DALAM seragam hijau, presiden Nikaragua Daniel Ortega Saavedra tampak berdiri canggung di antara beberapa negarawan yang semuanya mengenakan setelan jas. Pertemuan di Montevideo, ibu kota Uruguay, Jumat pekan lalu, memang kesempatan yang sangat ditunggu-tunggu Ortega. Sudah direncanakannya agar upacara pelantikan presiden Uruguay Julio Sanguinetti dapat dimanfaatkan untuk menembus jalan buntu perundingan AS-Nikaragua yang terhenti sejak Januari lalu. Untuk itu, Ortega melancarkan upaya pendekatan bertahap. Sehari sebelum berangkat ke Montevideo, ia mengeluarkan pernyataan resmi yang agak mengejutkan. Menurut pemimpin Nikaragua itu, "demi perdamaian" ia akan menangguhkan arus senjata yang masuk ke negerinya, dan mengirim pulang 100 penasihat Kuba. Tapi tawaran manis ini tidak sedikit pun menggoda AS. "Soalnya, ada berapa orang Kuba di sana," kata menlu AS George Shultz penuh curiga. "Jika saja 100 orang Kuba angkat kaki tiap tahun, maka kita harus menunggu sampai pertengahan abad ke-21 baru mereka semua meninggalkan Nikaragua." Pendek kata, bagi Shultz, tawaran Ortega lebih banyak menimbulkan pertanyaan ketimbang jawaban. Dalam suasana syak wasangka seperti itulah ia mengadakan pembicaraan dengan Presiden Daniel Ortega di Montevideo, Sabtu silam. Kabarnya, mereka membahas peredaan ketegangan antara kedua negara. Tapi, "Tidak satu hal pun yang berubah," ucap Shultz agak kecewa. Ortega malah lebih vokal. Dalam sebuah konperensi pers, ia berbicara tentang pintu perundingan yang tertutup dan "imbauan Nikaragua yang tidak bergema di telinga mereka". Ia tampaknya menyesalkan sikap AS. Sebenarnya, pemimpin rezim Sandinista itu sudah lebih awal menjajaki Washington lewat delegasi Gereja Roma Katolik, yang dipimpin Uskup Agung John J. O'Connor dari New York. Lobi ini disusul undangan langsung dari Ortega kepada Kongres AS untuk meninjau berbagai sarana militer di Nikaragua. Peninjauan ini, menurut Ortega, untuk membuktikan kepalsuan berita tentang apa yang disebut "militerisasi" Nikaragua. Puncak pendekatannya pada AS adalah pemulangan 100 orang Kuba itu. Tapi Ronald Reagan tidak mudah dilunakkan. Dalam suatu konperensi pers, yang disiarkan secara luas lewat jaringan tv dua pekan silam, presiden AS itu dengan geram menandaskan bahwa rezim Sandinista tak dapat tidak harus dijungkirkan. Untuk itu, ia memperjuangkan bantuan US$ 14 milyar, yang masih dipelajari Kongres sampai akhir Maret ini. Agaknya, jumlah uang yang cukup besar itulah yang mencemaskan Ortega. Dengan US$ 14 milyar, gerilyawan contras akan lebih kuat dan lebih tekun mengusik pertahanan Sandmista. Karena itu, Ortega mestl waspada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini