BILA sejumlah pensiunan berperut lapar dan berkantung kering berkumpul, apa yang akan terjadi? Di Vietnam, itu berarti lahirnya sebuah organisasi yang berniat mendongkel kaum "konservatif". Organisasi itu disebut Klub Pejuang Perlawanan, yang secara resmi terdaftar sebagai perkumpulan sosial di Ho Chi Min City, bekas ibu kota Vietnam Selatan yang dulu bernama Saigon. Yang menarik, pada kenyataannya Klub Pejuang itu bergerak bagaikan sebuah partai oposisi. Setidaknya, Klub para veteran itu punya program yang bisa menekan penguasa. Soalnya, aktivitas Klub lebih berkisar di kancah politik dan ekonomi ketimbang di bidang sosial. Dan suara Klub selalu berpihak kepada pembaruan yang dipimpin oleh Sekjen Partai Komunis Vietnam Nguyen Van Linh. Repotnya, sementara itu, pemerintah sendiri memberikan izin bagi Klub ini, media massa Vietnam memboikot kegiatan mereka. Tapi mana mau mereka yang sudah makan asam-garam kehidupan itu menyerah. Maka Klub pun menerbitkan Khang Chien (Tradisi Perlawanan), sebuah surat kabar, bisa dibilang, satu-satunya yang independen di sana. Edisi pertama dan kedua terbit bulan Agustus dan September tahun lalu. Yang ketiga hampir saja batal terbit gara-gara ada telepon gelap ke direksi percetakan. Untung, para pengurus Klub tak habis akal. Plat pengganda -- plat yang sudah diisi bahan untuk dicetakkan -- yang sudah siap-pakai cepat-cepat diselamatkan, dan diserahkan kepada sebuah percetakan lain. Maka, edisi ketiga Khang Chien -- yang terdiri dari 16 halaman -- itu tercetak sebanyak 200 ribu eksemplar, dan laku keras. Lakunya koran itu boleh jadi juga karena ada yang mencoba menghambat, yakni oknum penguasa di beberapa provinsi. Dengan maksud mencegah meluasnya peredaran koran itu, lalu oknum-oknum tersebut memborongnya untuk dimusnahkan. Isi Tradisi Perlawanan memang menjengkelkan bagi sebagian penguasa. Misalnya ada kutipan pidato Presiden Klub Nguyen Ho, yang mengungkapkan segala ketidakbecusan pemerintah melaksanakan pembangunan, sehingga Vietnam menjadi salah satu bangsa terbelakang. "Sulit dimengerti. Orang yang menyebabkan kesengsaraan tak dihukum, tak dipecat, tak dihentikan, tak diadili. Malah ada yag naik pangkat," kata Nguyen, bekas ketua Konfederasi Serikat-serikat Buruh Vietnam itu. Sebuah analisa dari Huynh Van Tieng, anggota komite eksekutif Klub, tak kalah galak. Dia mengkritik slogan pemerintah yang berbunyi, "Rakyat adalah akar." Menurut Huynh, slogan itu cuma alat pemerintah, tidak demokratis. "Kalau mereka tetap begitu, akar akan mengering dan pohon akan tumbang," tulisnya. Lalu ada nasihat yang tak sedap dalam tulisan Duong Van Dieu. "Partai harus menjalani operasi besar untuk mengeluarkan para kader yang tak berbakat dan tak layak." Termasuk yang harus dicopot adalah sejumlah pejabat tinggi partai. Belum diketahui kapan terbit edisi Tradisi Perlawanan berikutnya. Kepada koran The Asian Wall Street Journal, Ho mengaku masih menunggu izin dari pemerintah agar korannya bisa terbit secara teratur. Ho, bagaimanapun, tampaknya khawatir penguasa akan mengambil tindakan lebih keras gara-gara ia dianggap menjurus ke garis radikal. Memang, seusai penerbitan edisi ketiga, Ho sempat lepas kontrol. Begitu tahu bahwa si penelepon gelap berasal dari Departemen Kebudayaan dan Informasi Pemda Ho Chi Min City, atas pesan kaum "konservatif" di sentral komite dan politbiro di Hanoi, Ho menyerang hampir semua pengurus partai dan pemerintahan. Plus tuntutan kepada kepala propaganda Komite Sentral dan Menteri Penerangan agar memberikan penjelasan lewat TV dan radio mengenai usaha pemberangusan Khang Chien. Puncaknya terjadi pada 9 April lalu. Ho mengadakan rapat umum di Ho Chi Min City untuk membicarakan soal campur tangan pemerintah tehadap dunia pers. Untung, penguasa tak bertindak keras, sehingga demonstrasi pertama di Vietnam komunis itu berakhir dengan damai. Sebaliknya, Ho malah dinasihati rekan-rekannya agar tak bertindak berlebihan. Langkah lebih taktis memang harus dipersiapkan. Sebab, Klub Pejuang ini punya rencana mengajukan calon dalam Pemilu anggota perlemen pada 1991 mendatang. Kini para aktivis Klub sudah bertebaran di sentero Vietnam untuk mencari dukungan dari jutaan veteran perang. Dengan memiliki 12 cabang dan lebih dari 10 ribu anggota, "partai baru" ini boleh yakin bisa menggaet beberapa kursi parlemen. Hebatnya lagi, hampir di separuh dari semua provinsi di Vietnam Selatan bermunculan klub-klub yang berafiliasi pada Klub Pejuang Perlawanan. Kawasan utara praktis belum tersentuh. Ini mungkin karena di Vietnam Selatanlah dulu sebagain besar pertempuran berlangsung, hingga banyak menyimpan veteran. Lain daripada itu, Klub para gaek ini sempat pula menggegerkan kancah politik nasional. Juni tahun lalu, dalam pemilihan perdana menteri, Klub mengirimkan petisi kepada pemerintah dan pimpinan partai. Isinya, analisa kualitas dua calon yang bertanding -- Vo Van Kiet dan Do Muoi -- dan agar pemilihan berlangsung lewat pemungutan suara. Ajaib, usul itu diterima. Sehingga untuk pertama kali terjadi di Vietnam: seorang perdana menteri dipilih lewat pemungutan suara. Meski jago Klub Pejuang, Vo Van Kiet, keok. Du Moui -- yang dalam analisa para veteran itu dimasukkan dalam blok "konservatif" ternyata menang. Tapi Klub tetap bangga. Bukan hanya karena usul pemungutan suara diterima, juga karena sepertiga anggota perlemen bisa dipengaruhi untuk memilih Van Kiet. Lalu gebrakan lain dilakukan kala Vietnam dicekam paceklik. Klub berhasil mempengaruhi parlemen Ho Chi Min City untuk menuntut pengunduran diri menteri keuangan dan deputinya, serta menteri pertanian. Lumayan. Sebab, sebenarnya yang dituntut oleh Klub agar mundur -- berdasarkan poll pendapat yang diedarkan Klub -- adalah menteri keuangan, menteri pertanian, direktur jenderal bank sentral, dan ketua komisi harga barang kebutuhan rakyat. Bukan cuma di Soviet, langkah-langkah demokratis ada juga di Vietnam.Prg, bahan The Asian Wallsteet Journal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini