Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Bandar Udara Internasional Imam Khomeini, Teheran, lelaki tinggi besar itu dielu-elukan bak pahlawan. Deputi Menteri Luar Negeri Iran Hassan Qashqavi langsung merangkul Shahram Amiri, pria yang raib selama 14 bulan. Di ruang tamu bandara, Amiri bertemu dengan putranya yang baru berumur tujuh tahun.
Sambil memangku anaknya, Amiri, 32 tahun, mengaku menjadi korban penculikan dinas rahasia Amerika, CIA, dan Mossad, Israel. ”Penculikan saya merupakan hal memalukan buat Amerika. Selama 14 bulan saya ditekan secara psikologis dan dikawal agen bersenjata.”
”Akan saya beberkan semua rencana mereka, termasuk memakai media untuk menyatakan saya akan membagi informasi kepada Amerika,” Amiri menambahkan. Media yang dimaksud adalah CNN. Sejak pekan pertama dia berada di Amerika, CNN kabarnya dijanjikan oleh para agen intelijen untuk mewawancarainya selama sepuluh menit dengan harga US$ 10 juta.
Awal pekan lalu, Amiri tiba-tiba muncul di Kedutaan Besar Pakistan di Washington meminta suaka dan pertolongan untuk kembali ke Iran. Sebelumnya, selama 14 bulan Amerika mengunci mulut atas tuduhan pemerintah Iran soal penculikan Amiri.
Baru pada awal pekan lalu, para pejabat dinas rahasia CIA dan Kementerian Luar Negeri Amerika membombardir media massa dengan bantahan. ”Dia sukarela datang ke Amerika, tak ada paksaan,” ujar seorang pejabat tinggi kementerian itu. Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menyatakan hal serupa. ”Dia bebas ke mana pun selama di Amerika.”
Banyak sumber anonim di Dinas Intelijen Amerika mengatakan bahwa Amiri dianggap penting karena menjadi ilmuwan nuklir di Universitas Malek Ashtar, Teheran. Universitas ini dibina Pengawal Revolusi, lembaga tinggi Iran yang dibentuk untuk menjaga nilai-nilai Revolusi Iran 1979.
Keahlian Amiri di bidang rekayasa radio isotop menjadi kunci buat Amerika membuktikan bahwa Iran sedang mengembangkan teknologi pembuat an senjata nuklir dan bom atom. Kebetulan dia juga ilmuwan yang bekerja di Badan Energi Atom Iran.
Satelit Amerika sejak pertengahan tahun lalu sudah memotret kegiatan di pusat pengayaan uranium di Kota Qum sebagai aktivitas pengayaan uranium untuk membuat senjata nuklir. Namun sejauh ini belum ada bukti konkret tentang proyek itu.
Iran terikat kesepakatan nonproli ferasi nuklir. Forum ini sepakat menghentikan semua upaya pengembangan nuklir, kecuali untuk tujuan damai dan pembangunan ekonomi—seperti pembangkit listrik dan kesehatan. Negeri yang melanggar perjanjian akan mendapat sanksi internasional.
Negeri para mullah itu sudah berkali-kali menyangkal tudingan Amerika dan negara Barat soal penggunaan uranium untuk membuat nuklir. Teheran selalu mengatakan uraniumnya dipakai untuk keperluan medis dan pembangkit listrik.
Bulan lalu Dewan Keamanan Perse rikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan sanksi ekonomi baru atas Iran. PBB menilai Teheran telah berbohong tentang pengembangan proyek senjata nuklir di kawasan Qum, Iran. Kesimpulan ini klop dengan tudingan Amerika dan negara Barat.
Sebelum sanksi keluar, Presiden Barack Obama meminta sesi tertutup untuk membuktikan Iran sedang mengembangkan senjata nuklir. Delegasi Abang Sam menyajikan gambar dan rancangan yang diduga sebagai proyek Iran ke arah senjata nuklir kepada para diplomat internasional. Iran menuduh gambar Amerika itu diperoleh dari Amiri dan Abang Sam tak membantah.
Tiga rekaman video menjadi bukti Ami ri berada di Amerika sejak Juni 2009. Dua video, yang pertama dan keti ga, menjelaskan soal dirinya yang diculik saat berada di Madinah, Arab Saudi, Juni 2009. Video kedua menjelaskan hal sebaliknya. ”Saya tak apa-apa, di Amerika saya sedang studi doktoral,” ujarnya dengan mata selalu menatap kamera. Publik Amerika menduga di video itu dia sedang menatap teks dari teleprompter.
Setiba kembali di Iran, Amiri bercerita, saat di Amerika diminta mengaku bahwa laptopnya berisi rahasia nuklir Iran. Ayah satu putra itu juga di minta berbagi informasi kepada Amerika tentang proyek pengayaan uranium di Qum. Segala informasi itu akan dibayar US$ 10 juta. Bila bersedia terus tinggal di Amerika, selain akan diberi tempat tinggal di Eropa, Amiri akan diberi US$ 50 juta. ”Tak sekali pun saya akan mengkhianati negeri saya.”
Di Amerika memang dikenal transaksi seperti ini untuk membujuk musuh agar berbagi informasi. Transaksi ini adalah bagian dari proyek bawah tanah intelijen Amerika untuk Iran yang disebut ”menguras otak” atau brain drain. Tujuannya memberikan insentif untuk membujuk ilmuwan dan pejabat Iran membelot dan berbagi informasi tentang program nuklir Iran.
Skandal intelijen ini muncul hanya berselang tiga pekan saat Biro Penyidik Federal dan Dinas Intelijen Amerika berhasil mengungkap jaringan intel Rusia di Amerika. Mereka kemudian ditukar dengan mata-mata Amerika dan sekutunya yang tertangkap di Rusia.
Proyek yang sudah berlangsung sejak 2005 itu telah berhasil mendapatkan Ali Reza Asgari, bekas deputi kementerian pertahanan. Salah satu jenderal pengawal revolusi itu hilang sejak 2007 ketika mengadakan kunjungan dinas di Turki. Bocoran dari seorang agen intelijen Amerika, Ali ada kemungkinan sudah membelot ke Negeri Abang Sam.
Menurut ABC News, Amiri sebetulnya juga sudah membelot. Sang ilmuwan memang sudah lama didekati Amerika untuk membagi informasi. ”Ini opera si jangka panjang CIA,” ujar seorang sumber yang tak mau disebut namanya. Kemunculan Amiri di Kedutaan Pa kistan untuk meminta bantuan kembali ke Iran ditengarai karena keluarganya diancam pemerintah Iran. ” Pemerintah Iran sepertinya mengancam menghabisi keluarganya, sehingga dia ngotot ingin kembali,” ujar seorang pejabat tinggi kementerian luar negeri.
Dalam video pertama yang kualitasnya jelek Amiri bicara dalam bahasa Parsi. Direkam di Tucson pada 5 April, Amiri menyatakan dirinya diculik di Arab Saudi oleh intelijen Amerika dibantu intelijen Arab Saudi. ”Setelah di Amerika, saya disiksa dan dipaksa mengaku kepada publik saya sukarela membelot dan memberikan informasi tentang program nuklir Iran.”
Dia mengatakan membuat video itu setelah para agen intelijen melonggarkan pengawalan terhadap dirinya. ”Bila para agen itu tahu saya hilang dari pengawasan mereka dan menemukan video ini, saya akan kembali dijaga para agen bersenjata,” ujarnya. Dia meminta lembaga hak asasi manusia dan PBB mendesak Amerika agar membebaskannya.
Beberapa hari kemudian, melalui YouTube, Amiri muncul kembali meralat video pertama. ”Saya baik-baik saja di Amerika. Saya sedang tugas studi doktoral.” Kualitas gambar video kali ini lebih baik. Dalam video ini dia terlihat seperti sedang membaca teks di teleprompter.
Beberapa bulan kemudian, dia kembali menyangkal lewat video ketiga. ”Video kedua itu salah, saya betul-betul diculik,” katanya. Kali ini video itu kembali memiliki kualitas gambar yang buruk. Seorang pejabat Amerika menduga, sepertinya video kedua sudah dipersiapkan Dinas Intelijen Amerika. ”Tapi keburu video yang buruk itu ta yang,” ujarnya.
Seperti dikomando, para bekas agen dinas rahasia buka mulut ke media. ”Pilihan membelot itu betul, dan pilihan meninggalkan keluarganya di Iran sudah dipikirkannya masak-masak,” ujar seorang pejabat Amerika yang pernah bertemu dengan Amiri di rumah perlindungan CIA.
Bekas agen CIA, Vincent Cannistraro, yakin Amiri tak direkrut CIA, tapi sukarela membelot. Program brain drain itu sudah bertahun-tahun berjalan dan Amiri salah satu targetnya. Tapi rencana itu berantakan karena Teheran mengancam akan melukai keluarganya. ”Kenyataan itu tentu memalukan pemerintah Iran, pasti mereka ingin Amiri kembali.”
Cannistraro melanjutkan, kasus seperti Amiri pernah terjadi sebelumnya dengan Uni Soviet. Kala Perang Dingin, Amerika mengembangkan prog ram membujuk pejabat, agen intelijen KGB, dan ilmuwan Uni Soviet membelot ke Negeri Abang Sam.
Kepala Divisi Amerika Utara KGB Vitaly Yurchenko membelot ke Amerika pada 1985. Dia kembali ke Uni Soviet dan bersaksi diculik Amerika. Di Uni Soviet dia dianugerahi medali kehormatan.
Dua menantu Saddam Hussein juga pernah membelot. Hussein Kamel al-Majid dan adiknya, Saddam Kamel, menyeberang ke Amerika dari Irak melalui Yordania pada Agustus 1995. Mereka bersama istri dan anak-anak mereka. Ketika kembali ke Irak, mereka dibunuh dengan tuduhan berkhianat.
Iran berkali-kali pula meminta Amerika mengembalikan Amiri. Meski ketika kembali, dia hanya dianggap sebagai ”ilmuwan biasa”. ”Saya memang bukan ilmuwan nuklir. Hanya ilmuwan biasa, bukan sepenting yang digembar-gemborkan sebelumnya,” Amiri membenarkan keterangan pemerintahnya. ”Saya disuruh mengaku sebagai ilmuwan nuklir, dan diminta mengakui laptop saya berisi rencana rahasia program nuklir Iran.”
Untuk menukar Amiri, Iran mesti menangkap tiga warga Amerika yang menyeberang dari Irak. Mereka adalah petualang Amerika yang ditangkap karena tak memiliki izin menginjak perbatasan Iran pada Juli 2009. Meski keinginan tukar-menukar itu dibantah Kementerian Luar Negeri Iran. ”Tak ada sangkut-pautnya, mereka melanggar batas wilayah,” ujar Deputi Kementerian Luar Negeri Hassan Qashqavi.
Yophiandi (Time, The Economist, LA Times, Al-Jazeera, Press TV)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo