Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan tahunan AS tentang praktik hak asasi manusia yang dirilis, Senin, 20 Maret 2023, mencantumkan "masalah hak asasi manusia yang signifikan" dan pelanggaran di India, termasuk laporan penargetan minoritas agama, pembangkang dan jurnalis, kata Departemen Luar Negeri AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan itu muncul hampir setahun setelah Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan AS sedang memantau apa yang dia gambarkan sebagai peningkatan pelanggaran hak asasi manusia di India oleh beberapa pejabat pemerintah, polisi dan penjara, dalam teguran langsung yang jarang dilakukan Washington atas catatan HAM negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kritik AS terhadap India jarang terjadi karena hubungan ekonomi yang sangat dekat kedua negara dan India menjadi semakin penting bagi Washington untuk menangkal China di kawasan tersebut.
Masalah hak asasi manusia yang signifikan di India mencakup laporan yang kredibel tentang pemerintah atau agennya yang melakukan pembunuhan di luar proses hukum; penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat oleh polisi dan petugas penjara; tahanan atau tahanan politik; dan penangkapan atau penuntutan jurnalis yang tidak dapat dibenarkan, tambah laporan AS
Kelompok advokasi kian mengkhawatirkan apa yang mereka lihat sebagai situasi HAM yang memburuk di India dalam tahun-tahun terakhir di bawah pemerintahan nasionalis Hindu Partai Janata Bharatiya Perdana Menteri Narendra Modi.
Human Rights Watch mengatakan kebijakan dan tindakan-tindakan pemerintah India menargetkan kaum Muslim sementara para pengkritik Modi mengatakan partai nasionalis Hindunya telah mendorong polarisasi agama sejak berkuasa pada 2014.
UU Diskriminatif
Para pengkritik menunjuk pada undang-undang kewarganegaraan 2019 yang digambarkan kantor HAM PBB sebagai “diskriminatif secara mendasar” dengan mengecualikan migran-migran Muslim dari negara-negara tetangga; undang-undang anti-konversi yang menantang hak kebebasan menganut agama yang dilindungi secara konstitusi; dan mencabut status khusus Kashmir yang mayoritas Muslim pada 2019.
Pemerintah menepis tudingan itu dengan mengatakan kebijakannya ditujukan untuk pembangunan seluruh masyarakat.
Pada 2022, pihak berwenang juga menghancurkan apa yang mereka sebut sebagai toko dan properti ilegal, banyak di antaranya dimiliki oleh Muslim, di beberapa bagian India. Para pengkritik mengatakan penghancuran itu merupakan upaya untuk mengintimidasi 200 juta Muslim India. Pemerintah membela pembongkaran tersebut dengan mengatakan mereka sedang menegakkan hukum.
"Aktivis-aktivis HAM melaporkan pemerintah diduga menargetkan pengkritik-pengkritik vokal dari komunitas Muslim dan menggunakan buldozer untuk menghancurkan rumah-rumah dan penghidupan” mereka tanpa proses, demikian diungkap dalam laporan AS tersebut.
Sejak Modi berkuasa pada 2014, India turun dari posisi 140 dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia, sebuah peringkat tahunan yang dikeluarkan organisasi nirlaba Reporters Without Borders, menjadi ke-150 tahun lalu, posisi terendah yang pernah terjadi. India juga berada puncak daftar untuk jumlah tertinggi penutupan internet di dunia selama lima tahun berturut-turut, termasuk pada 2022, kata pengawas advokasi internet Access Now.
"Organisasi-organisasi sipil menyatakan keprihatinannya bahwa pemerintah pusat menggunakan UAPA (Unlawful Activities Prevention Act/UU Pencegahan Kegiatan Melawan Hukum) untuk menahan para aktivis HAM dan jurnalis,” kata laporan tersebut.
REUTERS