Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Imajinasi dari Sebuah Buku

Program pendidikan seks diprotes di sekolah-sekolah India. Penyebabnya ilustrasi gambar dalam buku pelajaran.

27 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANYA, siswa kelas 10 di Delhi, India, bingung ketika mata pelajaran tentang seks di sekolahnya tiba-tiba dihentikan. Padahal ia telanjur jatuh hati dengan mata pelajaran itu. ”Saya begitu nyaman belajar soal itu dari guru. Mereka sudah seperti teman bagi kami,” kata Manya dua pekan lalu.

Sekolah-sekolah di India memang lagi gerah. Gelombang protes bermunculan setelah pemerintah membuat kurikulum pendidikan seks bagi siswa menengah-atas. Kurikulum pendidikan seks ini ditujukan untuk membangun kesadaran siswa tentang bahaya HIV/AIDS.

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan India, sedikitnya 3 juta orang hidup dengan HIV/AIDS di negeri itu. Menurut laporan Badan PBB untuk mengatasi HIV/AIDS (UNAIDS), jumlahnya malah lebih besar: 5,7 juta. Jumlah ini tak jauh berbeda dengan laporan National AIDS Control Organisation, India: 5,2 juta.

Di India, sebagian besar penderita HIV/AIDS dalam usia produktif, 14-50 tahun. Sejauh ini, mereka telah menemukan aneka potensi yang menimbulkan perkembangan itu. Misalnya, satu dari empat perempuan India berumur 11-30 tahun di sebelas kota di India sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Apa pun, yang jelas India adalah negara dengan jumlah penderita HIV/AIDS terbanyak di dunia. Itulah yang membuat pemerintah bergerak cepat untuk mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS. Salah satu programnya pendidikan seks di sekolah.

Tapi pemerintah jadi serba salah. Mereka dituduh telah menghancurkan nilai-nilai budaya dan moral masyarakat India. ”Seluruh kurikulum didesain sesuai dengan gaya hidup bebas negara Barat. Di negara ini, kami hidup dengan nilai-nilai keluarga,” kata Ram Madhav, juru bicara Rashtriya Swayamsevak Sangh, satu organisasi agama Hindu sayap kiri.

Selain Rashtriya, partai oposisi terbesar India, Bharatiya Janata Party, juga memprotes pendidikan seks itu. Penolakan datang pula dari 30 persen lebih negara bagian di India.

Sebenarnya, para pemrotes ini tidak menolak guru-guru mengajarkan masalah HIV/AIDS kepada siswa-siswanya. Yang jadi masalah adalah cara mereka menyampaikan informasi itu, yakni dengan ilustrasi-ilustrasi yang terdapat di modul pendidikan seks. Di modul pendidikan seks yang bertajuk ”Knowledge is Power”, banyak ilustrasi yang dinilai vulgar. Misalnya ilustrasi tentang seorang pria dan perempuan yang bertatapan mesra di tempat tidur. Tubuh keduanya ditutupi sehelai kain.

Ilustrasi seperti itu dikhawatirkan justru merusak otak para siswa, mendorong mereka mempraktekkannya. Prakash Javadekar, juru bicara Bharatiya Janata Party, mengatakan guru seharusnya mendidik siswa-siswanya mengendalikan nafsu seksual mereka. ”Ini sistem nilai yang harus diajarkan guru, bahwa mereka tidak berhubungan seks hingga mereka menikah,” ujarnya.

Menteri Kesehatan Anbumani Ramadoss kesal dengan larangan itu. Menurut dia, pemrotes itu munafik. Hubungan seks di luar nikah sudah biasa, tapi masyarakat di negara Kama Sutra ini mencoba menutupinya dengan menolak membicarakannya. ”Itu sebabnya populasi kami satu miliar lebih,” ujarnya.

Kali ini kalangan aktivis hak asasi manusia pun memilih membela Anbumani. ”Siapa bilang berdiskusi soal seks bertentangan dengan budaya India?” ujar Naina Kapoor, Direktur Sakshi, LSM yang terkenal di India. Program pendidikan seks, kata dia, justru untuk membangun kesadaran masyarakat India yang rendah terhadap bahaya HIV/AIDS.

Apa mau dikata, gelombang protes semakin besar saja. Dan Anbumani pun tidak punya pilihan kecuali memutuskan mengevaluasi program pendidikan seks. Ini artinya Manya harus menunda dulu keingintahuannya tentang masalah seks itu lewat sekolah.

Maria Hasugian (BBC, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus