Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permohonan maaf Octavia Nasr, 44 tahun, melalui blognya Selasa dua pekan lalu tak mampu meluluhkan hati atasan nya di CNN. Wakil Presiden Senior CNN Parisa Khosravi, 44 tahun, tetap meminta Nasr mengepak barangnya dan meninggalkan kantor, Rabu pekan lalu.
Berakhirnya karier Nasr di CNN ber awal dari tulisannya di Twitter mengenai kematian Mohammad Hussein Fadlallah, ulama Syiah terkemuka Libanon, 4 Juli lalu. ”Sungguh sedih mendengar kabar meninggalnya Sayyed Mohammad Hussein Fadlallah, pemimpin besar Hizbullah yang paling saya hormati,” begitu tulis Nasr di Twitter, Ahad dua pekan lalu.
Cuit pendek itu ternyata berbuntut panjang. Kritik pedas datang bertubi. Nasr dianggap telah menunjukkan simpati dan dukungan bagi Hizbullah, organisasi yang dituding Amerika sebagai kelompok teroris.
Pengawas media pro-Israel, Honesty Reporting, merupakan salah satu organisasi yang pertama menanggapi cuit Nasr. Mereka segera menunjuk sejumlah ”dosa” Fadlallah bagi Israel dan Amerika, seperti pernyataannya mengenai krisis sandera Iran 1979, serangan bom terhadap barak tentara Amerika di Beirut 1983, dan bantahannya atas terjadinya holocaust.
Tak ingin menimbulkan kerusakan lebih parah, Nasr segera menulis ralat di blognya. ”Saya minta maaf karena telah mendukung Fadlallah. Saya mendu kung karena ia adalah pelopor di antara ulama Syiah yang membantu meningkatkan hak-hak wanita. Jadi bukan berarti saya mendukung setiap tindakan yang ia lakukan, sangat jauh dari itu semua,” begitu Nasr menulis di blognya.
Toh, Khosravi berkukuh Nasr telah bertindak fatal dan gegabah. Terlebih mengingat posisinya sebagai editor senior yang memimpin pemberitaan urus an wilayah Timur Tengah. Karier yang telah dibina alumnus American University di Libanon dan Georgia State University, Atlanta, Georgia, itu sejak 20 tahun silam pun tamat.
”Anda tahu, setiap pesan yang dituliskan di Twitter akan memiliki reaksi yang luas. Bagaimanapun, kami berterima kasih atas pengabdian dan kerja kerasnya selama ini, dan kami mengharapkan yang terbaik baginya di kemudian hari,” kata Khosravi.
Keputusan CNN memecat Nasr mengundang reaksi keras dari Hizbullah. Juru bicara Hizbullah, Ibrahim Moussawi, mengutuk pemecatan Nasr hanya karena mengekspresikan kesedihannya atas kematian Fadlallah itu sebagai teror intelektual.
”Langkah ini menunjukkan standar ganda yang dilakukan pihak Barat serta topeng Amerika Serikat yang berpura-pura melindungi kebebasan berpendapat,” ujarnya.
Kejadian yang dialami Nasr bukan yang pertama kali di Negeri Abang Sam. Sebelumnya, wartawan senior Helen Thomas, yang bertugas di Gedung Putih, juga dipecat setelah mengatakan orang Yahudi sebaiknya keluar dari Israel dan pulang ke tempat asalnya.
Nasib serupa dialami Dave Weigel. Blogger Washington Post yang getol me nulis dan mengkritik kaum konservatif ini mengundurkan diri setelah beredar surat elektronik yang berisi hinaannya kepada tokoh politik konservatif.
Permintaan maaf dan penyesalan Nasr, yang pernah mewawancarai Fa dlallah pada 1990, itu pun disampaikan dalam tulisannya di CNN. ”Reaksi atas tweet saya sangat cepat, luar biasa, dan memberikan pelajaran baik. Seharusnya 140 karakter tidak digunakan untuk mengomentari isu-isu kontroversial dan sensitif, terutama berkaitan dengan Timur Tengah.”
Namun nasi telah menjadi bubur. Nasr, yang lahir di Beirut, Libanon, dari keluarga Kristen Ortodoks dan fasih berbahasa Arab, Prancis, dan Inggris, harus meninggalkan CNN selamanya. Peraih sejumlah penghargaan jurna listik ini harus menjadi korban loyalitas buta kepada Israel di Timur Tengah.
Suryani Ika Sari (AP, AFP, BBC, CNN, The Daily Starz)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo