PERJALANAN seorang perdana menteri yang sudah pasti bakal turun dari kursinya ternyata hangat juga. Meski Noboru Takeshita, 65 tahun, perdana menteri itu, selalu mencoba menghindarkan tanya-jawab dengan wartawan. Awal pekan lalu, misalnya, konperensi persnya di Bangkok, kota pertama di ASEAN yang ia kunjungi, sama sekali berupa penjelasan sepihak -- tanpa memberi kesempatan wartawan bertanya. Mungkin Takeshita sengaja agar terhindar dari pertanyaan yang menyangkut berita hangat tentang dia: sekitar skandal saham Recruit Co. Toh misi perjalanan tak berubah dari yang direncanakan. Tiga hal pokok, disebut dengan nama Doktrin Jakarta, tetap ia bawakan. Yang pertama soal kamboja. Dalam kunjungan ke Bangkok awal pekan lalu itu Takeshita minta agar Muangthai lebih berperan dalam membantu perdamaian di kawasan Indocina. "Sebagai negara yang terletak di garis terdepan, Muangthai berperan sangat besar dalam penanggulangan 300 ribu pengungsi Kamboja," ujarnya dalam pidato makan malamnya dengan PM Chatichai Choonhavan. Dengan kalimat lain, tampaknya Jepang kali ini tak ingin berperan langsung dalam penyelesaian masalah Kamboja. Ini juga tersirat dari pembatalan pertemuan Takeshita dan Menlu Vietnam Nguyen Co Thach. "Perdana Menteri Takeshita menyatakan penyesalannya karena tak dapat bertemu Menlu seperti yang pernah dijanjikan," ujar sebuah sumber Departemen Luar Negeri Jepang yang dikutip Radio Hanoi. Misi kedua, membatu negara-negara ASEAN terutama Muangthai, Malaysia, dan Indonesia -- dengan meringankan utang. Di Malaysia, misalnya, ia berjanji untuk meringankan beban utang Malaysia dengan mengurangi suku bunga dan 3,7% menjadi 2,9%. Kabarnya, untuk Indonesia, Takeshita memberi keringanan suku bunga kredit dari 2,7% menjadi 2,5%. Selain itu, kepada Malaysia ia pun berjanji untuk memenuhi permintaan PM Mahathir agar Jepang memberi tambahan konsesi bagi bahan ekspor Malaysia --minyak sawit dan karet -- ke Jepang. Hal ketiga yang dibawa misi ini adalah soal lingkungan hidup. Jelasnya, pemerintah Jepang bersedia mengeluarkan dana 110 milyar yen untuk usaha penghijauan dan perlindungan hutan tropis yang banyak dirusak oleh penebangan liar maupun tak liar. Antara lain dengan pembangunan pusat-pusat latihan ahli kehutanan dan pusat pembibitan di Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Untuk mendukung rencana itu, Jepang bersedia meningkatkan dana beasiswa kepada para mahasiswa ASEAN sampai US$ 2 juta per tahun -- meningkat 100% dari tahun sebelumnya -- yang akan dimulai pada 1990. Suatu protes kecil sempat terlontar di Muangthai. Tidak berkaitan dengan skandal Recruit, tapi soal tenaga kerja Muangthai. Takeshita menerima surat terbuka yang dimuat dalam harian The Nation dan ditulis oleh kelompok cendekiawan Forum Masyarakat Thai-Jepang dari Universitas Chulalongkorn. Isinya mengecam Jepang, karena terlalu memeras kaum imigran Thai yang bekerja di Negeri Sakura itu. "Para buruh itu dipaksa bekerja di bawah pengawasan Yakuza," kata surat itu. Tak lupa pula kali ini Takeshita pun menegaskan bahwa Jepang tak akan jatuh dalam militerisme. Mungkin ini perlu dikatakan sehubungan ditekennya perjanjian Amerika-Jepang tentang tukar-menukar teknologi pembuatan pesawat tempur SFX (modifikasi dari F-16). Jepang memperoleh teknologi komputer dan aerodinamikanya, Amerika pembuatan fiberglasnya.Didi P. (Jakarta) & S. Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini