunyi laporan Le Parisien.

Menurut Committee to Protect Journalists, Suriah merupakan tempat paling berbahaya di dunia bagi jurnalis. Organisasi Reporters without Borders melaporkan sedikitnya 11 jurnalis tewas sepanjang tahun ini dan lebih dari 20 pekerja media di Suriah masih menjadi sandera.

Kini keempat jurnalis yang telah bebas itu sudah berkumpul kembali dengan keluarga masing-masing. Ketika ditanya apa yang akan dilakukan setelah pembebasannya, sambil tertawa Henin berkata, "Saya ingin bersama keluarga. Selama sepuluh bulan kemarin, saya menyadari bahwa selama ini waktu saya bersama anak-anak belumlah cukup, dan itu yang akan menjadi prioritas saya."

Florence Aubenas, yang pernah disandera di Bagdad pada pertengahan 2000-an, mengatakan pemulihan diri tiap sandera berbeda-beda. Aubenas beruntung dibebaskan tanpa cedera dan memilih terus meliput perang. Sedangkan Jean-Paul Kauffmann, yang ditahan tiga tahun di Libanon pada 1980-an, mengalami trauma mendalam akibat peristiwa itu.

Rosalina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus