Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Indo-Indo Mencari Ayah

Anak-anak Amerasia, hasil hubungan tentara AS dengan gadis Vietnam, disalurkan ke AS, karena dianggap warga negara AS.(ln)

14 Juli 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI lapangan udara Ho Chi Minh, Nguyen Xuan Trang, 14, tampak girang, "Saya akan ke Amerika," kata gadis itu, dalam bahasa Inggris patah-patah. Berkulit kuning langsat denan roman muka yang jelas membuktikan darah Barat-nya, Trang adalah satu di antara kelompok pertama anak-anak Amerasia yang akan diterbangkan ke AS. Keberangkatan Nguyen Xuan Trang bersama 69 anak Amerasia lainnya, 28 Juni lalu, adalah suatu kemenangan bagi belasan ribu anak-anak peninggalan Perang Indocina, yang mengambil waktu 15 tahun. Sejak kekalahan rezim Nguyen Van Thieu, 1975, nasib anak-anak ini terombang-ambing oleh kebijaksanaan antara pemerintah Vietnam, negeri kelahiran mereka, dan pemerintah AS, negeri asal ayahnya. Setelah bertahun-tahun berunding, baru awal Juni lalu kedua negara sepakat menentukan jumlah 250 anak Amerasia yang setiap bulan dibolehkan keluar Vietnam. Menurut pejabat pemerintah Vietnam dan AS, di seluruh Vietnam kini ada kira-kira 15.000 anak "Indo" hasil hubungan ratusan ribu tentara AS dengan gadis-gadis Vietnam. Dari jumlah itu, 7.000 sudah mendaftarkan diri untuk minta izin keluar dari pemerintah Vietnam. Sedangkan 8.000 lainnya diduga masih berkeliaran di 20 provinsi - yang sebelum "reunifikasi" dikenal sebagai Vietnam Selatan. Di Kota Ho Chi Minh sendiri ada kira-kira 4.000 anak Amerasia yang sudah terdaftar - lebih dari separuh sudah lima tahun menunggu izin pemberangkatan mereka. Akibat perubahan sistem ekonomi serta keadaan sosial, mereka lalu menggelandang di jalanan. Pham Van Kai, wakil wali kota Ho Chi Minh, mengakui adanya ribuan pengemis remaja yang hidup di trotoar-trotoar jalanan kota. Mereka kebanyakan muncul pada malam hari. Menurut Pham Van Kai mereka itu berasal dari luar kota. Ia mengakui bahwa masalah penampungan adalah soal terbesar bagi pemerintahannya. Tidak jauh dari Hotel Cuu Long, di Jalan Tu Do, sekelompok anak belasan tahun kelihatan menunggu keluarnya tamu-tamu. Berhadapan dengan mereka, orang segera tahu keturunan anak-anak itu. Berbeda dengan anak-anak Vietnam "asli", mereka itu berbadan tinggi, berkulit lebih pucat, dan berambut cokelat muda. Kadang kelihatan juga yang berkulit agak hitam dan berambut keriting seperti Negro. Sambil berbahasa Inggris pasaran, mereka berebut untuk menjual kacang yang dibungkusi plastik seharga 1 dong (di pasaran gelap US$ 1 = 170 dong) sebungkus. "Tuan beli kacang saya, bantu saya cari makan," ujar mereka. Kalau itu tidak berhasil, mereka terus membuntuti perjalanan tamu itu, sambil merengek minta uang, shampo, atau sabun. Rupanya, barang-barang itu paling laku dijual kembali - bisa menghasilkan 100 dong satunya. Tak cuma menjual kacang atau minta shampo yang mereka lakukan, melainkan juga bertanya pada setiap lelaki bule yang keluar dari hotel. "Tuan, apakah Tuan ayah saya? Saya cari ayah saya, seorang Amerika. Apa Tuan bisa bantu saya?" Banyak di antara anak-anak itu yang tak tahu asal usul dan nama lengkap bapaknya. Kim, gadis Amerasia berumur 14 tahun, hidup dengan ibunya yang kini bekerja sebagai pencuci pakaian. Untuk membantunya mencari nafkah, Kim jalan 2 km dari rumahnya tiap pagi agar bisa jualan kacang dan mengemis di sepanjang Jalan Tu Do, yang penuh dengan toko-toko souvenir, restoran, bar, dan klub malam. Yang diketahui Kim tentang ayahnya, "Dia seorang Amerika, tapi Ibu kehilangan surat-surat penting tentang dia, kami hanya tahu ia bernama John," katanya. Kim sendiri tidak ada niat untuk ke AS. Ibunya sudah bersuamikan orang Vietnam dan beranak dua lagi. Lain pula penderitaan Thuy, gadis umur 17 tahun. Bersama ibunya dan adik laki-laki umur 11 tahun, ia mendaftarkan untuk ke AS dua tahun lalu. Tapi malang, enam bulan lalu, ibunya ditahan polisi gara-gara bicara panjang lebar dengan seorang asing. "lbu hanya tanya-tanya tentang ayah saya," kata Thuy dengan mata berlinang-linang. Anak-anak Amerasia ini biasanya menyendiri dari masyarakat. Sering dijuluki "Bui Doi" (Dust of Life), mereka mengaku dijauhi orang Vietnam "asli". Kebencian rasial? Nguyen Phi Tuyen, ketua Bagian Konsuler Urusan Luar Negeri Pemerintah Kota Ho Chi Minh, yang menangani masalah anak Amerasia, dalam suatu wawancara, membantah adanya diskriminasi terhadap anak-anak tadi. "Maksud kami mempercepat perginya mereka bukan untuk membuangnya, tapi karena alasan peri kemanusiaan dan atas permintaan mereka sendiri." Tapi Hung, seorang anak lelaki umur 11 tahun campuran Vietnam dengan Negro, merasakan diskriminasi itu. Berpakaian kumal, Hung hidup dari mengemis karena tidak ada keluarga Vietnam yang mau mengambilnya. Anak-anak Amerasia menderita karena AS dan Vietnam menunjukkan keseganannya untuk bertanggung jawab atas nasib mereka. Kata Nguyen Phi Tuyen, "Vietnam ingin menyelesaikan masalah ini secepat mungkin, karena anak-anak itu makin lama makin tua. Kami berusaha untuk membuat hidup mereka lebih stabil." Bagi pemerintah Vietnam, anak-anak itu jelas warga negara AS dan dengan demikian menjadi tanggungjawab penuh pemerintah AS. Sebaliknya pula dengan pemerintah AS. Mereka hanya menerima 30 anak antara tahun 1975 dan 1982. Dan ini pun digabungkan 600.000 pengungsi Indocina. Anak Amerasia ini baru mendapat perhatian selayaknya pada Oktober 1982, ketika Presiden Reagen menyetujui hukum baru (Amerasian Immigration Law) yang memberi prioritas pada anak Amerasia yang lahir di Korea Selatan, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Filipina, dan tempat-tempat pangkalan militer AS di Asia untuk ke AS. Sejak itu, sudah 3.000 anak ke AS. Tapi kini dibatasi 1.000 orang per bulan. "Ini sangat memperlambat proses," kata Nguyen Phi Tuyen, "anak Amerasia harus dikategorikan terpisah dari imigran umum." Nguyen Phi Tuyen, yang bersedia menyiapkan 5.000 anak sebulan, menyatakan bahwa dulu pemerintah Prancis - setelah kekalahan di Dien Bien Phu tahun 1954 - otomatis mengakui anak-anak campurannya sebagai warga negara Prancis dan ongkos evakuasi pun ditanggung mereka sepenuhnya. Thomas Doubleday, wakil kepala urusan ODP (Orderly Departure Program) di Bangkok, menjelaskan bahwa kebijaksanaan pemerintah Amerika bukan untuk menghindari tanggung jawab. "Masalahnya, untuk benar-benar mengecek apakah betul keluarga yang akan turut serta adalah keluarga yang terdekat. Jangan sampai saudara sepupu dan lain-lain ikut-ikutan. Kalau anak itu sendiri tidak menjadi masalah." Menurut peraturan yang berlaku, anak Amerasia diizinkan ke AS dengan disertai ibunya dan saudara-saudara kandungnya. Untuk itu, diperlukan surat perkawinan, tes kesehatan, dan sponsor di AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus